29 September 2006

HIMATEK dan Reaktor Kompos

Pernah dengar HIMATEK? Mungkin belum. HIMATEK adalah Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB, salah satu himpunan mahasiswa tertua di ITB. Karena mereka adalah critical mass dari para praktisi teknologi proses di Indonesia, mereka tidak terlena saja ketika melihat masalah lingkungan dan sampah Bandung yang telah mengakar dan sulit untuk dihilangkan ini. Sejak beberapa minggu yang lalu, di samping sekretariat HIMATEK, bertengger 5 buah reaktor kompos yang dibangun dan dioperasikan sendiri oleh para mahasiswa ini. Rancangan reaktornya sendiri sih sederhana saja, yang penting bersih dan sistem ventilasinya baik, udah!. Sampahnya? Diambil dari daerah sekitarnya. Mungkin sampah-sampah organik penjual makanan kecil yang sering nangkring di dekat sana ditampung di reaktor ini. Boleh-lah.
Namun semangat para mahasiswa ini tidak berhenti sampai di sana. Pada beberapa waktu yang lalu, aku menerima proposal yang bertajuk "Pemanfaatan Kompos sebagai Sarana Penanggulangan Sampah", yang disiapkan oleh divisi workshop HIMATEK, yang intinya adalah sebagai berikut:

  • Buat beberapa (10? 20?) reaktor kompos
  • Bagikan reaktor tersebut kepada beberapa rumah tangga terpilih
  • Sosialisasikan bagaimana cara membuat kompos
  • Monitor
  • Gembar-gembor

Menarik, dan sangat menyentuh potensi dasar masyarakat untuk menyadari mengapa membuat kompos dari sampah organik penting artinya bagi pengurangan volume sampah kota yang disinyalir akan menjadi masalah besar dalam waktu yang tidak begitu lama lagi. Selain itu, proyek ini juga akan mengajarkan kepada masyarakat bagaimana pola hidup sehat diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari.

Saat ini, aku sedang berpikir, bagaimana ya cara mencarikan dana untuk adik-adik mahasiswa ini?

Masyarakat Bandung tak Peduli Sampah

Pagi ini, aku mendengar sebuah pernyataan menarik dari Musika FM, "Setujukah anda bahwa masyarakat Bandung tidak peduli dengan sampah?". Yang setuju atau yang tidak setuju, diharapkan untuk mengirim sms yang berisikan opini singkat tentang hal tersebut. Weleh!.

Aku mengerti bahwa topik ini muncul karena berita dai Pikiran Rakyat yang menyatakan bahwa bahwa konsep sampah terpadu yang digagas oleh para pemerintah daerah cekungan Bandung tidak jalan, alias macet. Sehingga, dikhawatirkan bahwa dalam waktu dekat, Bandung kembali akan dipenuhi oleh sampah! Hal ini ditambah pula dengan berita bahwa jalan ke beberapa TPA di sekitar bandung rusak parah. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah rusaknya jalan sepanjang 6 km ke TPA Sarimukti yang telah tidak layak pakai. Bandung tinggal menunggu saat ber-bau ria!

Tertarik dengan program yang diketengahkan oleh Mustika FM, aku menunggu jawaban dan opini apa yang diberikan oleh para pendengar Mustika FM. Aku mengangguk setuju ketika tahu bahwa sebagian besar opini yang muncul setuju bahwa masyarakat Bandung memang tidak peduli dengan kebersihan kotanya.

Sebagai contoh, ketika aku bermobil di belakang sebuah mobil bagus di Jalan Sorkarno Hatta beberapa waktu yang lalu, dari jendela mobil tersebut, tiba-tiba melayang botol Aqua hingga mengenai kaca mobilku. Jika melihat jenis mobilnya, orang yang mengemudikannya tentu bukan orang kampung. Tetapi, kelakuannya sangat kampungan.

05 June 2006

Dana Pengelolaan Sampah di Bandung

Salahnya di mana sih? Kemarin aku berbincang-bincang dengan Pak Tatang Hernas Soerawidjaja (Prodi Teknik Kimia ITB) tentang filosofi pengelolaan sampah di Bandung yang amburadul. Seharusnya, PD Kebersihan kembali dijadikan Dinas Kebersihan saja. PD Kebersihan adalah bentuk ketamakan dan salah kaprah dari sistem pengelolaan sampah di Bandung. Mengapa? Bentuk perusahaan daerah seperti PD Kebersihan (yang nota bene, komisarisnya adalah Walikota!) memang berbasis keuntungan. Padahal, menurut Pak Tatang, mengelola sampah itu pasti rugi.

Dari yang disampaikan oleh Pak Subagjo (Prodi Teknik Kimia ITB), aku malah sempat berhitung-hitung, hanya Bandung yang punya PD Kebersihan yang dapat untung besar. Dana yang bisa terkumpul dari retribusi sampah yang Rp 5000,- setiap bulan per KK itu sangat melimpah, tetapi Pemkot tidak melakukan apa-apa.

Dan, Pikiran Rakyat hari ini mengetengahkan bahwa Bappenas siap menganggarkan dana yang cukup besar jumlahnya untuk biaya pengelolaan sampah di Bandung. Ouch!. Kerancuanpun mengemuka. Simaklah:

Menurut Paskah, Bappenas siap untuk membantu pendanaan bila memang diminta bantuan. "Apalagi, saya sudah mendapat perintah dari presiden dan wapres untuk membantu penyelesaian sampah di Bandung. Sebagai warga Bandung, saya malu karena tiga menteri strategis yakni Meneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Negara LH, dan Menristek adalah warga Bandung," kata Paskah. Ia menjelaskan, kalaupun ada permintaan, masih ada masalah yakni pengelolaan sampah di Bandung saat ini sudah ditangani oleh perusahaan daerah (PD) atau badan usaha milik daerah (BUMD), bukan oleh dinas.
"Kalau mau meminta bantuan APBN atau pinjaman dari luar, bisa saja kita carikan tapi PD Kebersihan harus diaudit dulu, dia harus tunjukkan neraca yang baik," ujarnya.

Hancur lebur berantakan! Memang, para aparat kota saat ini HARUS, dan mau tidak mau, mengenyampingkan arogansi dan mulai terbuka pada pendapat kalangan lain, seperti universitas dan LSM. Dalam tulisanku beberapa waktu yang lalu, terkuak kenyataan bahwa aparat kota sama sekali tidak berupaya untuk mencari solusi pengelolaan sampah di kandangnya sendiri. Seorang pakar lingkungan dan pemerhati tanah Parahyangan yang berasal dari kalangan akademisi, Pak Mubiar Purwasasmita, mengaku bahwa ia telah bosan berbicara dengan pihak pemerintah yang selalu tidak mau berkompromi dengan tautan cerdas yang diungkapkannya. Padahal, kalau saja studi fenomenal tentang SRI yang digalakkan oleh Pak Mubiar yang telah berhasil di berbagai daerah di Jabar itu dapat diadaptasi oleh Bandung, Bandung tidak perlu merengek-rengek ke Bappenas untuk memperoleh alokasi dana pengelolaan sampah!

Siapa Bilang Kami Memble?

"Siapa bilang kami emmble?", itu kira-kira pesan yang dihembuskan oleh civitas akademika ITB di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, Program Studi Teknik Kimia ITB berkenaan dengan teknologi pengelolaan sampah. "Tidak ada yang salah dengan pengusaan teknologi. Yang ada, gagasan yang muncul tidak selalu membuat aparat kota happy." Memang, ketika aku hadir di seminar intern laboratorium di sana, seorang mahasiswa bahkan memberikan presentasi tentang pengelolaan sampah kota menjadi bahan bakar dengan teknologi pirolisis. "Kita bisa kok menguasai teknologi seperti ini. Hanya kepercayaan yang tidak pernah kami dapatkan.", kata mereka. Bahkan Pak Mubiar Purwasasmita mengatakan, bahwa ia telah bosan berbicara tentang teknologi pengolahan sampah dengan aparat Kota Madya Bandung. Semua sumbangan pikirannya dianggap lucu. Padahal, diam-diam, secara mandiri dan sendiri-sendiri, beberapa staf akademik dan non-akademik telah membuat reaktor kompos sendiri dan memanfaatkannya di lingkungannya masing-masing. Tentu, dengan kesadaran bahwa, dengan daya yang seadanya, hasilnya juga seadanya.
Sering kali aku melihat teknisi bengkel Program Studi Teknik Kimia tengah sibuk membuat reaktor kompos yang dibuat dari drum PVC sederhana. Drum yang disulap sedemikian rupa menjadi reaktor kompos telah tersebar di berbagai tempat di Bandung. Memang langkah sporadis ini tidak (atau belum) efektif menjangkau titik perubahan sikap yang diharapkan bagi masyarakat Bandung. Namun, jika Pemkot tidak berbuat apa-apa, apakah kita akan diam saja? Jawabnya, TIDAK. Ada yang bilang, ITB memble. Melihat aktivitas ini dengan mata kepalaku sendiri, seakan-akan ITB menjawab, "Siapa Bilang Kami Memble?"

01 June 2006

Wawasan: Sampah Bandung

  • Sampah Kota Bandung Belum Tertangani :: Liputan6.com, Bandung: Janji Wali Kota Bandung Dada Rosada untuk mengatasi masalah sampah menjelang peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei mendatang tampaknya tak terpenuhi. Tumpukan sampah masih menghiasi hampir setiap sudut Kota Bandung, Jawa Barat. Padahal acara tersebut bakal dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
  • Solusi Penanganan Sampah di Kota Bandung :: Masalah sampah di Bandung udah ga aneh.
  • Pengolahan Sampah di Rumah, Bandung vs Jepang :: Masih.. masih Bandung masih eksis! belom.. belom terkubur waste dirinya sendiri.
  • Sampah Bandung euy! :: Seperti yang gue dengar dan baca beritanya, waktu pulang libur weekend kemarin akhirnya gue melihat-membaui-mengalami sendiri bagaimana parahnya masalah sampah yang terlantar di kota Bandung.
  • Sampah [bandung] :: Sampah..sampah..sampah..
  • Bau Bandung :: Hari ini sepanjang jalan dari rumah ke tempat kerja, jalanan penuh oleh asap. Ini bukan kabut asap apalagi kebakaran gede, tapi salah satu usaha masyarakat buat ngurangin jumlah sampah yang kian hari kian numpuk aja.
  • Bandung Lautan Sampah :: Sekitar satu setengah bulan yang lalu mengunjungi Kota Bandung, sampah memang sudah terlihat menggunung pada tempat-tempat yang saya perhatikan: Pasar Cikudapateuh dan depan Kebun Binatang.
  • Bandung Lautan Sampah :: memang sebutan yang pas banget buat kota Bandung saat ini soalnya dimana-mana yang terlihat cuma sampah busuk yang sudah menggunung....
  • Bandung Lautan Sampah :: Saat ini, hampir pada setiap ruas jalan di Bandung, kita akan menemukangundukan-gundukan sampah yang sedikit demi sedikit menggunung.
  • Bandung, Kota Kembang atau Kota Sampah? :: Ketika kita masuk dikawasan Bandung hampir di setiap gerbang kota tertulis ”Selamat Datang di Kota Kembang” atau ”Bandung Bermartamabat” bersih, taat, makmur, dan bersahabat.
  • Masalah Sampah di Bandung :: Masalah sampah yang menggunung di kota Bandung terulang kembali! Sampah menumpuk dimana-mana. (Saya tidak tampilkan fotonya karena bisa bikin mual.) Alasannya karena tidak ada tempat pembuangan sampah akhir. Lah, kok kota lain bisa? How come?
  • Duuh ya :: Hari sabtu lalu sewaktu Pak Presiden dtg ke Bandung, beliau melihat bahwa di bbrp tmpt di Bandung msh terdapat tumpukan sampah. kemudian beliau ngasih ultimatum kpd Pak Walkot Bandung Dada Rosada buat ngebersihin semuanya dlm wkt 3 hari.
  • Bandung with garbage in :: Eh eh. itu kan dulu, sekarang Bandung itu kota sampah karena dimana-mana banyak sampah. Yang ada sekarang di pinggir jalan adalah gunungan sampah.
  • Runtah :: Liburan panjang di Bandung kali ini diwarnai pemandangan yang kurang enak di mata. Sampah di mana-mana dan menggunung pula, dan yang paling mengganggu, tentu saja baunya itu.
  • Bandung lagi musim apa sih? :: Tapi yang jelas sekarang di bandung lagi ‘musim’ sampah. Duh, bandung-ku tercinta. Menyedihkan deh pokonya.
  • From Bandung with Sampah :: Kebersihan adalah sebagian dari iman. Melihat kota Bandung yang tercinta ini dipenuhi timbunan sampah membusuk di mana-mana, sungguh sangat mengganggu mata dan yang pasti bau!
  • Sampah oh Sampah :: yang ke bandung jangan heran yah klo ada karung-karung berserakan di tepi jalan, itu bukan sisa sembako-sembako yang akan dibagi, itu adalah S A M P A H, yang katanya sedang dipusingkan untuk diletakkan dimana.. :(

Sporadis

Penyelesaian sporadis yang akhirnya dianut oleh Pemkot/Pemda Bandung Raya untuk mengatasi masalah sampah, akhirnya tampak tidak selalu manjur bagi sebagian masyarakat. Sebagian kota masih dipenuhi sampah yang hingga saat blog ini ditulis, masih mengganggu hati nuraniku.
Onggokan sampah yang memakan sebagian jalan Cilember, sebuah jalan protokol yang menghubungkang Cimahi dan Bandung, belum tersentuh. Sampah dan bau masih di sana. Air kotor hasil dekomposisi sampah tergenang dan mengotori mobil dan sepeda motor yang liwat.
Memang tidak mudah, walaupun itu hanya merupakan penyelesaian sementara. Baru sekitar 4790 m3 sampah yang terangkut, dari total 20000 m3 sampah yang menumpuk di berbagai TPS.
Keadaan di lokasi lainpun tampaknya tidak berbeda. Tengok tumpukan sampah di Jalan Taman Sari, persis di belakang ITB, yang berceceran di pinggir jalan, tak tersentuh. Atau dua TPS di Jalan Gunung Batu yang semakin lama semakin kewalahan menampung sampah yang terus mengalir ke TPS ini. Jika dalam waktu dekat sampah di lokasi ini tidak diangkut, dikhawatirkan sampah yang terus berdatangan ke dua TPS ini akan berceceran di pinggir jalan, yang pada gilirannya nanti tentu berakibat buruk bagi lingkungan sekitarnya.

Pengomposan adalah solusi terbaik dan manusiawi. Percayalah!

30 May 2006

Hari ini, tanggal 30 Mei 2006


Beberapa hari yang lalu, tempat ini dipenuhi oleh tumpukan sampah yang, menurutku, sangat fenomenal. Tinggi, mengerikan, sekaligus berbau busuk. Setelah 3 hari operasi bersih di Bandung, tumupukan sampah di tempat ini, TPS Pasteur mulai menyusut. bahkan kemarin tak sebutir beraspun ada di tempat ini. Namun saat ini, ketika aku lewat di tempat ini, TPS ini kembali mulai dipenuhi oleh sampah yang berdatangan dari daerah sekitarnya.

Tidak seluruh TPS memang bisa ditangani oleh PD Kebersihan Kota Bandung, karena menurut Gubernurpun, butuh 1000 truk untuk membabat habis semua tumpukan sampah di Bandung Raya. Berapa truk sih yang dimiliki oleh PD Kebersihan? Itu sebuah pertanyaan yang bermuara pada, berapa lama sih yang dibutuhkan untuk membabat seluruh sampah di Bandung?

23 May 2006

Sampah Bandung Tetap Dibuang ke Pasirbajing

Kendati masih ada protes dari beberapa anggota masyarakat Pasirbajing Kab. Garut, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan menegaskan, sampah Kota Bandung tetap akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sementara Pasirbajing.

Hal tersebut dikemukakan Danny Setiawan yang ditemui usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Agronesia di Jln. Jakarta, Kota Bandung, Senin (22/5).

“Sikap masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Pasirbajing memang kurang apresiatif terhadap kesulitan masyarakat Kota Bandung. Oleh karena itu, harus dikembangkan pemikiran bahwa antar-kabupaten/kota saling membutuhkan satu sama lain,” ujar Gubernur.

Duh Pak Gubernur, apakah pak Gubernur senag jika ada orang yang mau buang sampah di halaman rumah Bapak?

22 May 2006

Pagar Sampah dan Kompos!

Pro-kontra penangan sampah dengan berlarut-larutnya masalah penentuan TPA untuk sampah kota Bandung menyebabkan tertundanya pengangkutan sampah dari berbagai lokasi di seluruh pelosok kota Bandung. Alhasil, kota Bandung tetap kumuh dan berbau, walaupun Walikota dan Gubernur berjanji untuk membersihkannya menjelang 21 Mei 2006. Contoh paling nyata adalah kondisi pagar sampah yang menjulang tinggi di jalan entah apa, di belakang permandian Karang Setra. Demikian tingginya pagar sampah yang diciptakan oleh tumpukan sampah yang tidak bisa diangkut ini sehingga hampir seluruh penduduk sekitarnya telah mengungsi ke tempat lain. Kendaraan yang akan meliwati daerah ini harus extra hati-hati untuk menutup seluruh bagian kendaraannya kalau tidak mau diserang bau busuk yang luar biasa.

Masih adakah peluang untuk mengubah semua ini? Jika merujuk pada unjuk kerja yang diperlihatkan oleh Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Kebersihannya selama ini, patutlah seluruh masyarakat merasa apatis. Padahal dengan sedikit usaha untuk melakukan penyuluhan yang tepat, usaha-usaha pengurangan volume sampah dapat dilakukan dengan mengeliminasi sampah organik menjadi kompos.


Mubiar Purwasasmita
"Alam sudah menganugerahkan sebuah sistem yang sangat baik, dekomposisi alami. Mengapa kita tidak menirunya dengan membuat kompos?"

Garden Organic
"Making compost from garden and household waste is one of the best things any gardener can do. It's easy and costs very little in time or effort."

Sandi Eko Bramono
"Produk kompos juga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat sebagai sumber baru dalam berwirausaha, mengingat kompos memiliki nilai jual sebagai produk pertanian atau perkebunan, serta lebih ramah lingkungan ketimbang pupuk kimia."

Jalan Sari Wangi yang Tidak Wangi


Tanggal 22 Mei 2006. Janji Dada Rosada dan Gubernur Jawa Barat untuk membersihkan Bandung dari sampah paling lambat pada tanggal 21 Mei 2006 tampaknya tidak bisa dilaksanakan. Emangnya gampang? Tengok saja jalan Sari Wangi, di sekitar Sari Jadi, yang bisa membuat kepala bergeleng-geleng. Belum lagi jika menyadari tidak jauh dari tumpukan sampah ini, tidak lebih dari 50 meter, sebuah Sekolah Dasar berdiri. Aduh!

19 May 2006

Membuat Kompos

Seorang teman, CB, bilang kepadaku, "Mbok ya diterangkan bagaimana cara membuat kompos ala kamu, gitu. Agar semua orang percaya kamu itu memang enggak cuman cuap-cuap doang!". Aku pikir, ada baiknya juga. Berikut adalah langkah sederhana membuat kompos yang sangat tidak memerlukan daya yang besar. Sungguh!

1. Siapkan Reaktor Kompos (Komposter)
Ketika aku pindah ke Cimahi sebulan yang lalu, reaktor yang telah kubuat setahun yang lalu kubawa serta. Reaktor ini adalah wadah yang terabut dari PVC, drum berukuran kira-kira 1 m-kubik. Walaupun reaktor komposku terbuat dari drum PVC (seperti yang terlihat pada Gambar di atas), sebenarnya reaktor ini bisa dibuat dari apa saja. hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah, reaktor ini harus memiliki sistem ventilasi yang bagus. Reaksi pengkomposan adalah memang jenis reaksi yang memerlukan udara. Jika reaktor ini tidak memiliki sistem ventilasi yang baik, proses pembusukan yang terjadi juga akan menghasilkan bau busuk akibat dari pembentukan amoniak dan H2S.

2. Persiapan Bahan Organik
Siapkan bahan (atau sampah) organik yang akan dikomposkan. Sampah organik yang disiapkan bisa berasal apa saja, misalnya dari sisa sayuran, nasi, atau potongan-potongan tanaman dari kebun. Agar kompos tidak berbau, hindari memasukkan daging, tulang dan minyak. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor kompos, bahan-bahan tadi sebaiknya dipotogn kecil-kecil agar proses dekomposisinya menjadi lebih cepat dan lebih sempurna.

Proses pembusukan atau dekomposisi memerlukan bakteri pengurai. Jadi, alangkah baiknya jika bahan-bahan tadi dicampur terlebih dahulu dengan sumber bakteri pengurai sebelum dimasukkan ke dalam reaktor kompos. Sumber bakteri pengurai yang paling mudah didapat adalah pupuk kandang (kotoran ternak). Bakteri pengurai yang dapat digunakan untuk membantu proses pengomposan juga dijual di toko-toko penjual pupuk. Salah satunya adalah EM4 (Effective Microorganism 4) yang aku beli di Cihideung seharga Rp. 15000,- sebotol berukuran 1 liter.

3. Siram dan Aduk
Agar proses pengomposan berjalan dengan sempurna, media harus mengandung kira-kira 50% air. Jadi jangan lupa untuk selalu menyiram media kompos ini setiap hari dengan air secukupnya. Bila perlu, bolak-balik media kompos setiap hari agar proses aerasi berjalan sempurna. Selama proses pengomposan, sering kali lalat menjadi masalah yang menjengkelkan. Oleh sebab itu, kuusahakan agar setiap lubang di reaktor komposku kututup dengan kawat kasa. Bila bau tak sedap keluar, tambahkan air dan EM4, dan bau segera menghilang. Jika proses ini berjalan dengan baik, setelah 5 hari volume sampah yang dimasukkan akan menyusut kira-kira menjadi hanya 25% dari volume awalnya. Jadi untuk skala rumah tangga, reaktor kompos berukuran 1 m-kubik sudah lebih dari cukup.

4. Panen
Kompos siap dipanen setelah diproses kira-kira 2-3 minggu, bergantung pada tahap pemrosesnya. Pada reaktor komposku, sengaja kubuat sebuah sistem sederhana sehingga proses pemanenan kompos dilakukan dari dasar reaktor. Kompos yang diperoleh adalah lumpur hitam yang mengandung air kira-kira 50%. Sehingga, untuk mendapatkan kompos kering, lumpur tadi harus dijemur. Biasanya, lumpur yang kuperoleh langsung kupakai sebagai media tanaman di kebunku. Jadi tidak perlu dijemur dahulu.

Mudah, kan? Sederhana dan jauh lebih sehat. Sejak setahun yang lalu, aku tidak pernah lagi membuang sampah organik. Sampah organik yang kuhasilkan, kupakai sendiri.

Moga-moga CB puas! :-)

SBY dan Sampah

Apa hubungan SBY dan sampah? Menarik untuk disimak bahwa menurut rencana, SBY akan berkunjung ke Bandung pada tanggal 29 Mei 2006. Dan, sim salabim, Gubernur Jawa Barat mengultimatum para Walikota Bandung, Kabupaten bandung dan Kabupaten Cimahi untuk menyelesaikan masalah sampah yang menggunung palig lambat tanggal 20 Mei 2006! Jika hingga tanggal tersebut para Walikota ini tidak bisa mengatasinya, masalah sampah akan diambil alih oleh Gubernur. Jadi SBY adalah kata sakti yang bisa membuat kecut siapa saja. SBY adalah mantra mumpuni yang sanggup menggerakkan syaraf malu siapa saja, termasuk Gubernur Jabar, yang dengan dalihnya mempertahankan martabat kota Bandung yang bermartabat mengultimatum para Walikota untuk melibas seluruh sampah yang tercecer sejak dua bulan terakhir ini.

Sontak jreng, sebuah truk sampah tiba-tiba muncul di Dago Atas untuk membersihkan sampah yang telah menumpuk di median jalan sejak sebulan terakhir ini. Jika SBY tidak berencana berkunjung ke Bandung, apakah sampah-sampah itu akan terangkut?

Tarik Ulur Masalah Sampah Bandung

Pemerintah Kota Bandung masih berupaya untuk menyelesaikan polemik yang muncul akibat amburadulnya pengelolaan sampah kota Bandung. Warga Pasirbajing yang terus berupaya menolak pembuangan sampah Bandung merupakan salah satu mengapa masalah sampah Bandung hingga kini masih terus tak terselesaikan. PR melaporkan hari ini bagaimana tarik ulur itu menyebabkan Pemerintah Kota melirik kembali TPA Jelekong yang jelas-jelas tidak layak pakai lagi.

Upaya Pemkot Bandung mencari lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA) terus dilakukan. Pembersihan tumpukan sampah di berbagai penjuru kota dan tempat pembuangan sementara (TPS) dilakukan dengan menimbun sampah di sejumlah titik di wilayah Kota Bandung.
Bahkan, TPA Jelekong Kab. Bandung yang masa aktifnya berakhir 31 Desember 2005, kini dilirik lagi sebagai salah satu alternatif. Namun, masyarakat sekitar TPA masih trauma dengan dampak yang ditimbulkan dari pembuangan sampah selama sepuluh tahun terakhir.
”Kami merasa dirugikan selama 10 tahun, setiap malam harus menghirup bau sampah, air jadi tercemar, kolam-kolam kering,” ujar Eddy Suryana, warga RW 4 Kp. Cilayung, Kel. Wargamekar, Kec. Baleendah, Kab. Bandung, Kamis (18/5).

Hari ini tampak masyarakat di sekitar Jalan Ganesha - Tamansari bersiap-siap menunggu truk-truk pengangkut sampah yang dijanjikan Dada Rosada untuk mengangkut sampah di titik-titik pembuangan sementara. Dada mengatakan bahwa sampah yang menggunung di berbagai lokasi akan diangkut paling lambat pada tanggal 21 Mei 2006. pertanyaannya adalah, apakah janji Dada realistik?

Usaha-usaha itu tampaknya memang telah dilaksanakan di beberapa tempat strategis, seperti misalnya sebagian kecil sampah di Jalan Pasteur telah terangkut. Tetapi jangan lupa, penyelesaian sporadis seperti ini sering kali tidak menyelesaikan masalah besar yang sebenarnya telah mengakar.

15 May 2006

PR Hari Ini

  • Sampah Menumpuk, Waspadai Leptospirosis :: Tumpukan sampah di 189 tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Bandung, selain mengundang lalat penular penyakit diare, difteri, dan tifoid, juga telah meningkatkan populasi tikus. Masyarakat perlu mewaspadai kehadiran binatang pengerat ini karena bisa menularkan penyakit leptospirosis yang gejalanya mirip flu.
  • Sampah Harus Hilang Paling Lambat 20 Mei :: Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, memberikan ‘warning’ kepada Bupati Bandung, Wali Kota Bandung, dan Wali Kota Cimahi agar 20 Mei mendatang, sampah yang menumpuk di Kota Bandung dan Cimahi sudah terangkut ke tempat pembuangan yang telah disepakati bersama.
  • Akses ke Jangkurang Lebih Sulit :: UPAYA mengatasi bertumpuknya sampah di Kota Bandung mengerucut pada dua buah lokasi yang rencananya akan dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Selain lokasi Pasir Legok Nangka di Desa Ciherang Kec. Nagreg Kab. Bandung, pihak Pemkab Garut telah menawarkan sebuah lokasi yang lebih luas di Blok Pasirmalang dan Legok Kerak Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Garut.
  • Naha Jauh-jauh Miceun Runtah Kadieu?” :: IRING-IRINGAN rombongan Bupati Garut serta jajarannya, Senin (8/5) lalu, membuat heran sejumlah warga Kampung Ciheuleut Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Garut. Keheranan mereka tak lain karena tak biasanya rombongan pejabat lengkap dengan unsur muspida lainnya, datang ke kampung mereka yang berada jauh di balik bukit dan jauh dari pusat keramaian.
  • Awalnya, Cuma TPA Sampah dari Garut :: RENCANA pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Blok Pasirmalang dan Legok Kerak Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Bandung, sebenarnya bukan untuk menampung sampah dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Cimahi, namun, hanya untuk sampah dari wilayah Kab. Garut, sebagai pengganti TPA Pasirbajing yang hampir habis masa pakainya.

Jembatan Cimindi yang Kotor


Tepat di bawah Jembatan Cimindi, jembatan pada jalur utama jalan yang menghubungkan Bandung dan Cimahi, sampah mulai menggunung. Jalur di bawah jembatan inipun sarat dengan lalu lintas tiga arah, Bandung, Cimahi dan Gunung Batu/Pasteur. Bau busuk bukan hal yang luar biasa lagi di lokasi ini.
Kira-kira 500 meter dari jembatan Cimindi ke arah Barat, seonggok besar sampah yang mulai mengganggu lalu lintas Jalan Raya Cilember menambah citra kumuh kota Bandung. Jalan ini adalah jalan utma yang menghubungkan Bandung dan Cimahi. Jika penumpukan sampah sudah tak terkendali, dikhawatirkan lalu lintas akan terhambat seperti yang saat ini terjadi di jalan Pasteur. Memang, solusi manusiawi untuk menanggulangi masalah sampah di kota Bandung harus segera ditemukan.

Mengpa bukan kompos?

11 May 2006

Gunung Sampah di Gunung Batu

Setiap hari, aku selalu meliwati Jalan Gunung Batu, baik ketika pergi ke kantor dipagi hari, ataupun kembali ke rumah pada sore harinya. Perjalananku akhir-akhir ini terganggu oleh tumpukan sampah menggunung di dua lokasi yang berbeda di Jalan Gunung Batu. Di salah satu lokasi, tumpukan sampah bahkan dekat dengan pasar swalayan Borma, dan terlihat dari jalan tol. Tampak asap mengepul menutup jalan, sebagai andikasi bahwa pengelola TPS telah tidak bisa lagi menunggu menumpuknya laju pertumbuhan gunungan sampah disana. Solusinya? Bakar!

Namun masalah yang telah muncul tidak bisa begitu saja diabaikan dan dinegasikan. Penumpukan sampah yang sudah tidak terkendali harus dihentikan. Salah seorang pembicara dalam sebuah talk show berpendapat bahwa paradigma menimbun harus segera diubah menjadi mengolah. Sesungguhnyalah, mengolah sampah menjadi bahan-bahan yang lebih berguna merupakan satu-satunya solusi cerdas masalah pengelolaan sampah di Bandung.
Aku bermimpi, suatu waktu kelak, setiap rumah di Bandung memiliki reaktor kompos yang mengelola sampah organik rumah tangga menjadi kompos. Langkah ini tidak memerlukan effort yang besar. Jika hal ini terjadi, tidak ada lagi cerita tentang penumpukan sampah di Bandung. Yagn ada adalah Bandung yang asri dan bersih. Yang ada adalah tanah Bandung yang semakin lama semakin kaya. Yang ada adalah, .... mimpi?

Menyeramkan: Sampah Bandung

Tumpukan sampah di kota "BERMARTABAT", Bandung, semakin tak memberi ruang bagi nilai-nilai manusiawi. Tumpukan itu telah menutup sebagian badan jalan Pasteur. "Menyeramkan!", kata keponakanku yang melihat itu semua. Ketika solusi yang manusiawi tidak kunjung diperoleh, apa boleh buat, bau busuk yang menyengat akan terus menjadi konsumsi sehari-hari para manusia yang beraktifitas di sana.

Namun horor itu tidak dan jauh dari selesai. Horor demi horor datang menerjang sendi-sendi kehidupan masyarakat Bandung. Simak apa yang dilakukan para wakil rakyat kita di Bandung:


Setelah menyatakan keprihatinannya terhadap masalah penumpukan sampah di Kota Bandung dan Kota Cimahi, DPRD Kab. Bandung ramai-ramai mengikuti kegiatan outbound di Cikole, Lembang, Kab. Bandung. Menurut Kasubag Protokol dan Humas DPRD Kab. Bandung, Erlan Darmawan, kegiatan ini memang sudah diagendakan sebelumnya dan sudah disetujui dalam Rapat Panmus DPRD.

”Ini sebagai salah satu kegiatan penyegaran manajerial,” ungkapnya ketika ditemui di kantornya, sesaat sebelum menyusul ke Lembang, Kamis (12/5). Rencananya, outbound kali ini berlangsung selama dua hari sampai hari ini. Para peserta terdiri dari 45 anggota DPRD dan staf Sekretariat DPRD menginap di salah satu hotel di Lembang.

Dodol! Memang, jika wakil rakyat saja tidak peduli, siapa yang akan peduli? Menyeramkan! Sekaligus, menyedihkan.

Sehari setelah aku melihat penumpukan sampah yang sudah tidak manusiawi itu, aku melihat sebuah penutup plastik berwarna oranye menutupi tumpukan sampah itu. Tentu, itu dimaksudkan untuk menutupi pemandangan tak sedap akibat sampah yang menggunung, karena bau busuk tak sedap tetap saja menyebar dan melekat di udara sekitar jalan Pasteur.

Tampaknya usaha-usaha seperti ini memang harus diusahakan sendiri oleh masyarakat, karena masih banyak tumpukan sampah di TPS-TPS yang lain. Baunya? Tidak kalah!

Menyeramkan!

Sayangnya, pendidikan dan pengetahuan masyarakat akan kebersihan dan pentingnya menjaga imagi belum mencapai taraf yang diinginkan. TPS di Jalan Pasteur telah ditutup, dan masyarakat dihimbau untuk tidak membuang sampah di TPS tersebut. Apa yang terjadi? Hanya 50 meter dari TPS tersebut, tumpukan sampah baru telah menginisiasi sebuah tempat pembuangan sampah sementara super darurat yang sudah pasti akan membuat sesak nafas orang-orang akan liwat di sana.

Hanya membayangkannya saja, bulu kudukku berdiri. Menyeramkan!

01 May 2006

Tik tik tik, waktu berlalu, sampah terus menumpuk.

Bandung sakit. Ibarat sebuah sistem pemroses, sendi-sendi unit pembentuk sistem pemroses global sedang tidak berkineja dengan baik. Begitulah Bandung saat ini. Sistem pengelolaan sampah yang merupakan salah satu unit terdepan kinerja kota sedang sakit parah. Hingga saat ini belum ada kesepakatan, mau dikemanakan sampah kota kita?

Wali Kota Bandung, Dada Rosada, telah tampak bingung dan berkesan "menyerah". Dalam orasinya dengan Ketua RT-RW sekota Bandung, ia mempersilahkan warga untuk berdemo masalah sampah kota.

Wali Kota Bandung, Dada Rosada, mempersilakan jika warga atau siapa saja yang hendak mendemo pemkot terkait tentang penanganan masalah sampah. Akan tetapi, dia meminta masyarakat yang demo turut membantu pemkot menangani sampah.
Kang Dada, telah banyak usul dan opini yang disampaikan masyarakat untuk menyelesaikan masalah pengelolaan sampah di Bandung. Mulai dari usulan untuk mengubah paradigma keliru yang berorientasi menimbun sampah menjadi paradigma mengolah sampah, hingga desakan masyarakat agar Pemerintah Kota konsisten memberlakukan Peraturan K3 yang telah dikeluarkan telah disampaikan. Sekarang mah, tinggal bagaimana pemerintah dan para wakil rakyat mengartikulasikan keinginan masyarakat itu kan?

26 April 2006

Buang Sampah Organik, Tahan Sampah Non-organik?

Simak himbauan Walikota Bandung, Dada Rosada, kepada masyarakat kota Bandung untuk turut serta membantu pemerintah untuk mengelola sampah kota yang menumpuk di mana-mana. Dada Rosada mengatakan bahwa sebaiknya masyarakat hanya membuang sampah organik saja, dan sedapat mungkin menahan sampah non-organik.


“Yang organik silakan buang ke TPS, tetapi yang nonorganik simpan saja dulu sebab saat ini kita masih belum bisa buang sampah ke TPA. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada warga yang telah berupaya mengolah sampah baik di rumah masing-masing ataupun di TPS-TPS,” ujarnya.
Oh, menurutku itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah pengelolaan sampah kota Bandung. Dada Rosada harus berani menghimbau masyarakatnya untuk sedapat mungkin mengolah dan mendaur-ulang sampah organik menjadi kompos, dan sedapat mungkin menahan sampah non-organik di rumah. Inilah saatnya, menurutku, momentum yang tepat untuk mengajar masyarakat bagaimana pengelolaan sampah yang tepat, yang saat ini telah menjadi green trend di negara-negara maju, pengomposan.

Percayalah, pengomposan adalah cara cerdas yang paling manusiawi dalam pengelolaan sampah.

Lokasi TPA yang Masih Tak Terpecahkan

Ada sementara pendapat yang menyatakan bahwa filosofi pengelolaan sampah di Bandung tersesat ke mana-mana. Saat ini, sampah yang ada ditampung, ditumpuk dan sudah. Celakanya, hingga saat ini Pemkab Bandung belum bisa menetapkan lokasi TPA pengganti TPA Cicabe yang telah ditutup beberapa waktu yang lalu. Simpang-siurnya dan betapa kompleksnya masalah pengelolaan sampah di Bandung ditangkap oleh Pikiran Rakyat dalam tulisannya yang dengan gamblang mengemukakan betapa birokrasi dan urusan manajemen sosial bukan barang mudah yang bisa dipecahkan.

DPRD Kab. Bandung akan menggunakan hak inisiatif supaya Pemkab Bandung menginisiasi rencana penentuan lokasi TPA yang dibutuhkan oleh Pemkot Bandung. “Selama ini kita hanya dijadikan objek oleh Pemkot Bandung,” kata anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Triska Hendrawan, di Soreang, Selasa (25/4).
Pemkot? Pemkab? Entah, tapi sampah terus membumbung. Solusi harus ada, dan manusiawi.

Kumuh di Jalan Taman Sari - Ganesha

Mataku terbelalak ketika aku baru sadar bahwa dampak penutupan TPA Cicabe beberapa waktu yang lalu demikian cepat mengganggu sistem pengelolaan sampah kota Bandung. Jalan Taman Sari yang akhir-akhir ini selalu tampak asri, saat ini terganggu dengan mulai menumpuknya sampah di persimpangan Taman Sari - Ganesha. Tumpukan itu telah mulai mengganggu para pejalan kaki dan pengunjung Bank BNI dengan "semerbak" yang ditebarkannya. Bukan itu masalahnya. Kampus ITB yang tepat terletak tidak jauh dari lokasi itu kini terkesan kumuh. Lalat dan burng pemakan sampah berpesta dan menjadi pemandangan biasa di sekitar tempat itu. Realitas inilah yang harus dihadapi oleh masyarakat setempat dan orang-orang yang menjadikan tempat ini sebagai lokasi kerjanya.

Tunggu dulu, ITB kan punya Program Studi Teknil Lingkungan, atau bahkan Teknik Kimia dengan Pak Mubiar Purwasasmita-nya. Program Studi ini yang pada suatu waktu, dulu, mahasiswanya memiliki determinasi dan komitmen yang kuat akan masalah-masalah sosial. Aku bermimpi, bahwa HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) memiliki sebuah program sosial yang membina masyarakat setempat untuk membuat kompos. Kemudian program ini dapat didesiminasikan ke lingkungan tetangganya. Akan sangat indah jika program ini kemudian menjadi program percontohan bagi masyarakat Bandung lainnya.

Mimpi memang harus selalu indah.-

25 April 2006

U-Green ITB: BAKTI KAMPUS

U - G r e e n I T B
Sunken Court E-06
Institut Teknologi Bandung

Jln. Ganesha No. 10, Bandung

BAKTI KAMPUS
“3 G”
(Ganesha Global Greening)

PENDAHULUAN

Melihat kondisi lingkungan kampus yang kurang mencerminkan sisi intelektualitas civitas akademika ITB, maka kami sebagai komunitas yang peduli terhadap lingkungan, merasa tergerak untuk menyelenggarakan serangkaian acara yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan rasa cinta seluruh elemen kampus pada lingkungan.

U–GREEN ITB
Unit Greeneration (U - Green ITB) di Institut Teknologi Bandung yang merupakan wadah unit kegiatan mahasiswa yang baru terbentuk untuk menampung kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan hidup. U-Green ITB sendiri merupakan unit kegiatan mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang baru dibentuk dengan pengalaman dalam “Talk Show” ITB-KLCBS Peduli Bandung pada hari Sabtu, 11 Maret 2006 di Radio KLCBS.

DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan utama yang akan dilaksanakan dalam Bakti Kampus, 3G ini adalah pembersihan lingkungan kampus, penghijauan, peremajaan pohon, dan diskusi ingkungan di kampus ITB, dengan melibatkan seluruh elemen kampus ITB mulai dari mahasiswa, alumni, rektor, dosen dan pegawai.

Pada puncak acara dilakukan sebuah momen MoU, sebagai suatu momen kesepakatan warga ITB, bersama-sama menerapkan budaya bersih di kampus ITB dan sekitarnya.
Selanjutnya pengenalan unit baru U-Green pada seluruh civitas akademika ITB serta para volunteer yang berpartisipasi dalam kegiatan 3G ini.

WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Mei 2006
Tempat : Kampus ITB
Jl. Ganesha 10, Bandung
Sekretariat U-GREEN ITB
Kampus ITB - Gedung Sunken Court E 06
Jl. Ganesha no. 10 Bandung

Informasi lebih lanjut hubungi :
Danang - 08121104182 ; Odang - 081809303300

Bagaimana Membuat Kompos?


Bau Tak Sedap di Jalan Pasteur - Bandung


Bau itu begitu mengejutkanku yang meliwati persimpangan jalan Pasir Kaliki - Pasteur, persis di bawah jembatan Pasupati. Bagaimana tidak, karena ketika kucari-cari, sumber bau itu tak kutemukan di sekitar itu. Aku mengelus dada, ketika tahu bahwa bau itu berasal dari tumpukan tinggi sampah kira-kira 500 meter (!!) dari Jalan Pasir Kaliki, persis di depan papan SMA Puragabaya, sekitar 10 meter dari jembatan penyebrangan yang sedang dibangun itu.

Tumpukan sampah di berbagai sudut kota kembali bermunculan membuat semua aparat kota deg-degan. Sebuah pertanyaan klasik yang terus singgah di kepalaku adalah, apa susahnya sih memasyarakatkan pembuatan kompos, atau secara sistematis dan terus menerus menghimbau masyarakat untuk mengurangi volume sampah yang dibuang? Ke mana saja kelompok intelektual kota Bandung yang katanya memiliki kredibilitas mumpuni untuk membelokkan pandangan masyarakat Bandung tentang sampah? Ke mana saja para mahasiswa yang menjadi ruh bagi gerakan moral masyarakat Bandung? Semuanya melempem!

Sedih juga kalau melihat bahwa Jalan Pasteur adalah pintu gerbang Bandung. Citra kota Bandung telah dipertaruhkan, persis di depan pintu gerbangnya sendiri.

Kota Cimahi Bersampah!

Jika anda berjalan-jalan ke Cimahi, tepatnya di Jalan Kolonel Masturi, belakang Mesjid Raya Cimahi, anda akan melihat tumpukan sampah menggunung yang telah 1 tahun tak tersentuh. Tumpukan sampah itu telah dianggap sebagai bagian dari ornamen kota. Sampah yang menggunung itu telah menghiasi seluruh sisi-sisi kehidupan masyarakat Jalan Kolonel Masturi Cimahi, padahal, duh, di dekat tumpukan sampah, ada beberapa kedia makanan yang masih terus beroperasi. Entah bagaiamana masyarakat bisa beradaptasi dengan lingkungan yang demikian.
Sebulan yang lalu, aku sempat tersenyum ketika melihat tumpukan sampah ini surut, karena terambil sebagian. Akhirnya, kataku dalam hati. Namun ternyata kegembiraanku saat itu hanya semu. Nyatanya, saat ini tumpukan sampah itu menggunung kembali dan hampir mencapai jalan utama. Baunya? Jangan ditanya!
Sedikit lebih ke atas, di Km 3, persis di depan Kompleks Perumahan DPRD, TPS berukuran kira-kira 5m x 5m sejak 6 bulan terakhir ini penuh dengan sampah yang saat ini telah luber ke luar TPS. Tidak ada tindak lanjut yang tampak untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh penduduk setempat. Yang paling mencengangkan adalah, para anggota dewan yang terhormat yang rumahnya persis di depan TPS ini sama sekali tidak terusik dengan pemandangan "indah" sehari-hari yang disuguhkan kepadanya. Sama sekali tidak ada
seruan untuk mengajak warga untuk tidak dengan semena-mena membuang sampah organik di TPS. Tidak ada sama sekali himbauan dari para anggota dewan yang terhormat ini untuk memperbaiki keadaan yang sudah tidak bisa diterima akal sehat lagi. Tidak, mereka tidak berbuat apa-apa!

17 April 2006

Bandung Berpotensi Kembali Menjadi Lautan Sampah

Dalam beberapa minggu ke depan, Bandung kembali berpotensi menjadi lautan sampah. TPA Cicabe telah tidak bisa menampung sampah Bandung yang terus diproduksi tanpa henti itu. Kenapa aparat dan seluruh strata masyarakat tidak melihat bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini yang paling masuk akal adalah mendaur ulang sampah? "Buatlah kompos!", demikian Pak Mubiar Purwasasmita selalu berteriak. Dan aku sangat setuju apa yang dipikirkan beliau!

Radio Delta FM dan Sampah Bandung

Hey, hari ini aku berbahagia sekali mengetahui bahwa salah satu Radio Nasional, Delta FM, mengetengahkan masalah sampah di Bandung. Ini adalah untuk pertama kalinya aku mengetahui bahwa sebuah media elektronik mengetengahkan sampah sebagai topik pembicaraannya. Mungkin aku agak kuper, karena hanya mengetahui sebuah radio saja yang telah mengetengahkan sampah sebagai topik pembicaraannya, namun sebuah langkah kecil telah dimulai. Sosialisasi masalah sampah memang tidak bisa dilakukan oleh orang per orang secara sporadis saja, namun urun rembuk dan peran serta para pewarta sangat diperlukan untuk menyadarkan masyarakat betapa rindunya kita akan kota yang indah, bersih dan bebas sampah.

13 April 2006

Kota Bandung Harus Siapkan TPS Baru

Wuah, baru kembali lagi setelah sibuk pindahan! Aku teukan sebuah artikel tentang masalah sampah di Bandung. Simak:

BANDUNG, (PR).-Menjelang penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cicabe, Jumat 14 April 2006, Pemkot Bandung diminta segera menyiapkan sejumlah tempat pembuangan sementara (TPS) baru, karena Kota Bandung belum juga mempunyai TPA baru.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Ir. Agus Rachmat, M.T., di Aula Barat Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Selasa (11/4).

Menurut Agus, dalam menangani persoalan sampah di Kota Bandung, khususnya menjelang penutupan TPA Cicabe pada 14 April nanti, dibutuhkan kesiapan Kota Bandung. Apalagi, Gubernur Jabar telah memberikan kesempatan kepada Pemkot Bandung untuk mencari lokasi pembuangan baru, mencari lokasi TPA, dan menjalin kerja sama dengan investor swasta. Namun, kaidah-kaidah aturan tetap harus diikuti.

"Apabila lokasi yang akan digunakan Kota Bandung itu di bawah 10 ha, ya cukup dengan UPL/UKL (Upaya Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan). Tapi, kalau lahannya di atas 10 ha, ya harus pakai amdal. Kalau hanya TPS, itu kewajiban penuh ada di kabupaten/kota, tapi kalau untuk TPA, itu jelas harus melibatkan provinsi," kata Agus.

Mengenai lokasi TPS baru, berdasarkan informasi yang diterima Agis, Pemkot Bandung telah memiliki 16 lokasi baru untuk TPS. Namun, ia tidak mengetahui lokasi itu. Jika ternyata lokasi TPS baru itu tidak ada, Pemprov Jabar harus mendorong Pemkot Bandung memperpanjang dan mengoptimalkan TPS yang ada.

Disebutkan pula, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Jabar telah mengusulkan kepada gubernur agar membantu pengadaan lima insinerator bagi Kota Bandung dan Cimahi. Keberadaan alat pembakaran sampah itu diharapkan bisa memperpanjang usia TPS yang ada di Kota Bandung.

Terbentur tender

Secara terpisah, Wakil Gubernur Jabar, Nu'man Abdul Hakim menjanjikan pembangunan TPA di Citiis, Kec. Nagreg, Kab. Bandung dipastikan terwujud, karena prosesnya tetap berjalan. Namun, pelaksanaannya terbentur regulasi. "Untuk pengelolaan sampah rumah tangga tetap jadi. Tapi, sekarang kena regulasi, karena memang aturannya harus melalui proses tender. Padahal, kita sudah MoU."

Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Jabar mengusulkan kepada pemerintah pusat agar investor yang sudah menjalin kerja sama dengan Pemprov Jabar mendapat poin pada saat tender untuk mempercepat penanganan sampah di Bandung Metropolitan Area (BMA). Alasannya, kapasitas TPA di Jabar, khususnya BMA sudah overload, baik itu TPA Leuwigajah, TPA Cicabe, maupun TPA Jelekong. Karena itu, dibutuhkan lahan baru untuk mempercepat penanganan sampah di BMA, yang jumlahnya mencapai 7.000 ton/hari. (A-136)***

25 February 2006

News: Sampah Bandung

  • Ahli Waris Korban Leuwigajah Menangis :: Ahli waris korban yang tertimbun longsoran sampah TPA Leuwigajah menyatakan tidak puas dengan putusan Majelis Hakim Hidayatul Manan, S.H., Wurianto, S.H., dan Syamsul Qamar, S.H. yang menyamaratakan jumlah ganti rugi kepada setiap korban.
  • Soal TPA Leuwigajah, Pemkot Bersalah :: Sidang perkara longsor TPA Leuwigajah, dengan terdakwa Dirut PD Kebersihan Kota Bandung Awan Gumelar, Rabu (22/2), menghadirkan saksi Kepala Dinas Kebersihan Kab. Bandung Sudirman.
  • Pencairan Ganti Rugi Bagi Korban TPA Tunggu Data :: Walkot Cimahi dan Ribuan Warga Peringati Longsor TPA Leuwigajah.
  • Warga Batujajar Peringati Setahun Longsor TPA Leuwigajah :: Berkaitan dengan peristiwa longsornya sampah di TPA Leuwigajah setahun lalu yang menewaskan lebih dari 140 jiwa, sekira 30 warga Kampung Cilimus menghadiri peringatan yang bertajuk ”Tepung Taun Almarhum Ahli Kubur” bertempat di Masjid Al-Hidayah, RT 1/9, Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung, Senin (20/2) malam.
  • Pemkab Belum Keluarkan IPT untuk TPA Citatah :: Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Citatah tidak mungkin bisa digunakan April mendatang, karena izin pemanfaatan tanah (IPT) dari Pemkab Bandung belum keluar.
  • Korban Longsor TPA Menangkan Gugatan :: Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menghukum para tergugat untuk tunduk dan menaati persetujuan yang telah disepakati.
  • Bandung ”Bermartabat” Perlu Kebersamaan :: Untuk merealisasikan visi Bandung sebagai Kota Jasa yang Bersih, Makmur, Taat, dan Bersahabat (Bermartabat), hal yang mutlak dibutuhkan adalah kebersamaan dari pemerintah dan berbagai elemen masyarakat yang ada di Kota Bandung.

24 February 2006

Wawasan

  • Antara Angkot, Sampah, dan Bunga :: Sebuah obrolan menarik yang juga menyinggung tentang bagaimana kusamnya Kota Bandung ini.
  • Program Sampah Bandung Masih Tunggu Uji Lahan :: Kompas - Rencana pemanfaatan Greater Bandung Waste Management atau GBWM untuk mengatasi masalah sampah di Kota Bandung sudah mendekati akhir. Program yang bekerja sama dengan investor asal Malaysia ini tinggal menunggu hasil pengujian lahan.
  • Sampah dan Pengelolaannya :: Untuk keperluan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup, isi buku ini dapat diperbanyak dengan menyebutkan sumbernya. Untuk keperluan selain pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup, harus seijin PPPGT / VEDC Malang. Penerbit : PPPGT / VEDC Malang - Bekerja sama dengan Swisscontact. Atas dukungan biaya Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC).
  • Di mana Bandung Segarku :: hiks..hiks.. sedih banget ngeliat keadaan bandung sekarang. kian hari kian menyedihkan.. ini cuma seper berapa persen contoh sampah yang mejeng di Bandung.
  • Anjrit..... BAU! :: Seminggu ini gua paling demen ngomong, "Anjrit... BAU!!!!". Gimana enggak, soalnya di satu-satunya jalan paling cepet buat rute gua ke kampus ditutupin sampah.

Cibaduyut Masih Bersampah



Aku benar-benar tidak mengerti ketika melihat sampah yang makin menumpuk dan menyebarkan bau busuk di Cibaduyut, dekat TVRI. Apakah memang masyarakat sudah tidak peduli lagi dan apatis tentang hal ini?

"Bung!", temanku memotongku. "Kok masyarakat yang disalahkan?"

"Pemerintah bisa apa?", sanggahku. "Saat ini pemerintah sudah tidak punya apa-apa. Jangan berharap terlalu banyak pada pemerintah. Masyarakat harus mulai berpikir bahwa membuang sampah organik dan membusuk seperti itu sangat tidak sehat. Mengapa kita tidak membuat kompos sendiri dan menggunakannya sendiri?"

"Mahal bung!"

"Tidak mahal, sama sekali tidak mahal. Apalagi jika ongkos sosialnya juga diperhitungkan. Sangat murah!", aku ngotot.

Temanku hanya mengangguk, moga-moga ia setuju.

23 February 2006

Cibaduyut dan Sampah

Telah lama aku tidak berkunjung ke Cibaduyut. Namun aku agak terkejut ketika aku melihat tumpukan sampah di sana yang menurutku sangat tidak manusiawi, terlebih jika kawasan ini banyak dikunjungi oleh tourist domestik yang ingin membeli sepatu made in Cibaduyut. Masalahnya memang sederhana, masihkan kita rela dan mandah saja ketika kita melihat ilngkungan tempat kita bekerja, hidup dan mencari nafkah terkotori seperti itu? Jika pemerintah tidak peduli, masihkan kita tidak peduli? masihkah kita terus menutup mata dan tidak tergerak sedikitpun untuk mengurangi beban sampah kota yang semakin lama semakin tidak terkendali itu?

Jawaban dari semua masalah ini sebenarnya sederhana: buat kompos!

26 January 2006

Bandung Berbenah

Bandung kembali berbenah, setelah sampah mulai terangkut dari beberapa TPS. Sampah yang menggunung di Jalan Bengawan telah menipis, demikian pula sampah di Jalan Terusan Jakarta telah lenyap. Namun, beberapa tempat belum mendapat perhatian. Memang, masih terdapat beberapa kendala, karena persoalan TPA alternatif hingga kini belum selesai.

Masyarakat Bandung harus berusaha mencari jalan keluarnya sendiri, siapa lagi kalau bukan kita? Pengomposan memang memang merupakan jalan keluar yang paling manusiawi.

20 January 2006

Bandung dan Sampah yang Berserakan

Sedih rasanya melihat bandung yang sedang sakit. Tidak banyak yang tersisa dari keindahan kota yang dulu pernah kurasakan. Melihat jalan Bengawan yang ditutupi sampah seperti saat ini terlihat di sana, tak percaya rasanya. Frustrasi rasanya kalau aku melihat sama sekali tidak ada tindakan progresif yang diambil oleh pemerintah, walaupun sebenarnya sudah banyak opini dan urun rembuk yang telah mengemuka, entah itu di berbagai media massa, maupun dari seminar-seminar lingkungan dan sosial. Sentilan Menteri KLH, Rahmat Witular, yang menyatakan bahwa Pemda sama sekali tidak bertindak apa-apa dan tidak mau belajar dari bencana Leuwigajah adalah proyeksi nyata dari apa yang ada dalam benak sebagian besar warga Bandung.
Perasaan malu dan jengah selalu memenuhi dadaku setiap kali aku menerima tamu dari luar kota kala aku berkeliling Bandung. Sampah dan bau adalah dua momok yang menakutkanku ketika tamuku datang ke Bandung.

  • TPA Ilegal Baleendah Ditutup :: MULAI Senin (9/1) lalu, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah ilegal di RW 23 Kompleks Baleendah Permai III, dinyatakan ditutup. Tiga papan pengumuman bertuliskan ”Dilarang Buang Sampah di Sini sesuai Perda No. 31 tahun 2000”, pun telah terpasang sejak Senin itu.
  • Status TPA Citatah :: BANDUNG, (PR).-Bupati Bandung H. Obar Sobarna, S.Ip, menyatakan prihatin dengan menumpuknya sampah di beberapa titik di Kota Bandung. Oleh karenanya, dalam waktu dekat akan mengeluarkan Surat Izin Penetapan Lokasi (IPL) Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Citatah, yang berlokasi di Kec. Cipatat.
  • Kasus TPA Leuwigajah Terus Bergulir :: BANDUNG,(PR).-Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Hidayatul Manan, S.H., mengabulkan permintaan kuasa hukum 41 ahli waris korban longsoran sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Johnson Siregar dan Rekan, untuk bersidang di lokasi, Kamis (12/1).
  • TPA Jelekong BEroperasi Kembali? :: BANDUNG, (PR).-Direktur Utama PD Kebersihan Kota Bandung, Awan Gumelar, memberikan laporan secara rinci terkait dengan penanganan darurat sampah Kota Bandung, khususnya pembuangan sampah ke lahan tambahan bekas TPA Cicabe.
  • Obar Dipanggil Menteri Terkait TPA Cipatat :: BANDUNG, (PR).-Meneg Lingkungan Hidup (LH) mengundang Bupati Bandung Obar Sobarna, terkait rencana pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Cimerang, Cipatat, Kab. Bandung.
    ”Menurut undangan, saya diminta datang minggu depan,” kata Obar, Jumat (13/1).
  • Warga Tolak TPA Jelekong Difungsikan :: BANDUNG, (PR).-Kepastian kapan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jelekong akan kembali digunakan sebagai TPA darurat, belum diketahui. Hingga saat ini, beberapa RW di Jelekong masih menolak jika TPA Jelekong kembali dipergunakan.
  • Ormas Turut Pikirkan Soal Sampah? :: CIMAHI, (PR).-Organisasi masyarakat (ormas) Islam, diharapkan berperan aktif mendukung program pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi saat ini.
  • Warga Tolak TPS Darurat Pasirimpun :: BANDUNG, (PR).-Warga RW 13 Kel. Karangpamulang Kec. Cicadas bersikukuh menolak Pasirimpun dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah darurat warga Kota Bandung. Namun, sebagian dari warga ada yang mendukung program Pemkot Bandung itu.
  • TPA Cimerang Harus Dibangun? :: BANDUNG, (PR).-Meski gelombang penolakan warga tentang pembangunan TPA Cimerang di Kec. Cipatat tidak surut, Pemerintah Kab. Bandung bersikukuh bahwa TPA untuk menampung sampah dari Kota Bandung dan Cimahi itu mesti berdiri. Hal itu tergambarkan dari pernyataan Bupati Bandung Obar Sobarna.
  • Penanganan Sampah Darurat Ditolak! :: BANDUNG, (PR).-Dalam 1 bulan ke depan, sampah di Kota Bandung dipastikan akan terus menumpuk, karena rencana pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cimerang belum bisa dilaksanakan sebelum ada analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu, TPA Jelekong juga belum bisa dimanfaatkan, karena masih ada penolakan sebagian warga.
  • TPA Leuwigajah tidak Dikelola dengan Baik :: BANDUNG, (PR).-Tempat Penampungan Akhir (TPA) Leuwigajah, tidak dikelola dengan baik. Pengelola tidak pernah membuat saluran air lindih atau pun benteng pemisah antara lokasi TPA dengan pemukiman penduduk. Akibatnya, air lindih sering merembes ke rumah-rumah penduduk.
  • TPA Nagreg Dibangun :: BANDUNG, (PR).-Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bersama lima kabupaten/kota di area Metropolitan Bandung, sepakat membuang sampah ke (tempat pembuangan akhir (TPA) di Nagreg, Kab. Bandung. TPA tersebut akan dikelola oleh investor asal Malaysia, Umpan Jaya Group of Companies.
  • Ijin Sementara TPA Cimerang :: BANDUNG, (PR).-Penolakan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) atas rekomendasi darurat sampah, tidak membuat Bupati Bandung Obar Sobarna patah arang. Ia berencana akan mengajukan izin sementara (IS) agar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Cimerang Kec. Citatah, bisa segera digunakan.
  • TPA Gabungan Belum Jelas :: BANDUNG, (PR).-Pemerintah Kabupaten Bandung bersikap terbuka terhadap kemungkinan dibukanya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kec. Nagreg. Sebelumnya, Nagreg sudah disepakati untuk dijadikan TPA gabungan antara Kota Bandung, Kab. Garut, Kab. Sumedang, dan Kab. Bandung.

Speechless

Sampah di Jalan Kolonel Masturi Cimahi yang menumpuk tak tersentuh.


Sampah di Jalan Parakan Saat Bandung yang menutupi sebagian jalan.


Sampah di Jalan Jakarta Bandung yang telah luber ke tengah jalan.

11 January 2006

TPA Cicabe Beroperasi, Sampah Kota Terangkut?

Mulai hari ini, TPA Darurat Cicabe mulai beroperasi. Hal itu dikatakan oleh Direktur Teknik dan Operasional PD Kebersihan Ir. Cece Iskandar. Sehingga, mulai hari ini tumpukan sampah-sampah di berbagai TPS dalam kota seharusnya sudah mulai terangkut.

Moga-moga Bandung cepat sembuh.-

10 January 2006

ITB dan Sampah

Tempat penampungan sampah sementara (TPS) ini terletak persis di depan Bank BNI 46 dan Kebun Binatang Bandung yang selalu penuh dengan pengunjung setiap akhir minggu. TPS ini juga terletak tidak jauh dari ITB, institut teknologi terkemuka di Indonesia. Saat ini tampak penumpukan sampah yang semakin hari semakin menggunung tak terkendali. Pertanyaan berikutnya yang selalu mampir di kepalaku adalah, Bandung yang memiliki ITB ini bisa apa?

TPS Jalan Bengawan Ditutup

Sampah yang sudah menutupi setengah jalan Bengawan di depan Gereja Maranatha itu membusuk dan menyebarkan bau busuk ke rumah-rumah di sekitarnya. Sampah yang sudah beberapa hari ini tidak terangkut terus akan menutup TPS yang sudah penuh sesak jika TPS ini tidak ditutup. Persis di gundukan pertama di tepi jalan, sebuah bendera merah putih dikibarkan, seakan mengingatkan setiap orang yang liwat bahwa setiap kita berhak atas kehidupan yang layak dan terbebas dari masalah sampah. Di depan bendera, terpampang sebuah papan pengumuman yang memberitahu bahwa TPS ini ditutup untuk sementara waktu. Kemana orang-orang sekitar membuang sampahnya? Entah.

Saat yang tepat untuk beralih pada usaha pengomposan.

Pasar Andir yang Menyedihkan

Ketika aku meliwati jalan Jendral Sudirman sekitar pasar Andir, aku terperangah melihat tumpukan sampah yang menggunung. Kalau pintu kaca mobilku tidak kututup segera, bau busuk yang menyengat akan segera memenuhi mobilku. Gambar ini aku dapatkan dari PR, yang juga menyorot hal ini.

Tidak pelak lagi jika memasyarakatkan pengomposan menjadi hal yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Mulai dari diri sendiri merupakan langkah realistis.

Kisah Sebuah Sekolah Dasar


Sekolah Dasar ini terletak di Jalan Parakan Saat - Cicadas Bandung. Di sinilah siswa-siswa yang bermimpi untuk memperoleh tambahan ilmu berkumpul dan bermain bersama, setiap hari. Setiap hari, sekumpulan anak-anak berseragam putih merah menatap masa depannya dengan wajah pasrah. Mengapa tidak? Sekitar 50 meter dari tempat ini, terdapat TPS yang saat ini hampir tidak terurus.

Sampah yang seharusnya terangkut setiap hari, saat ini sudah mulai luber ke badan jalan dan menyebarkan bau busuk yang tercium hingga 500 meter ke sekitar tempat ini. Akibat sampah yang melimpah, tidak jarang tempat ini menjadi macet karena hanya setengah badan jalan yang bisa diliwati kendaraan. Siapa yang peduli?

03 January 2006

Beberapa TPS di Kota Bandung Ditutup

Walaupun belum parah akibat penutupan TPA Jelekong, beberapa TPS di kota Bandung sudah tidak mampu lagi menampung sampah kota. Salah satunya TPS Tegallega. Pada TPS ini terdapat pengumuman yang menyatakan penutupan TPS secara sementara hingga TPS ini mampu kembali menampung sampah.

Sampah juga mulai menumpuk di TPS Jalan Jakarta. Sampah di TPS ini telah menumpuk dan tampak mengkhawatirkan. TPS Jalan Tamansari-pun sudah tampak mengkhawatirkan. Beberapa gerobak sampah tampak menghalangi TPS berfungsi sebagai batas sampah yang mulai menumpuk.

Lantas, kemana sampah-sampah yang mulai menumpuk ini akan disalurkan? PR menuliskan bahwa Pemerintah Daerah tengah meneylenggarakan rapat-rapat darurat untuk membahas hal ini. TPA Cicabe ditunjuk sebagai TPA Super Darurat, yang akan digunakan sebagai tempat pembuangan sampah sementara. Sementara hingga kapan? Entah.

TPA Citatah saat ini tengah dipersiapkan untuk digunakan pada bulan Februari 2006 ini. Walaupun masih menyimpan berbagai konflik kepentingan dengan saratnya persoalan sosial dalam penunjukkan TPA ini, studi dam persiapan TPA Citatah terus dilakukan.

Pengomposan memang merupakan salah satu penyelesaian komprehensif bagi permasalahan sampah kota. Usaha-usaha diseminasi pembuatan kompos pada masyarakat luas harus dilakukan segera. Pengomposan memang sebuah keniscayaan.

01 January 2006

TPA Jelekong Tutup

Terhitung mulai 1 Januari 2006, TPA Jelekong ditutup. Sampah kota Bandung dan Cimahi tidak bisa lagi dibuang di TPA ini. Masalahnya adalah, belum ada TPA alternatif yang bisa digunakan oleh kota Bandung untuk membuang sampahnya yang saat ini berkapasitas 7500 m-kubik per hari. Warga di sekitar TPA Jelekong was-was dan khawatir jika sampah kota masih terus dibuang di TPA ini. Kekhawatiran itu beralasan jika melihat apa yang terjadi di Leuwigajah.

Pemerintah daerah kelimpungan, karena memang hingga kini belum ada tempat yang difinitif untuk digunakan sebagai tempat pengolahan (baca: pembuangan) sampah kota. TPA Citatah yang terletak di di Cipatat belum rampung dan sarat dengan konflik. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk melobi Kementerian Negara Lingkungan Hidup agar penggunaan TPA Citatah dapat direalisasikan secepatnya.

Memang, usaha pengomposan sampah organik oleh rakyat adalah sebuah keniscayaan.

Horizon

  • Potret Lingkungan Bandung 2005 :: LEUWIGAJAH menyejarah, rekornya kedua setelah TPA Payatas di Filipina yang menewaskan lebih dari 200 orang tahun 2000. Selain menelan korban 148 orang, TPA Leuwigajah juga menghancurkan 139 rumah. Longsor TPA pada 21 Februari lalu menjadi pintu masuk bencana lingkungan di Bandung dan kasusnya belum juga tuntas sampai sekarang. Waktu itu pemerintah betul-betul kalang kabut, ada yang saling lempar tanggung jawab, dan tampak dari putusannya yang tergesa-gesa dalam mengalihkan sampah ke sejumlah TPA, syahdan ke TPA yang sudah tak layak lagi beroperasi. Bersamaan dengan itu sampah menumpuk di berbagai sudut kota, tak hanya di TPS tapi juga di bak-bak sampah rumah warga.
  • Program Bandung Hijau Perlu Komitment Bersama :: BANDUNG, (PR).-Mewujudkan kondisi Bandung yang indah dan tertib menuntut komitmen dan konsistensi seluruh stakeholders. Dengan demikian, program penghijauan menjadi budaya seluruh elemen warga kota, sehingga penanaman pohon tidak hanya dilakukan pada acara seremonial.
  • Parahnya Kebisingan Kota Bandung :: Akibat bertambahnya jumlah kendaraan dan ketidakkonsitenan masterplan Pemkot Bandung, kebisingan di Kota Bandung semakin parah. Hal itu terbukti dengan meningkatnya mutu tekanan suara atau kebisingan di Kota Bandung hingga rata-rata di atas 70 dBA (desibel). Bahkan, kebisingannya cenderung terus meningkat hingga 2-3 dBA/tahun.
  • Meneruskan Nilai-Nilai Budaya Unggul :: Danny Setiawan - Aya mangsana datang, aya mangsana mulang; Datang jeung mulang pinasti kasorang; Taun dua rebu lima baris lekasan; Dua rebu genep rongheap datang; Pileuleuyan mangsa katukang; Bagea mangsa nu anyar datang.