26 April 2006

Buang Sampah Organik, Tahan Sampah Non-organik?

Simak himbauan Walikota Bandung, Dada Rosada, kepada masyarakat kota Bandung untuk turut serta membantu pemerintah untuk mengelola sampah kota yang menumpuk di mana-mana. Dada Rosada mengatakan bahwa sebaiknya masyarakat hanya membuang sampah organik saja, dan sedapat mungkin menahan sampah non-organik.


“Yang organik silakan buang ke TPS, tetapi yang nonorganik simpan saja dulu sebab saat ini kita masih belum bisa buang sampah ke TPA. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada warga yang telah berupaya mengolah sampah baik di rumah masing-masing ataupun di TPS-TPS,” ujarnya.
Oh, menurutku itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah pengelolaan sampah kota Bandung. Dada Rosada harus berani menghimbau masyarakatnya untuk sedapat mungkin mengolah dan mendaur-ulang sampah organik menjadi kompos, dan sedapat mungkin menahan sampah non-organik di rumah. Inilah saatnya, menurutku, momentum yang tepat untuk mengajar masyarakat bagaimana pengelolaan sampah yang tepat, yang saat ini telah menjadi green trend di negara-negara maju, pengomposan.

Percayalah, pengomposan adalah cara cerdas yang paling manusiawi dalam pengelolaan sampah.

Lokasi TPA yang Masih Tak Terpecahkan

Ada sementara pendapat yang menyatakan bahwa filosofi pengelolaan sampah di Bandung tersesat ke mana-mana. Saat ini, sampah yang ada ditampung, ditumpuk dan sudah. Celakanya, hingga saat ini Pemkab Bandung belum bisa menetapkan lokasi TPA pengganti TPA Cicabe yang telah ditutup beberapa waktu yang lalu. Simpang-siurnya dan betapa kompleksnya masalah pengelolaan sampah di Bandung ditangkap oleh Pikiran Rakyat dalam tulisannya yang dengan gamblang mengemukakan betapa birokrasi dan urusan manajemen sosial bukan barang mudah yang bisa dipecahkan.

DPRD Kab. Bandung akan menggunakan hak inisiatif supaya Pemkab Bandung menginisiasi rencana penentuan lokasi TPA yang dibutuhkan oleh Pemkot Bandung. “Selama ini kita hanya dijadikan objek oleh Pemkot Bandung,” kata anggota Komisi B DPRD Kab. Bandung, Triska Hendrawan, di Soreang, Selasa (25/4).
Pemkot? Pemkab? Entah, tapi sampah terus membumbung. Solusi harus ada, dan manusiawi.

Kumuh di Jalan Taman Sari - Ganesha

Mataku terbelalak ketika aku baru sadar bahwa dampak penutupan TPA Cicabe beberapa waktu yang lalu demikian cepat mengganggu sistem pengelolaan sampah kota Bandung. Jalan Taman Sari yang akhir-akhir ini selalu tampak asri, saat ini terganggu dengan mulai menumpuknya sampah di persimpangan Taman Sari - Ganesha. Tumpukan itu telah mulai mengganggu para pejalan kaki dan pengunjung Bank BNI dengan "semerbak" yang ditebarkannya. Bukan itu masalahnya. Kampus ITB yang tepat terletak tidak jauh dari lokasi itu kini terkesan kumuh. Lalat dan burng pemakan sampah berpesta dan menjadi pemandangan biasa di sekitar tempat itu. Realitas inilah yang harus dihadapi oleh masyarakat setempat dan orang-orang yang menjadikan tempat ini sebagai lokasi kerjanya.

Tunggu dulu, ITB kan punya Program Studi Teknil Lingkungan, atau bahkan Teknik Kimia dengan Pak Mubiar Purwasasmita-nya. Program Studi ini yang pada suatu waktu, dulu, mahasiswanya memiliki determinasi dan komitmen yang kuat akan masalah-masalah sosial. Aku bermimpi, bahwa HIMATEK (Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia) memiliki sebuah program sosial yang membina masyarakat setempat untuk membuat kompos. Kemudian program ini dapat didesiminasikan ke lingkungan tetangganya. Akan sangat indah jika program ini kemudian menjadi program percontohan bagi masyarakat Bandung lainnya.

Mimpi memang harus selalu indah.-

25 April 2006

U-Green ITB: BAKTI KAMPUS

U - G r e e n I T B
Sunken Court E-06
Institut Teknologi Bandung

Jln. Ganesha No. 10, Bandung

BAKTI KAMPUS
“3 G”
(Ganesha Global Greening)

PENDAHULUAN

Melihat kondisi lingkungan kampus yang kurang mencerminkan sisi intelektualitas civitas akademika ITB, maka kami sebagai komunitas yang peduli terhadap lingkungan, merasa tergerak untuk menyelenggarakan serangkaian acara yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan rasa cinta seluruh elemen kampus pada lingkungan.

U–GREEN ITB
Unit Greeneration (U - Green ITB) di Institut Teknologi Bandung yang merupakan wadah unit kegiatan mahasiswa yang baru terbentuk untuk menampung kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan hidup. U-Green ITB sendiri merupakan unit kegiatan mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang baru dibentuk dengan pengalaman dalam “Talk Show” ITB-KLCBS Peduli Bandung pada hari Sabtu, 11 Maret 2006 di Radio KLCBS.

DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan utama yang akan dilaksanakan dalam Bakti Kampus, 3G ini adalah pembersihan lingkungan kampus, penghijauan, peremajaan pohon, dan diskusi ingkungan di kampus ITB, dengan melibatkan seluruh elemen kampus ITB mulai dari mahasiswa, alumni, rektor, dosen dan pegawai.

Pada puncak acara dilakukan sebuah momen MoU, sebagai suatu momen kesepakatan warga ITB, bersama-sama menerapkan budaya bersih di kampus ITB dan sekitarnya.
Selanjutnya pengenalan unit baru U-Green pada seluruh civitas akademika ITB serta para volunteer yang berpartisipasi dalam kegiatan 3G ini.

WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Hari/Tanggal : Sabtu, 13 Mei 2006
Tempat : Kampus ITB
Jl. Ganesha 10, Bandung
Sekretariat U-GREEN ITB
Kampus ITB - Gedung Sunken Court E 06
Jl. Ganesha no. 10 Bandung

Informasi lebih lanjut hubungi :
Danang - 08121104182 ; Odang - 081809303300

Bagaimana Membuat Kompos?


Bau Tak Sedap di Jalan Pasteur - Bandung


Bau itu begitu mengejutkanku yang meliwati persimpangan jalan Pasir Kaliki - Pasteur, persis di bawah jembatan Pasupati. Bagaimana tidak, karena ketika kucari-cari, sumber bau itu tak kutemukan di sekitar itu. Aku mengelus dada, ketika tahu bahwa bau itu berasal dari tumpukan tinggi sampah kira-kira 500 meter (!!) dari Jalan Pasir Kaliki, persis di depan papan SMA Puragabaya, sekitar 10 meter dari jembatan penyebrangan yang sedang dibangun itu.

Tumpukan sampah di berbagai sudut kota kembali bermunculan membuat semua aparat kota deg-degan. Sebuah pertanyaan klasik yang terus singgah di kepalaku adalah, apa susahnya sih memasyarakatkan pembuatan kompos, atau secara sistematis dan terus menerus menghimbau masyarakat untuk mengurangi volume sampah yang dibuang? Ke mana saja kelompok intelektual kota Bandung yang katanya memiliki kredibilitas mumpuni untuk membelokkan pandangan masyarakat Bandung tentang sampah? Ke mana saja para mahasiswa yang menjadi ruh bagi gerakan moral masyarakat Bandung? Semuanya melempem!

Sedih juga kalau melihat bahwa Jalan Pasteur adalah pintu gerbang Bandung. Citra kota Bandung telah dipertaruhkan, persis di depan pintu gerbangnya sendiri.

Kota Cimahi Bersampah!

Jika anda berjalan-jalan ke Cimahi, tepatnya di Jalan Kolonel Masturi, belakang Mesjid Raya Cimahi, anda akan melihat tumpukan sampah menggunung yang telah 1 tahun tak tersentuh. Tumpukan sampah itu telah dianggap sebagai bagian dari ornamen kota. Sampah yang menggunung itu telah menghiasi seluruh sisi-sisi kehidupan masyarakat Jalan Kolonel Masturi Cimahi, padahal, duh, di dekat tumpukan sampah, ada beberapa kedia makanan yang masih terus beroperasi. Entah bagaiamana masyarakat bisa beradaptasi dengan lingkungan yang demikian.
Sebulan yang lalu, aku sempat tersenyum ketika melihat tumpukan sampah ini surut, karena terambil sebagian. Akhirnya, kataku dalam hati. Namun ternyata kegembiraanku saat itu hanya semu. Nyatanya, saat ini tumpukan sampah itu menggunung kembali dan hampir mencapai jalan utama. Baunya? Jangan ditanya!
Sedikit lebih ke atas, di Km 3, persis di depan Kompleks Perumahan DPRD, TPS berukuran kira-kira 5m x 5m sejak 6 bulan terakhir ini penuh dengan sampah yang saat ini telah luber ke luar TPS. Tidak ada tindak lanjut yang tampak untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh penduduk setempat. Yang paling mencengangkan adalah, para anggota dewan yang terhormat yang rumahnya persis di depan TPS ini sama sekali tidak terusik dengan pemandangan "indah" sehari-hari yang disuguhkan kepadanya. Sama sekali tidak ada
seruan untuk mengajak warga untuk tidak dengan semena-mena membuang sampah organik di TPS. Tidak ada sama sekali himbauan dari para anggota dewan yang terhormat ini untuk memperbaiki keadaan yang sudah tidak bisa diterima akal sehat lagi. Tidak, mereka tidak berbuat apa-apa!

17 April 2006

Bandung Berpotensi Kembali Menjadi Lautan Sampah

Dalam beberapa minggu ke depan, Bandung kembali berpotensi menjadi lautan sampah. TPA Cicabe telah tidak bisa menampung sampah Bandung yang terus diproduksi tanpa henti itu. Kenapa aparat dan seluruh strata masyarakat tidak melihat bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini yang paling masuk akal adalah mendaur ulang sampah? "Buatlah kompos!", demikian Pak Mubiar Purwasasmita selalu berteriak. Dan aku sangat setuju apa yang dipikirkan beliau!

Radio Delta FM dan Sampah Bandung

Hey, hari ini aku berbahagia sekali mengetahui bahwa salah satu Radio Nasional, Delta FM, mengetengahkan masalah sampah di Bandung. Ini adalah untuk pertama kalinya aku mengetahui bahwa sebuah media elektronik mengetengahkan sampah sebagai topik pembicaraannya. Mungkin aku agak kuper, karena hanya mengetahui sebuah radio saja yang telah mengetengahkan sampah sebagai topik pembicaraannya, namun sebuah langkah kecil telah dimulai. Sosialisasi masalah sampah memang tidak bisa dilakukan oleh orang per orang secara sporadis saja, namun urun rembuk dan peran serta para pewarta sangat diperlukan untuk menyadarkan masyarakat betapa rindunya kita akan kota yang indah, bersih dan bebas sampah.

13 April 2006

Kota Bandung Harus Siapkan TPS Baru

Wuah, baru kembali lagi setelah sibuk pindahan! Aku teukan sebuah artikel tentang masalah sampah di Bandung. Simak:

BANDUNG, (PR).-Menjelang penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cicabe, Jumat 14 April 2006, Pemkot Bandung diminta segera menyiapkan sejumlah tempat pembuangan sementara (TPS) baru, karena Kota Bandung belum juga mempunyai TPA baru.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Ir. Agus Rachmat, M.T., di Aula Barat Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Selasa (11/4).

Menurut Agus, dalam menangani persoalan sampah di Kota Bandung, khususnya menjelang penutupan TPA Cicabe pada 14 April nanti, dibutuhkan kesiapan Kota Bandung. Apalagi, Gubernur Jabar telah memberikan kesempatan kepada Pemkot Bandung untuk mencari lokasi pembuangan baru, mencari lokasi TPA, dan menjalin kerja sama dengan investor swasta. Namun, kaidah-kaidah aturan tetap harus diikuti.

"Apabila lokasi yang akan digunakan Kota Bandung itu di bawah 10 ha, ya cukup dengan UPL/UKL (Upaya Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan). Tapi, kalau lahannya di atas 10 ha, ya harus pakai amdal. Kalau hanya TPS, itu kewajiban penuh ada di kabupaten/kota, tapi kalau untuk TPA, itu jelas harus melibatkan provinsi," kata Agus.

Mengenai lokasi TPS baru, berdasarkan informasi yang diterima Agis, Pemkot Bandung telah memiliki 16 lokasi baru untuk TPS. Namun, ia tidak mengetahui lokasi itu. Jika ternyata lokasi TPS baru itu tidak ada, Pemprov Jabar harus mendorong Pemkot Bandung memperpanjang dan mengoptimalkan TPS yang ada.

Disebutkan pula, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Jabar telah mengusulkan kepada gubernur agar membantu pengadaan lima insinerator bagi Kota Bandung dan Cimahi. Keberadaan alat pembakaran sampah itu diharapkan bisa memperpanjang usia TPS yang ada di Kota Bandung.

Terbentur tender

Secara terpisah, Wakil Gubernur Jabar, Nu'man Abdul Hakim menjanjikan pembangunan TPA di Citiis, Kec. Nagreg, Kab. Bandung dipastikan terwujud, karena prosesnya tetap berjalan. Namun, pelaksanaannya terbentur regulasi. "Untuk pengelolaan sampah rumah tangga tetap jadi. Tapi, sekarang kena regulasi, karena memang aturannya harus melalui proses tender. Padahal, kita sudah MoU."

Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Jabar mengusulkan kepada pemerintah pusat agar investor yang sudah menjalin kerja sama dengan Pemprov Jabar mendapat poin pada saat tender untuk mempercepat penanganan sampah di Bandung Metropolitan Area (BMA). Alasannya, kapasitas TPA di Jabar, khususnya BMA sudah overload, baik itu TPA Leuwigajah, TPA Cicabe, maupun TPA Jelekong. Karena itu, dibutuhkan lahan baru untuk mempercepat penanganan sampah di BMA, yang jumlahnya mencapai 7.000 ton/hari. (A-136)***