30 July 2007

Operasi Sapu Jagat

Suatu pagi, saya berjalan-jalan bersama anjingku di hutan pinus di Cikole, di depan camping ground Cikole. Yang membuat saya berbunga-bunga adalah, kondisi hutan yang lumayan asri, dan lingkungan yang tidak banyak disentuh oleh pengunjung membuat segalanya tampak sempurna. Burung bernyanyi di atas pohon pinus yang rindang. Jalan setapak yang menghubungkan hutan ini ke daerah bagian selatan Tangkuban Perahu membuat saya dan Aita, nama anjingku, bersemangat untuk menelusurinya.
Saya memarkir mobil di depan pintu gerbang menuju Tangkuban Perahu, dan saya menerabas ke arah kiri, bejalan di antara pepohonan pinus yang rindang. Dan, ouch!, tiba-tiba mataku menangkap tumpukan sampah bekas kota-kota makanan yang dibuang oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Sayang saat itu saya tidak membawa kamera digitalku :(. Tumpukan sampah itu menggunung di sebelah kanan jalan setapak, mengotori lingkungan yang menurutku sangat indah itu. Mengapa ada saja orang-orang yang sangat tidak menghargai lingkungannya? Dengan jengkel, saya menendang sebongkah batu di dekat gundukan sampah, dan berteriak, "buusseeetttthhh!!!". Teriakan itu kemudian makin sering terdengar ketika saya menemukan tumpukan-tumpukan lain di lokasi lain. Ohhhhhh.....
Saat itulah, kemudian saya berjanji untuk melakukan operasi sapu jagat minggu depan. Saya akan membawa kantong plastik besar, tongkat berpaku untuk mengumpulkan plastik yang mengotori tempat itu, dan minyak tanah dan korek api untuk membakar sampah plastik yang mengotori tempat itu. Tunggu saja!

26 June 2007

Buatlah Kompos dari Sampah Rumah Tangga Anda

Berapa banyak sampah sih yang diproduksi oleh orang Bandung? Menurut beberapa sumber, laju produksi sampah kota orang Bandung saat ini telah mencapai 25 ton/jam. Sebuah angka yang menakutkan, memang!
Jadi, anjuran untuk mengurangi volume sampah harus kita perhatikan dengan serius. Anjuran ini disertai juga dengan kesadaran diri untuk tidak membuang sampah seenaknya. Yang paling sederhana adalah, mengapa kita tidak mengolah sendiri sampah yang seharusnya kita buang itu? Buatlah kompos. Jangan membuang sisa makanan.

23 June 2007

PLTSa: Maju Kena Mundur Kena

Lokasi geografis Bandung yang berada di "Cekungan Bandung" memberikan karakteristik khas. Hal ini kemudian memberikan beberapa konsekuensi tertentu bagi manajemen lingkungan kota Bandung. Dampak yang tidak menguntungkan dari sisi geografis ini telah mengubah cara pandang para praktisi teknologi proses dan pemerhati lingkungan bagi usaha-usaha pengembangan daerah.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi Kementerian Lingkungan Hidup Ir. Isa Karmisa Adiputra, kualitas udara di Cekungan Bandung telah begitu rendahnya, sehingga keasaman hujan di daerah ini telah sangat tinggi. "Bahkan, tingkat keasamannya sudah seperti orange juice," ujarnya. Menurut catatan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, pH air hujan di Bandung telah mencapai angka 3,85, padahal pH normal adalah sekitar 5,6 saja.
Hal ini semua disebabkan karena gas buang yang teremisikan ke udara tidak bisa lepas dari daerah ini karena kondisi geografis Cekungan Bandung yang memang dikelilingi oleh pegunungan. Kabut dan awan yang tetap berada di Cekungan Bandung yang disebabkan oleh emisi gas buang ini bahkan teramati oleh satelit. Artinya, emisi gas buang yang terperangkap di Bandung akan selalu berada di daerah ini. Jika laju penambahan emisi gas buang ini tidak dikurangi, konsentrasi emisi gas buang di Cekungan Bandung akan terus bertambah dan dapat mengakibatkan rusaknya iklim tradisional Bandung, bukan saja karena hujan asam dan polusi udara, tetapi juga niaknya temperatur global kota Bandung yang telah mulai terasa akhir-akhir ini.
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) memang akan dapat menanggulangi masalah sampah di kota Bandung. produksi sampah di kota Bandung telah mencapai angka 25 ton/jam, sebuah laju produksi akumulasi sampah yang memang harus segera diatasi. Apakah PLTSa adalah jawabannya?
Well, PLTSA juga ditengarai akan menambah parah kualitas udara yang telah saya uraikan di atas yang nota bene sudah parah ini. Dalam artikelnya, "PLTSa: Alternatif Solusi Masalah Sampah", Ari Darmawan Pasek mengatakan bahwa PLTSa telah digunakan di berbagai negara. Ia bahkan menunjuk beberapa negara maju yang telah memproduksi tenaga listrik dengan memanfaatkan PLTSa, seperti Belanda, Jepang, Amerika, Singapura, dan Malaysia. Dioxin yang dihasilkan dari unit PLTSa dikurangi hingga di bawah ambang batas, dan diemisikan ke udara. Kandungan dioxin yang teremisikan bisa mencapai 37 gram per tahun. So, menurut Ari, pasti amanlah.
Namun, Ari Darmawan Pasek lupa, bahwa kondisi geografis lokasi di mana unit PLTSa itu dibangun mungkin tidak sama dengan kondisi geografis Bandung. Lebih-lebih jika kita berbicara tentang Belanda dan Singapura yang topografi daratannya memang flat, tidak dikelilingi oleh pegunungan, sehingga gas buang tidak akan terakumulasi di areal ini. Sehingga, ketika kita berbicara masalah unit PLTSa di Bandung, unit ini akan menjadi sebuah monster penghasil dioxin yang secara perlahan-lahan akan mengurangi kualitas hidup di kota Bandung!
Apa itu dioxin? Menurut The Alliance For A Clean Environment:

The name of a group of persistent very toxic chemicals. Dioxin is the nastiest, most toxic man-made organic chemical;(dioxin's toxicity is second only to radioactive waste).

Dioxin Health Effects

  1. Dioxin is a powerful hormone-disrupting chemical. It exhibits serious health effects when it reaches as little as a few parts per trillion in your body fat.
  2. There is NO "threshold" dose - the tiniest amount can cause damage, and our bodies have no defense against it.
  3. Dioxin modifies the functioning and genetic mechanism of the cell by "attaching" to a protein in the cell, much like a key fitting into a lock.
  4. Dioxin accumulates in the fat cells. It is not metabolized by humans.
  5. Dioxin causes a wide range of effects: potent cancer causing agent; damages the immune system, leading to increased susceptibility to infectious disease; reproductive and developmental effects; miscarriages and birth
    deformity; and Nervous System Disorders.
Sebuah dilema yang harus kita pikirkan bersama. Namun, jika saya ditanya masalah ini, saya akan menjawab bahwa saya menginginkan Bandung yang tetap asri; Bandung yang bebas dari masalah sampah dan dioxin. Mungkinkah? SANGAT MUNGKIN!

21 June 2007

Hingar Bingar PLTSa

Sejak digelindingkannya ide Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), yang akan diadopt oleh Bandung, hingar bingar PLTSa telah menjadi pokok pembicaraan para praktisi rekayasa (minimal) di Bandung. Berikut beberapa remah-remah yang mungkin menarik untuk disimak:

  • Amdal PLTSa Perlu Libatkan Masyarakat :: BAK halilintar di hari terang muncullah berita pada "PR" terbitan 5 Juni 2007, halaman 2: "Dada Ngotot PLTSa Dibangun Juli". Inti berita ialah Pak Wali Kota minta agar tim feasibility study (FS) ITB secepatnya menyelesaikan Amdal sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dapat mulai dibangun bulan Juli, minimal peletakan batu pertamanya.
  • Risiko PLTSa :: PROFESOR Tchobanoglous, pakar persampahan di Universitas California, Amerika Serikat menulis: unfortunately, few of the full-scale plants that have been built have proved to be successful. Although economic has been the major reason for their demise, some energy-conversion plants have failed because of technical difficulties.
  • PLTSa: Alternatif Solusi Masalah Sampah :: PEMBANGKIT Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), ”sanitary landfill, composting”, atau 3R merupakan alternatif teknologi penanganan sampah yang keberhasilan implementasinya bergantung tidak hanya pada aspek keunggulan teknologi masing-masing tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek lainnya seperti aspek ekonomi, politik, sosial, dan legal.
  • PT BRIL Buka Peluang Warga Bekerja di PLTSa :: Meski operasional pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di wilayah Gedebage, Kota Bandung, berbasiskan teknologi tinggi, PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL), membuka peluang bagi warga sekitar untuk bekerja di lingkungan PLTSa berkapasitas 7 megawatt itu.
  • Ratusan orang berunjuk rasa tolak pembangunan PLTSa :: Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Bandung, ITB, dan Gedung Sate, Senin (30/4).
  • Demo Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ke ITB :: Senin, 30 april 2007 momen sejarah yang tidak bisa dilupakan buat ITB. Hari itu masyarakat mendemo ITB tentang rencana pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
  • Aliansi Rakyat Tolak PLTSa Datangi ITB :: Sekitar 300 warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak PLTSa dan Koalisi Masyarakat Bandung Bermartabat mendatangi DPRD Kota Bandung dan DPRD Jawa Barat, Senin (30/4). Mereka menolak rencana pembangunan PLTS di dekat permukiman.
  • KNPI Kab. Bandung Dukung PLTSa Gedebage :: Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Kab. Bandung secara tegas mendukung rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang akan dibangun Pemkot Bandung di daerah Gedebage.
  • Walikota Bandung Bersyukur Masyarakat Mulai Menerima Rencana Pembangunan PLTSa

Stasiun Kereta Api Bandung

Jika anda datang ke Bandung dengan Kereta Api dari Jakarta, sekitar 300 meter sebelum masuk stasiun Bandung, di sebelah kanan rel kereta api terdapat TPS yang penuh dengan onggokan sampah yang, duileh baunya!. Sampah ini telah beberapa hari ini terakumulasi sehingga benar-benar merusak pemandangan. bukan saja tidak sehat, tetapi juga aneh, karena tidak jauh dari sana terdapat pusat perbelanjaan yang relatif anyar, (....hyperpoint?) saya lupa namanya.
Kok bisa ya, tempat yang seyogyanya dipelihara kebersihannya, karena nota bene stasiun KA adalah pintu gerbang bagi personifikasi Bandung, yang secara langsung menggambarkan bagaimana masyarakat Bandung memperlakukan kotanya. Orang luar yang datang ke Bandung dengan menggunakan kereta api, ketika melihat situasi ini, akan berpikir, "Buset! Ngapain aku ke Bandung?"

20 June 2007

Bebersih

Swiiirrr, tiba-tiba truk sampah berbau busuk meliwati saya. Saya yang sedang mengendarai sepeda motor tak bisa tidak, menghirup udara busuk yang ditinggalkan truk sampah yang penuh dengan sampah busuk kota Bandung. Dengan terpaksa, saya harus menghentikan sepeda motor saya di sebuah lokasi yang enak, untuk sekedar memberikan waktu yang cukup agar truk sampah itu cukup jauh, sehingga bau busuk tidak lagi menyengat.
Memang, akhir-akhir ini, TPS-TPS tampak bebenah. Sampah yang beberapa waktu yang lalu memenuhi tempat ini, mendadak menghilang. Suasana yang agak manusiawi mendadak hadir di sekitar masyarakat Bandung. Sampai kapan? Entah. Yang pasti, pembersihan ini seyogyanya harus disertai dengan kampanye masif kepada seluruh masyarakat Bandung, bahwa aktivitas reduce, reuse dan recycle sampah memang memerlukan kesadaran komprehensif. Sampah kota yang telah berjubel, memang harus mendapatkan perhatian khusus. Walaupun TPS Jalan Bengawan, misalnya, saat ini telah mulai ramping, masyarakat sekitarnya saya yakin masih berpikiran apatis. Sampai kapan previllage mendapat udara bersih ini dapat dinikmati oleh mereka? Sekali lagi, entah. Ketidak pastian yang sudah menjadi ciri hidup masyarakat Indonesia.
Ooopps, saya sudah terlambat, dan harus segera ngeloyor lagi.

15 June 2007

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Tabik kepada Prof Otto Soemarwoto, karena tulisan beliau saya copy bulet-bulet ke blog saya. Hal ini karena apa yang dikemukakan oleh beliau harus saya sosialisasikan kepada seluruh pemerhati sampah di Bandung. Simaklah:

Amdal PLTSa Perlu Libatkan Masyarakat
Oleh PROF. OTTO SOEMARWOTO

BAK halilintar di hari terang muncullah berita pada "PR" terbitan 5 Juni 2007, halaman 2: "Dada Ngotot PLTSa Dibangun Juli". Inti berita ialah Pak Wali Kota minta agar tim feasibility study (FS) ITB secepatnya menyelesaikan Amdal sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dapat mulai dibangun bulan Juli, minimal peletakan batu pertamanya.
Sebelumnya saya mohon maaf kepada Pak Wali Kota jika ada hal-hal yang tidak berkenan di hati Pak Wali Kota. Saya bukan oponen Pak Wali Kota. Bahkan dapat dikata pendukung, meskipun diam-diam, tidak vokal. Saya melihat ada keseriusan pada Pak Wali Kota dalam menangani Kota Bandung yang kita cintai. Dulu sewaktu Pak Wali Kota diangkat menjadi wali kota, sebagian besar jalan di Bandung rusak berat. Kini, telah dapat diubah menjadi sebagian besar baik. Taman baru mulai dibangun. Akan tetapi, saya terkejut dengan berita tersebut.
Fungsi Amdal adalah bagian studi kelayakan yang melibatkan masyarakat, khususnya kelayakan lingkungan hidup. Setelah draf Amdal selesai, masyarakat diberi kesempatan untuk mempelajari draf tersebut dan memberikan pendapatnya, termasuk pendapat menolak. Jadi, draf itu belum tentu diterima meskipun ITB yang membuatnya.
Jika tim Amdal jujur, tim harus berangkat dengan niat apakah PLTSa itu layak lingkungan hidup. Jadi, tidak boleh ditentukan dulu bahwa PLTSa itu layak lingkungan hidup. Bisa ya, bisa tidak. Bisa juga layak dengan syarat tertentu. Syarat itu dapat teknis mesin PLTSa, dapat juga syarat sosial- budaya-ekonomi. Amdal yang baik mencakup studi sosial budaya-ekonomi masyarakat sebagai bagian integral studi. Tidak perlu ada studi sosial-budaya-ekonomi khusus.
Studi dimulai dari apa tujuan PLTSa. Sebagai alternatif tunggal ataukah sebagai sebuah komponen dalam pengelolaan sampah? Jika sebagai komponen, bagaimana kedudukannya dalam sistem pengelolaan sampah? Dari segi teknis, adakah jaminan tidak akan terbentuk dioksin, juga bila ada gangguan mesin? Bahan pembentuk dioksin ada dalam sampah, yaitu plastik. Bahan organik tumbuhan juga dapat membentuk dioksin. Dioksin itu kontroversial, meskipun semua orang setuju, dioksin adalah toksik. Kontroversinya ialah ada yang menyatakan karsinogenik dan tidak ada batas aman (no safe level). Kadar sangat rendah pun sangat berbahaya. Ada yang menyatakan, di bawah kadar tertentu, dioksin tidak berbahaya. Pemerintahan di Eropa dan Amerika Serikat mengambil sikap prinsip kehati-hatian (precautionary principle).
Jika ada dioksin, meskipun dalam kadar sangat rendah, pabrik ditutup. Sewaktu pakan ternak di sebuah negara di Eropa terkontaminasi dioksin, semua hasil peternakan (susu, keju, dll.) Eropa harus ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Indonesia termasuk negara yang terkena dampak ini.
Dioksin bukan satu-satunya zat pencemar yang terbentuk. Amdal harus menyajikan zat apa saja yang terbentuk mulai dari pengumpulan sampah sampai pembakaran. Jadi, mulai dari dalam air lindi, pengumpulan sampah, sampai pada yang ada dalam asap yang keluar dari cerobong asap. Bagaimana pengolahan air lindi dan air buangan pada umumnya? Ke mana dialirkan?
Siapa dan di mana mereka yang akan terdedah (exposed) pada air buangan dan air lindi? Mesin akan membutuhkan air. Dari mana air akan diambil? Dari sungai atau/dan dari tanah? Akankah terjadi persaingan air antara pabrik dan penduduk di sekitar pabrik serta di cekungan Bandung pada umumnya? Yang keluar dari cerobong asap ke mana distribusinya?
Kerusakan mesin selalu dapat terjadi. Juga selalu ada kemungkinan terjadi kecelakaan. Jika mesin rusak atau ada kecelakaan, zat berbahaya apa yang dikeluarkan ke lingkungan hidup? Siapa yang terdedah, di mana dan berapa banyaknya? Apa yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit untuk menangani keadaan darurat, termasuk persiapan paramedis, dokter, dan peralatannya untuk menangani keadaan darurat itu?
Misalnya, jika terjadi ledakan yang menyebarkan dioksin, rumah sakit, paramedis, dan dokter, harus tahu tindakan apa yang harus diambil. Jadi, Amdal harus mengkaji tindakan darurat apa yang tersedia untuk mengatasi masalah ini? Jangan sampai terjadi seperti di Bhopal, India. Rumah sakit, paramedis, dan dokter, kebingungan, tindakan apa yang harus diambil terhadap para korban kebocoran zat racun dari pabrik.
Terdapat pula kemungkinan ada hambatan dalam pengangkutan sampah. Misalnya, karena unjuk rasa penduduk. Atau karena banjir. Bandung adalah daerah rawan banjir. Mungkin juga karena cash flow pemilik pabrik terganggu. Jika terjadi hambatan dan sampah menumpuk di Bandung, adakah tindakan darurat untuk mengatasi penumpukan sampah, sehingga Bandung tidak menjadi kota terkotor lagi? Kecuali malu, juga tidak nyaman dan tidak sehat, karena bau dan lalat.
Contoh di atas bukanlah daftar isi lengkap Amdal. Hanya sekadar ilustrasi. Masyarakat berkepentingan. Oleh karena itu, masyarakat harus diminta pendapatnya tentang draf Amdal. ITB tidak dapat dipesan untuk membuat Amdal yang menyatakan PLTSa itu layak lingkungan hidup. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) kota dan provinsi pun tidak dapat dipesan untuk menyetujui draf Amdal ITB yang diajukan padanya.
Saya sebutkan juga BPLHD provinsi, karena emisi pabrik tidak terbatas di Kota Bandung, melainkan juga Kabupaten Bandung. Bahkan dapat lebih luas, tergantung dari kekuatan dan pola angin. Air lindi dan buangan distribusinya mungkin juga tidak terbatas pada wilayah Kota Bandung. Masyarakat tidak pula dapat dipesan untuk menyatakan bahwa PLTSa adalah layak lingkungan hidup, agar bulan Juli peletakan batu pertama dapat dilakukan.
Amdal bukanlah penghambat pembangunan. Amdal, BPLHD, dan masyarakat, juga tidak dapat dipesan untuk tidak menyetujui PLTSa. Fungsi Amdal ialah untuk membantu mencapai hasil pembangunan yang optimal dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Amdal yang baik tidaklah mudah. Prosesnya juga panjang. Kecuali, memang kalau mau dipesan dan diatur bahwa Amdal itu sekadar untuk membenarkan PLTSa. Ini dapat cepat, tapi berbahaya.
Sekali lagi Pak Wali, saya bukanlah oponen Bapak. Artikel ini mohon dianggap sebagai masukan bagi Bapak. Juga bagi masyarakat untuk mengetahui hakikat dan fungsi Amdal. Upami aya kalepatan, mugi dihapunten. ***
Penulis, Guru Besar (Emeritus) Unpad, pakar ekologi.

Konsern

Pada dekade terakhir ini, perhatian kita pada praktek-praktek pembuangan limbah, baik tiu limbah industri, maupun limbah rumah tangga yang dimanifestasikan oleh limbah kota, telah meningkat dan menjadi semacam gerakan laten yang diterima ataupun tidak, menasional. Pengaruh dari tekanan ini telah menjadi sebuah kerangka penting dalam mengembangkan manajemen sampah, terutama manajemens ampah kota Bandung. Namun tampaknya, pemerintah kota masih mencoba untuk mengambil langkah sophisticated dan masih mengenyampingkan cara-cara tradisional dan berdana rendah dalam mengelola sampah. Landfill masih menjadi primadona pengelolaan sampah di Bandung, walaupun wacana ke arah penerapan pembakaran langsung (dengan unit incineratori) telah mengemuka. Beberapa studi dan proposal penelitian yang menggunakan cara-cara "baru", seperti studi minimisasi sampah sejak awal, penggunaan kembali sampah, perlakuan fisik/kimia/biologi, stanilisasi kimia/metoda solidifikasi, mulai dilirik oleh para pakar/ilmuwan yang konsern terhadap masalah sampah yang dihadapi oleh Bandung. Maraknya studi-studi seperti ini, membuka peluang pengembangan dan pembangunan proses pembelajaran masayarakat secara desentralisasi. Masalah sampah, memang konsern kita semua.

08 June 2007

Revitalisasi TPA Bandung dan Konsep Pengelolaan Sampah Bandung

Pemerintah Kota Bandung berencana untuk melakukan revitalisasi TPA Sari Mukti yang terletak di Kecamatan Cipatat, kabupaten Bandung. Revitalisasi ini berupa perbaikan infrastruktur dan pebangunan fasilitas pembuatan kompos di areal TPA. Proses revitalisasi ini akan berlangsung selama 3 tahun. Anggaran yang disediakan dari APBD sekitar 22 milyar rupiah. Sebuah langkah kongkrit yang menggembirakan. Apalagi jika revitalisasi ini juga akan meliputi perbaikan dan pembangunan fasilitas pengelolaan sampah modern di TPA Leuwigadjah.
Namun sebenarnya yang lebih penting adalah, bagaimana Pemerintah memberikan ruang kepada proses pendidikan manajemen sampah sederhana kepada seluruh masyarakat, sehingga filosofi reduce, reuse dan recycle menjadi pola hidup masyarakat yang mengakar. Karena selama ini, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah terkesan setengah-setengah. Tidak ada usaha masif yang menusuk dalam kepada perubahan pola pikir secara kolektif.
Gambar di atas saya curi dari Pikiran Rakyat. Pengelolaan sampah di Bandung masih terus mengandalkan usaha-usaha tradisional yang mengedepankan pemerintah sebagai ujung tombaknya. Pengelolaan sampah tidak dimulai dari akar rumput, tidak ada usaha-usaha pengelolaan sampah dalam skala rumah tangga. Mungkin sudah saatnya setiap individu komponen masyarakat mulai menyadari bahwa pengelolaan sampah di skala rumah tangga merupakan konsep progresif yang secara langsung dapat mengatasi masalah makro pengelolaan sampah di Bandung.

Lagi-lagi Insinerator

Mumpung saya sedang berbicara tentang insinerator, saya menemukan sebuah penelitian tentang insinerator kaitannya dengan aspek perancangan di Digilib ITB. Penelitian ini berjudul ARSITEKTUR PERALATAN INSINERATOR SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH YANG DISESUAIKAN DENGAN KONDISI KOTA BANDUNG, yang dilakukan oleh Sdr. Lukman Abdurachman dari Teknik Sipil ITB.

Simak:

Sampah perkotaan merupakan masalah besar bagi pemerintah kota, karena jurnlahnya terus bertambah sesuai pertumbuhan penduduk, sedangkan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) semakin terbatas. Data Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung tahun 2004 menunjukkan jumlah sampah sekitar 7500 m3/hari, atau setara dengan 1875 ton/hari (dengan asumsi berat jenis sampah sebesar 0.250 ton/m3)
Tahun 2003, BPPT melalui Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan membuat metoda pengelolaan sampah terpadu, dengan rnelakukan proses daur ulang untuk sampah anorganik dan pengkomposan untuk sampah organik, sehingga sisa sampah setelah proses tersebut sebesar 18% atau setara dengan 1350 m3/hari (337.5 ton/hari).
Sisa sampah dapat direduksi lagi untuk menghilangkan sampah secara total dengan menggunakan mesin insinerator, sebagai proses reduksi volume sampah yang paling efektif, yang dapat membakar sampah padat menjadi abu sehingga volumenya tereduksi mencapai 10-20%
Penelitian ini difokuskan pada desain peralatan insinerator yang sesuai dengan kapasitas sampah Kota Bandung yang mampu memenuhi tantangan claim hal kualitas produk yang terkait erat dengan kebutuhan konsumen (customer needs), desain peralatan dengan kualitas yang baik, serta biaya investasi yang diperlukan.
Perhitungan secara kuantitatif menggunakan analisa konjoin sebagai alat pengukuran konsumen, analisis klaster sebagai alat pengelompokan konsumen, Quality Function Deployment sebagai alat untuk menghasilkan nilai target spesifikasi karakteristik teknis, serta metode Pengembangan Produk Generik dalam penentuan arsitektur produk.
Hasil penelitian menunjukkan peralatan insinerator yang layak digunakan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah 5 buah insinerator dengan kapasitas masing-masing sebesar 80 ton perhari. Biaya investasi untuk membuat satu buah incinerator tersebut sebesar Rp. 9.822.000.000,- dengan biaya operasional sebesar Rp. 3.000.000,- perhari.

05 June 2007

Insinerator Cocok bagi Pengelolaan Sampah Bandung?

Kalau anda ke Bandung lewat jalan tol Pasteur, sekitar 1 km dari pintu tol, di sebuah TPS di sebelah kiri jalan tol terdapat sebuah insenerator yang akhir-akhir ini bekerja secara terus menerus. Asap tebal mengepul dari bagian atas insenerator, putih kehitaman, menarik perhatian pengemudi yang kebetulan meliwati ruas jalan tol itu.

Insenerator memang sempat menjadi salah satu opsi unit pengelolaan sampah di Bandung. Sampah dibakar, volumenya menyusut atau bahkan hilang, masalah penumpukan sampah terselesaikan. Bahkan ada yang kemudian dilengkapi dengan unit pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan panas hasil pembakaran sampah itu. Namun, sekali lagi, benarkah pengelolaan sampah dengan membakarnya di insenerator adalah opsi yang baik untuk Bandung?

Banyak yang melihat bahwa proses ini adalah solusi yang baik. Sampah hilang, dapat listrik. Namun para pakar lingkungan justru mempertanyakan proses ini. Emisi gas yang ditimbulkannya akan menjadi masalah besar bagi Bandung yang nota bene terletak di cekungan Bandung. Gas buang yang teremisikan dari unit-unit pembakar sampah ini tidak akan pernah hilang dari atmosfir kota Bandung Raya. Dan emisi gas itu akan membentuk lapisan rumah kaca yang akan secara progresif meningkatkan temperatur ambien.
Perdebatan tentang hal ini masih terus berlangsung, dan hingga sekarang belum ada titik temu bagaimana sebaiknya Bandung bersikap.

31 May 2007

Flickr

This is a test post from flickr, a fancy photo sharing thing.

Pengelolaan Sampah Bandung oleh Luar Negeri?

Saya sempat termenung ketika membaca bahwa pengelolaan sampah Bandung kemungkinan besar akan dilakukan oleh perangkat luar negeri. Sudah sedemikian tidak dipercayakah SDM dalam negeri oleh pemerintah daerah Jawa Barat sehingga pengelolaan sampah Bandung harus dilempar ke luar negeri? Masih belum cukupkah bukti-bukti yang saya kemukakan di blog ini, sehingga Pemerintah Kota Bandung masih perlu mencari solusi ke luar negeri?
Saya sempat berdiskusi dengan pakar lingkungan dari ITB, Dr. Retno Gumilang Dewi, seorang pengajar Program Studi Teknik Kimia ITB, bahwa yang diperlukan oleh Bandung saat ini hanyalah berusaha berbicara dengan kepala dingin dan bersih untuk mencari solusi yang cocok untuk Bandung. Menurutnya, kalau Padang bisa, mengapa Bandung kok susah banget?

24 May 2007

Kesepakatan Pengelolaan Sampah di Bandung?


BANDUNG, (PR).-
Pemprov Jabar memberi waktu hingga 30 Mei 2007, agar pemerintah kabupaten/ kota di Cekungan Bandung kembali sepakat pada komitmen awal pengelolaan sampah bersama. Dengan demikian, awal Juni mendatang sudah ada aksi di TPA Leuwigajah.

Demikian ditegaskan Wagub Jabar Nu’man Abdul Hakim, di ruang kerjanya, Jln. Diponegoro Bandung, Senin (21/5). ”Sampah harus dikelola semua stakeholders, karena itu semua harus bersatu. Kita tawarkan, mau enggak komitmen dijalankan lagi. Kalau semua sepakat, mulai 1 Juni sudah ada aksi, minimal dilakukan feasibility study (FS),” katanya.

Analisis Teknologi Ekonomi, dan Sosial Industri Informal Daur Ulang Sampah di Kota Bandung

Berikut adalah sebuah abstrak penelitian bagaimana mahasiswa ITB ngeh terhadap permasalahan sampah di kota Bandung. Adalah Bainah Wati, seorang mahasiswa Departemen (sekarang Program Studi) Teknik Industri - ITB yang melakukan penelitian ini, yang berjudul "Analisis Teknologi Ekonomi, dan Sosial Industri Informal Daur Ulang Sampah di Kota Bandung". Tanpa minta ijin kepada penulisnya, dan pembimbingnya, saya beranikan diri saja mempublish abstrak penelitiannya. Simaklah.

Sejak jaman kehidupan primitif, manusia dan hewan telah menggunakan sumber daya alam bumi ini untuk mendukung kehidupannya dan untuk membuang sampah. Alam memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar, menyerap, menetralkan, menguraikan, dan cara-cara lain untuk mengurangi akibat pencemaran di udara, air, dan tanah. Tetapi sejak terjadinya ketidak-seimbangan ekologi sebagai akibat pembuangan sampah yang melebihi ambang batas kemampuan alam untuk mengolahnya dan menjadikan kemampuan alam untuk mengolah sampah ini sangat berkurang, manusia sebagai penghasil sampah terbesar harus turun tangan untuk mengelola sampahnya agar tertangani dengan baik.
Strategi pengelolaan sampah harus merupakan strategi yang dimulai pada tempat di mana sampah dihasilkan sampai tempat di mana sampah diolah dan dibuang. Minimasi sampah dapat dilakukan melalui upaya 3R, yaitu Reduce (mengurangi sampah yang dihasilkan), Reuse (menggunakan kembali barang yang masih berguna), dan Recycle (mendaur ulang sampah menjadi produk baru).
Daur ulang merupakan faktor penting dalam membantu mengurangi permintaan terhadap sumber daya dan sekaligus mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (landfill). Daur ulang memiliki potensi yang besar untuk mengurangi timbulan sampah secara berarti dan dengan demikian juga mengurangi biaya untuk transportasi, pengolahan, dan pembuangan akhir. Keuntungan daur ulang juga diperoleh dari nilai produk hasil daur ulang itu sendiri.
Potensi daur ulang belum sepenuhnya terwujud karena berbagai permasalahan, baik dari segi teknis operasional, ekonomi, teknologi, regulasi, serta kondisi sosial masyarakat. Agar permasalahan tersebut dapat terpecahkan, persoalan harus didudukkan dalam kaitan dengan pihak atau pelaku yang terlibat dalam sistem pengelolaan sampah dan hubungan di antara para pelaku tersebut.
Penelitian dilakukan terhadap industri informal daur ulang sampah dan rumah tangga di kota Bandung. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi, kuesioner, dan wawancara. Responden yang dilibatkan meliputi : pemulung, lapak, dan bandar - baik di TPA maupun di daerah permukiman - sebagai pelaku industri informal daur ulang sampah; praktisi dan institusi yang terkait dengan pengelolaan sampah perkotaan; serta 400 rumah tangga se-kota Bandung sebagai pihak penghasil sampah utama.
Daur ulang merupakan cara pengelolaan yang paling optimal sekaligus menjadi usaha yang layak secara ekonomis di tingkat informal. Daur ulang ini akan berjalan secara maksimal jika ditunjang oleh pemilahan sampah di sumber (source separation) yang baik dan benar, sekaligus dimantapkan dengan sistem pengelolaan sampah formal yang mendukung, termasuk dari segi dasar hukumnya.

Bahan Bakar dari Sampah

Sebuah studi tentang bagaimana mengkonversi sampah menjadi bahan bakar cair diam-diam tengah dilaksanakan di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia ITB. Proses ini dikenal dengan nama pirolisis, sebuah proses pembakaran/pemanasan bertemperatur tinggi tanpa oksigen.
Sebuah reaktor laboratorium yang dilengkapi dengan pengendali laju alir dan pengendali temperatur dipasang di sebuah sudut ruangan itu. Serbuk gergaji dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian reaktor dibilas dengan nitrogen. Ketika seluruh oksigen yang ada telah terusir, pemanasanpun dimulai. Temperatur reaktor berangsur-angsur menaik hingga mencapai 600 oC, ....dan tidak lama kemudian muncul cairan berwarna coklat tua dari bawah reaktor. Minyak!
Cairan itu terbakar ketika dibakar. Awesome!

15 May 2007

Sampah Tak Terangkut

Saat ini, terlihat sampah menumpuk di baerbagai sudut kota. Walaupun tak banyak, penumpukan sampah itu telah mulai menohok mata dan mengganggu aktivitas masyarakat sekitarnya. Penumpukan sampah telah mulai terlihat di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) Taman Sari (dekat ITB), TPS Gunung Batu, TPS oloner Masturi Cimahi, dan STP Jalan Bengawan. Kalau melihat dari volume penumpukan yang telah terjadi, aku yakin bahwa penumpukan tersebut juga terjadi di TPS-TPS lainnya.

Tahu enggek, sampah di RT-ku tidak terangkat oleh PD Kebersihan sejak seminggu yang lalu!

27 April 2007

HIMATEK Melakukan Penyuluhan Pembuatan Kompos

Menyambung tulisanku beberapa waktu yang lalu, kali ini aku ingin membagi pengalaman yang diperoleh oleh adik-adik mahasiswa dari HIMATEK ketika mereka melakukan penyuluhan membuat kompos.

"HIMATEK UNTUK MASYARAKAT", adalah sebuah kegiatan penyuluhan dari para mahasiswa Teknik Kimia ITB kepada masyarakat Cisitu (RW 11, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong). kegiatan ini dimaksudkan untuk memberi penyuluhan kepada masyarakat pentingnya mengolah sampah rumah tangga secara mandiri. Dalam kegiatan ini, penyuluhan hanya difokuskan pada bagaimana cara mengolah sampah organik menjadi kompos. Kegiatan ini diadakan pada hari minggu, 26 November 2006.
Pada hari itu, tepat jam 10 pagi, para mahasiswa yang telah diberikan bekal pengetahuan penyuluhan tentang bagaimana cara mengolah sampah organik menjadi kompos mulai memberikan penyuluhan kepada tokoh masyarakat dan ketua RT. Metoda penyuluhan secara selektif ini dilakukan karena keterbatasan tempat dari tempat terselenggaranya acara.

Penyuluhan dilakukan dengan penjelasan kepada masyarakat mengenai masalah bersama kota Bandung tentang Penumpukan Sampah, kemudian tentang cara menanggulangi sampah organik rumah tangga yang dapat terdegradasi secara alami dalam waktu cukup singkat. Masyarakat diajarkan untuk memilah sampah rumah tangga mereka sendiri, selanjutnya sampah organik dimasukkan ke dalam suatu tempat khusus yang sudah disediakan yang disebut sebagai Bioreaktor Kompos. Prinsip kerja dari bioreaktor cukup mudah yaitu dengan memanfaatkan reaksi pembusukan secara alami pada sampah organik dengan bantuan bakteri. Diperlihatkan pula kepada masyarakat bahwa biaya produksi dan operasional bioreaktor ini sangat murah, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Yang sangat menggembirakan adalah respon masyarakat Cisitu terhadap kegiatan ini sangat positif. Antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan ini terlihat dari kesungguhan masyarakat dalam mengikuti acara ini sejak awal hingga berakhir.

Acara penyuluhan ini dilanjutkan dengan pemasangan 20 bioreaktor di dalam 20 rumah yang telah ditunjuk sebelumnya oleh Ketua RW 11. Bioreaktor dan seluruh kegiatan ini diadakan secara cuma-cuma oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB (HIMATEK – ITB), sebagai wujud kepedulian terhadap masalah sampah yang terjadi di Bandung akhir – akhir ini. Dana untuk kegiatan ini merupakan swadaya dari staf pengajar Teknik Kimia ITB dan HIMATEK – ITB. Rumah – rumah dipilih sedemikian rupa agar tersebar secara merata di RW 11. Secara berkala, mahasiswa Teknik Kimia ITB akan terus memantau kegiatan ini. Satu kali dalam seminggu mahasiswa melakukan kunjungan untuk memonitor dan mengevaluasi proses pembinaan masyarakat. Masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mengoperasikan reaktor kompos ini dapat langsung bertanya dan mendapatkan solusinya pada saat kegiatan monitoring ini. Ketua RW 11 Cisitu sebagai wakil dari masyarakat setempat berharap agar kegiatan – kegiatan seperti ini dapat berlangsung bukan hanya di daerah RW 11 tetapi juga di RW – RW lainnya mengingat masalah sampah yang belum tertangani secara menyeluruh. Sejalan dengan hal itu, Departemen Teknik Kimia FTI ITB berharap kegiatan sosial seperti ini dapat terus berlangsung untuk membuktikan eksistensi mahasiswa di dalam masyarakat.

Rudi, ketua panitia, mengaku bahwa persiapan dari kegiatan ini tidak main – main. Beberapa bulan sebelum kegiatan ini berlangsung telah diadakan penelitian terhadap bioreaktor ini dan hasil yang dicapai cukup memuaskan. Rudi menambahkan bahwa pelatihan – pelatihan mengenai penggunaan bioreaktor kompos juga dilakukan untuk memastikan bahwa penyuluh memiliki pengetahuan yang cukup agar dapat menjelaskan dengan baik kepada masyarakat. Secara khusus, antusiasme mahasiswa terhadap kegiatan ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa yang mendaftar untuk turut serta sebagai penyuluh dalam acara ini, terutama mahasiswa termuda dari angkatan 2006.

Masalahnya sekarang adalah, bagaimana agar kegiatan ini menjadi sustain, berkelanjutan. Mahasiswa harus diberi motivasi agar determinasi yang telah ada dijaga dan dikembangkan. Critical mass yang berasal dari kampus ini harus didaya-gunakan, sehingga kesadaran akan pengelolaan sampah secara mandiri merupakan kebudayaan luhur yang harus dikembangkan. Bersih, sehat dan cool.

25 April 2007

Sampah Kota: Dibuang Menjadi Masalah, Disimpan Menambah Masalah, Hendaknya Diolah Hingga Tuntas

Judul makalah yang ditulis oleh Dr. Mubiar Purwasasmita ini memang panjang, tapi komprehensif. Berikut prolognya:

Sudah sejak lama prestasi kerja pengelolaan sampah selalu menjadi ukuran tak terbantahkan untuk menunjukkan baik buruknya manajemen pengelolaan suatu kota, kantor, kampus, sekolah, bahkan sebuah keluarga sekalipun. Sehingga longsornya bukit sampah di TPA Leuwi Gajah mengubur lebih dari 150 penduduk Kp Cilimus dan Kp Cireundeu hingga tewas sungguh merupakan peristiwa paling memilukan sepanjang sejarah pengelolaan sampah kota yang saya ketahui. Penyebabnya jelas merupakan akumulasi dari berbagai langkah negatif yang selama ini terjadi, mulai dari kegagalan pilihan teknis, keteledoran kerja, kesalahkaprahan manajemen kota, hingga ketidak pedulian semua pihak terhadap permasalahan sampah kota. Terbukti sudah Kota ini sama sekali tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mengelola sampahnya secara benar. Sampah tidak diolah secara tuntas, cukup dengan aksi kumpul, angkut, buang, asal hilang dari pandangan mata. Ketika TPA Leuwi Gajah tidak berfungsi Kota inipun dipenuhi timbunan sampah yang berbau, mengganggu dan mungkin memalukan.

Selengkapnya...

Bandung Tidak Bisa Mengelola Sampahnya Secara Mandiri

Bandung telah tidak mampu mengelola sampahnya sendiri? Kalau statistik tahun 2003 di atas menjadi acuannya, ya memang Bandung telah kewalahan dalam mengelola sampahnya sendiri. Bayangkan, hanya 53% dan sampah yang dihasilkan oleh penduduk Metropolitan Bandung yang dapat diolah oleh PD Kebersihan. Sisanya lagi, entah! Dari seluruh distrik Metropolitan bandung, keadaan yang paling parah adalah Kabupaten Sumedang, dimana hanya 26% dari sampah yang dihasilkan yang dapat dikelola secara formal.

Namun jika disimak lebih lanjut, terlihat bahwa orang Kota Bandung dan Cimahi merupakan masyarakat yang memproduksi sampah paling banyak. Orang Kota Bandung memproduksi sampah kira-kira 4 liter/hari per orangnya dan orang Cimahi memproduksi 3 liter/hari per orangnya. Bandingkan dengan orang kabupaten Bandung yang memproduksi sampah setengahnya saja, yaitu 2 liter/hari per orangnya. Produksi orang Kabupaten Bandung ini masih lebih sedikit dari produksi sampah orang Sumedang yang mencapai 2,5 liter/hari per orangnya.

Keadaan ini dapat lebih parah pada tahun 2007 ini, mengingat banyak TPA yang tidak berfungsi maksimal. Sehingga, memang pengelolaan sampah secara mandiri harus dilakukan oleh masyarakat.

24 April 2007

Pengelolaan Sampah Mandiri

Pada beberapa kesempatan, aku sering berdiskusi dengan Pak Mubiar Purwasasmita, pakar teknologi proses dari Program Studi Teknik Kimia ITB, tentang masalah sampah kota Bandung. Beliau adalah Ketua Dewan Pakar DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda). Salah satu pemikiran beliau adalah bagaimana memasyarakatkan sistem pengelolaan sampah secara mandiri. Aku bersyukur karena aku mendapatkan materi ini langsung dari beliau. Inilah dia...

  1. Jenis dan jumlah sampah kota di Indonesia sangat tipikal, didominasi oleh jenis sampah organik dalam jumlah yang cukup besar. Diperkirakan dalam dua dekade ini komposisi tersebut masih akan berkisar pada prosentase 60 - 75% sampah organik dengan timbulan sampah 0,50 – 0,67 kg/orang/hari dan kepadatan 200 kg/m3. Hal ini terjadi karena pola hidup dan kehidupan sehari-hari masyarakat kita masih akan tetap berbasis pada produk dan kegiatan pertanian. Justru kenyataan inilah yang seharusnya dijadikan antisipasi strategi pengolahan sampah secara tuntas di Indonesia baik di pedesaan maupun di perkotaan.
  2. Kebanyakan pilihan teknik olah sampah yang diperbincangkan selama ini adalah teknik terbukti di negara lain tanpa mempertimbangkan perbedaan sifat alam dan budaya masyarakat setempat asal teknik-teknik tersebut dikembangkan. Kenyataan menunjukkan bahwa hampir semua teknik pengolahan sampah yang diterapkan tidak diapresiasi dengan baik oleh rakyat maupun pemerintahan, karena dianggap tidak menjawab tantangan permasalahan yang muncul atau tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di Indonesia. Namun sayang upaya mencari kembali pemecahannya tidak pernah dilakukan secara terbuka dengan melibatkan semua pihak yang terkait, seolah-olah masalah itu hanya sekedar tugas PD atau Dinas Kebersihan. Kenyataan yang berlarut-larut inilah yang kemudian membangun budaya tidak peduli terhadap sampah, yang akhirnya rakyat dan pemerintahan kita tidak berdaya lagi menghadapi permasalahan sampahnya.
  3. Ambil contoh pilihan teknis pengolahan sampah seperti sanitary landfill yang selalu saja akhirnya hanya menjadi sekedar open dumping dimana sampah hanya dikumpul-diangkut-dibuang tidak diapa-apakan lagi, dan kejadian seperti ini masih saja terus berulang seperti tidak penah mau berubah. Teknik ini seringkali dianggap tidak sesuai dengan kenyataan khas alam kita yang bercurah hujan banyak dan bertanah asal rempah gunung berapi yang mudah luruh. Namun yang paling dirasakan tetapi tidak diungkapkan, nampaknya semua pihak merasa sangat sayang mengalokasikan luas lahan atau ongkos yang dianggap mahal hanya untuk mengolah sampah.
  4. Demikianlah jadinya kalau pemecahan permasalahan sampah kota hanya dipandang sebagai masalah sektoral saja atau sekedar menekan mata anggarannya. Sasaran pencapaian layanan belum menjadi komitmen utama. Sangat kebetulan masalah-masalah lainnya pun ditangani secara sektoral juga sehingga pendekatan yang tidak sistematik, tidak menyeluruh, dan tidak tuntas untuk penanganan sampah tidak pernah dipermasalahkan.
  5. Secara kronologis keilmuan, kesadaran tentang cara pandang terhadap lingkungan terjadi pada akhir dekade tahun 1960-an karena berkembangnya metoda pendekatan sistem pada awal dekade tersebut. Para pakar sadar bahwa masalah lingkungan harus dihadapi sebagai permasalahan sistem bukan sebagai masalah di luar sistem, bukan dipelajari sebagai dampak terhadap lingkungannya namun terhadap sistem secara keseluruhan. Istilah keterkaitan ekosistem yang akan menjelaskan duduk permasalahan sampah dalam keutuhan sistem merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum menetapkan teknik pengolahan yang akan diberdayakan dan dibudayakan. Lebih lanjut pemahaman di atas didukung oleh munculnya kesadaran akan keterbatasan sumberdaya alam akibat terjadinya krisis minyak dunia pada pertengahan dekade tahun 1970-an. Penanganan yang berkaitan dengan sumberdaya alam tidak dapat diukur sebatas pertambahan nilainya saja namun harus mampu membangun manfaat yang relevan dan berkesinambungan. Keterkaitan ekosistem dalam arti manfaat inilah kemudian yang harus dicari pada setiap rancangan pemecahan permasalahan lingkungan seperti masalah sampah, penggalian bahan tambang, penebangan pohon, dan hilangnya sumberdaya air. Sehingga tidak usah heran bila ada pemecahan permasalahan secara tuntas justru terjadi pada solusi yang diambil di luar sektor garapan bukan pada sektor permasalahannya, seperti kalau sungai sakit yang harus disembuhkan adalah hutannya dulu bukan dikutak-katik sungainya.
  6. Cara pandang di atas tentunya berlaku pula dalam sektor pertanian dan sektor persampahan. Cara pandang pertanian yang telah berubah untuk lebih memungsikan tanah sebagai pabrik alamiah yang dapat memproduksi nutrisi sendiri bagi tanaman akan mendorong kita untuk mampu melengkapkan komponen-komponen pabrik alamiah ini dalam tanah. Struktur tanah sebagai bioreaktor harus dibangun agar kontak air dan udara di dalam tanah dapat terjadi dan mikroorganisme yang hidup diantaranya dapat menjadi para pekerja alamiah yang paling produktif. Ternyata komponen utama pabrik alamiah ini adalah kompos, yaitu biomassa yang telah diubah menjadi bentuk dan unsur yang sangat diperlukan untuk membentuk struktur tanah dan mengkondisikan kerja mikroba di dalam tanah.
  7. Dengan demikian teknik pertanian yang sangat perlu dikuasai para petani dan harus didukung oleh pemerintahan adalah teknik pengomposan. Petani harus dapat mengembalikan kompos ke dalam tanah garapannya sesuai dengan banyaknya produk pertanian yang dipanen dan dijual dari lahan tersebut. Kegiatan tersebut harus dapat membangun kembali siklus biomassa yang paling alamiah dari unsur hara dalam tanah, menjadi tanaman dan produk tanaman, lalu menjadi sampah biomassa, dan menjadi unsur hara lagi di dalam tanah. Sehingga olahtanah yang diperlukan adalah menjaga agar fungsi tanah sebagai pabrik alam dapat berlangsung sebagaimana mestinya.
  8. Sampah kota adalah konsentrasi biomassa yang terutama berasal dari produk pertanian juga. Bila bahan tersebut dapat terpilah dengan baik sebagai sampah hayati yang bersih dari bahan plastik, gelas, kaleng dan bahan anorganik lainnya, maka bahan ini sudah akan merupakan bahan utama pembuatan kompos yang sangat diperlukan lahan pertanian. Para petani atau para pengompos yang akan membantu petani akan serta merta mengambil bahan ini untuk dikomposkan di lahan pertaniannya bila mereka benar-benar mengetahui dan menikmati keuntungan yang dapat diperoleh dari hadirnya kembali siklus biomassa alamiah di lahan pertaniannya, baik di sawah maupun di kebun. Pemerintahan kota tinggal mampu membiasakan penduduknya untuk dapat memisahkan sampah secara seksama menjadi sampah organik bakal kompos dan sampah non-organik bakal bahan daurulang di rumahnya masing-masing. Kemudian di kumpulkan di tempat-tempat pengumpulan sementara (TPS) yang berbeda pula, sehingga ada TPS khusus sampah organik untuk bahan kompos dan TPS khusus sampah non-organik bakal bahan daurulang dengan perbandingan 4:1 sesuai dengan jumlah dan komposisi sampah di wilayah masing-masing. Di TPS khusus sampah bakal kompos dapat ditempatkan mesin perajang sampah sehingga akan lebih memudahkan pengangkutan sampah lebih lanjut ke lahan pertanian. Sehingga petani atau pengompos yang sudah gandrung biomassa untuk bahan komposnya akan serta merta mengambil sampah organik dari TPS organik, terutama bagi daerah pertanian di seputar kota.
  9. Lahan pertanian dan sawah di seputar kota Bandung misalnya memiliki luasan yang sangat berarti dan layak dipertahankan keberadaannya karena memang sesuai dengan karakteristik alam serta budaya setempat, dan yang lebih penting lagi karena kota Bandung untuk kepentingan ekosistem dan iklim mikronya akan memerlukan agar lahan ini tetap sebagai sawah atau lahan pertanian. Kalau saja satu hektar lahan pertanian atau sawah memerlukan tambahan biomasa sebanyak 10 ton untuk setiap musim tanamnya diluar biomassa yang dihasilkannya sendiri seperti sekam dan jerami, maka sampah kota yang dapat diserap adalah setara 200 kg sampah organik setiap harinya. Berarti timbulan sampah organik kota Bandung 3000 ton/hari cukup diserap oleh luas sawah 15.000 ha di seputar Bandung.
  10. Olahsawah dengan paradigma baru pertanian seperti dijelaskan di atas akan menggunakan kompos yang memadai untuk membuat struktur tanah menjadi lebih gembur sehingga pasokan udara ke dalam tanah menjadi lebih baik, mendorong mekanisme siklus organisme dalam tanah lebih kaya, menjamin pasokan nutrisi dan pengendalian hama tanaman yang lebih baik, serta penggunaan airpun menjadi sangat hemat karena tidak berlebihan. Produksi padinya dapat mencapai 12-14 ton perhektar atau 2 – 3 kali lebih banyak dari biasanya, dengan biaya operasi yang jauh lebih ringan serta harga dan mutu padi yang dihasilkan lebih tinggi. Dengan demikian bertani secara organik dengan menggunakan kompos sebagai bahan utama olahlahan bukan lagi sekedar pilihan, namun merupakan keharusan yang kalau dilaksanakan bukan saja meningkatkan nilai dari produksi pertanian namun sekaligus membuat kota mampu menangani masalah sampahnya.
  11. Demikianlah bahasan di atas dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran bahwa sebenarnya masalah pengolahan sampah kota dapat dirancang secara tuntas dengan sepenuhnya memperhatikan kriteria keterkaitan ekosistem dan keterkaitan manfaat, yang mampu menjamin kesinambungan unjuk kerja lahan pertanian dan kualitas kebersihan kota yang dapat diandalkan. Langkah segera yang harus dilakukan adalah merubah perilaku penanganan sampah sehari-hari di rumah-rumah agar dapat memilah dengan seksama sampah organik bakal kompos dari sampah non-organik bakal bahan daurulang, lalu dikumpulkan di tempat penampungan sementaranya masing-masing juga secara terpisah. Serta di pihak lain merubah perilaku pertanian agar lebih memperhatikan keberlangsungan siklus biomasa di lahan pertaniannya. Tugas pemimpin dan pemerintahan terutama bagaimana dapat memotivasi dan memfasilitasi agar hal tersebut bisa terwujud.

Penumpukan Sampah di Beberapa TPS Kota Bandung Raya

Dampak rusaknya jalan ke beberapa TPA akibat musim hujan kali ini mulai terasa di mana-mana. Penumpukan sampah kota mulai terasa di beberapa titik kota Bandung. Salah satu yang paling menderita adalah TPS di jalan Gunung Batu. TPS ini telah mulai kewalahan menerima sampah rumah tangga dari warga sekitar, sehingga beberapa tumpukan sampah telah luber keluar TPS. Tumpukan karung berisi sampah yang atur di TPS telah mulai menggunung. Jika hal ini tidak terangkut, minggu depan TPS ini tidak bisa lagi menerima buangan sampah dari warga sekitar.

Bau busuk juga telah mulai menyebar ke daerah sekitar TPS Jalan Koloner Masturi, di belakang Masjid Raya Cimahi. Bau ini mulai mengganggu masyarakat sekitar dan masyarakat pengguna jalan.

Bandung telah memasuki kondisi darurat sampah, lagi!

23 April 2007

Studi Alternatif Pengelolaan Sampah di Pasar Caringin

Digital library Perpustakaan Pusat ITB memberikan banyak sekali hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan sampah. Ketika aku mencoba untuk searching kata kunci "sampah", aku mendapatkan lebih dari 140 penelitian yang berhubungan dengan sampah. Luar biasa! Salah satunya adalah "Studi Alternatif Pengelolaan Sampah di Pasar Caringin" yang dilakukan oleh Indriany Novita, mahasiswa Teknil Lingkungan, ITB. Berikut adalah abstrak penelitiannya:

Sampah merupakan hasil samping dart aktivitas manusia dan berasal dart suatu proses alamiah. Di daerah perkotaan, sampah sering menimbulkan masalah. Salah satu permasalahan yang banyak dijumpai adalah masalah persampahan di pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan sarana perdagangan yang penting bagi masyarakat kota. Sayangnya, kehadiran pasar tradisional ini dapat mengganggu masyarakat jika sampahnya tidak dikelola dengan balk Salah satu sarana perdagangan yang penting di kola Bandung adalah Pasar Induk Caringin yang terletak di Kelurahan Babakan Ciparay, Kecamatan Babakan Ciparay, Kotamadya Bandung. Pasar ini menempati wilayah seluas 11 hektar dan ditempati oleh sekitar 2100 pedagang. Sampah yang terdapat di Pasar Induk Caringin merupakan sampah yang ditimbulkan oleh aktivitas pedagang dan pengunjung pasar. Terdapat 2 buah tempat pembuangan sementara (IPS) di dalam wilayah Pasar Induk Caringin. Timbulan sampah yang terkumpul di TPS I adalah sebesar 101,68 m3/hari dengan densitas 0,33 kg/1 atau sama dengan 33,55 ton/hari, sedangkan timbulan sampah yang terkumpul di TPS II adalah sebesar 33.89 m3/hari dengan densitas 0,13 kg/l atau sama dengan 4,4 ton/hari, sehingga total timbulan sampah di Pasar Caringin adalah 135,57 m3/hari atau sama dengan 37,96 ton/hari. Sampah di dalam pasar terutarna ditimbulkan oleh para pedagang dengan timbulan yang berbeda-beda menurut jenis barang dagangannya. Kontribusi terbesar berasal dari pedagang hasil pertanian. Sampah di pasar didominasi oleh garbage, yaitu sekitar 90% berat. Kadar air sampah rata-rata Pasar Caringin pada musim kering adalah sekitar 74,02%. Kadar volatil sampah rata-rata adalah 86%. Kadar C-organik sampah rata-rata adalah 56,59%. Kadar Nitrogen sampah rata-rata adalah 1,97%. Permasalahan persampahan di Pasar Induk Caringin ini terutama terdapat pada teknis operasional yaitu sistem pewadahan yang tidak memadai, sistem pengumpulan yang belum efisien, dan sistem pengangkutan yang /wrong memadai serta pada peran serta masyarakat. Kesadaran pedagang akan kebersihan yang masih kurang dan pengaturan parlor yang arcing balk merupakan kendala dalam pelaksanaan pengelolaan sampah di pasar ini. Upaya pengolahan belum ada, sehingga jumlah sampah yang dibuang ke TPA sangat banyak. Dari hasil analisis dan pembahasan, maka disusun rekomendasi alternatif sistem pengelolaan sampah untuk pasar tersebut. Alternatif yang diusulkan adalah penyediaan wadah sampah di area ruko, dan diterapkannya pengolahan sampah di pasar itu sendiri dengan cara pengomposan.

Jadi siapa bilang mahasiswa ITB memble tentang masalah sosial seperti masalah sampah di Bandung? Masalahnya sekarang adalah, apakah rekomendasi yang telah dikeluarkan ini telah pernah disosialisasikan ke pemda?

20 April 2007

Penumpukan Sampah di Jalan Gunung Batu

Buntut dari rusaknya beberapa ruas jalan ke beberapa TPA di Bandung menyebabkan penumpukan sampah di mana-mana. Salam satu tumpukan sampah yang telah terlihat menggunung adalah sampah di sebuah pojokan Jalan Gunung Batu, dekat Supermarket Borma. Tumpukan sampah itu telah mulai terlihat sejak 2-3 minggu yang lalu. Saat ini, pengelola sampah di sana telah membungkus sampah-sampah dengan karung beras dan menumpukkan di sisi sebelah selatan, menunggu truk pengangkut sampah.

06 April 2007

Bandung Kembali Dipenuhi Sampah

Bandung kembali dipenuhi sampah. Sampah menumpuk di beberapa titik, dan situasinya telah sangat mengkhawatirkan. Sampah menumpuk di beberapa TPS, di antaranya di TPS Tegallega, TPS Pasar Andir, TPS Ciroyom, dan di TPS Pagarsih.
Aku berusaha mencari berita di berbagai sumber, akhirnya ketahun bahwa jalan ke TPA Sarimukti memang sedang rusak berat. Bah, memang keadaan Bandung sangat rentan dan sangat bergantung pada "kesehatan" TPA-TPA yang dimiliki oleh Bandung. Jika salah satu TPA yang ada ngadat, Bandung akan selalu kebanjiran sampah. Menyedihkan.

30 March 2007

Apakah ITB Peduli Sampah?

Gambar ini aku ambil beberapa waktu yang lalu, persis di depan kantor Rektorat ITB.

26 March 2007

Sampah Bandung dalam Berita

  • Ahmadinejad dan Sampah Bandung - Bulan Mei lalu dua peristiwa istimewa terjadi di Indonesia yaitu kunjungan Presiden Iran Ahmadinejad dan sampah Bandung yang sudah berbulan-bulan tidak dibersihkan.
  • Sampah, Pekerjaan Rumah Pemerintah Kota Bandung - Lambat laun Kota Bandung, Jawa Barat, mulai dikenal sebagai kota sampah. Soalnya sejak tempat pembuangan akhir sampah di Leuwigajah, Bandung, ditutup, banyak sampah menumpuk dan tak terangkut di sejumlah tempat.
  • Pro-Kontra: Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Bandung - Masalah pengelolaan sampah masih menghantui Bandung. Kali ini, rencana sebuah proyek WTE (Waste to Energy atau sampah jadi energi) berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS) di dekat salah satu lingkungan pemukiman di Gedebage, Bandung Timur, ditolak oleh warga setempat.
  • Bandung Siap Impor Sampah - Pemerintah Kota Bandung kemungkinan besar akan “mendatangkan” sampah dari luar wilayah Kota Bandung. Hal itu dilakukan untuk menutupi kekurangan bahan baku sampah yang akan diolah dalam pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (waste to energy) di Kel. Mekarmulya, Kec. Rancasari Kota Bandung.
  • Sampah Kembali Menjadi Masalah di Kota Bandung - Sampah kembali menumpuk di sejumlah jalan di Kota Bandung, Jawa Barat. Sampah yang menggunung hingga tiga meter ini sudah berlangsung sejak sebulan silam.
  • Workshop Kelayakan Sampah Kota Bandung sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik - Hari Rabu, 7 Februari 2007 tiba–tiba kampus ITB diwarnai oleh bapak–bapak dan ibu–ibu berseragam coklat muda khas pegawai Pemerintah Kota (Pemkot). Rombongan Pemkot ini rupanya hadir untuk mengikuti “Workshop Kelayakan Sampah Kota Bandung sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik” di ruang Auditorium Campus Center Timur pukul 09.00–13.00 WIB. Workshop ini diselenggarakan oleh Pusat Rekayasa Industri LPPM ITB dan Pemerintah Kota Bandung.

Pelatihan Pengomposan di HIMATEK ITB

Agak terlambat untuk menuliskan ini, memang, tetapi kegiatan ini harus kutuliskan. Waktu-waktu yang hilang, aku harapkan akan kembali lagi, dan terisi kembali dengan determinasi mahasiswa yang tidak akan pernah hilang.
Persiapan kegiatan "HIMATEK untuk Masyarakat" yang telah dicanangkan itu telah nampak di pertengahan Oktober 2006. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran Warga Cisitu Bandung dalam Pengelolaan Sampah Sumah Tangga melalui pengomposan.
Reaktor-reaktor telah disiapkan. Mahasiswa telah direkrut, dan pelatihan terhadap calon instruktur-pun dimulai. Memanfaatkan ruang-ruang luas di koridor LABTEK X Prodi Teknik Kimia, anak-anak berselonjor dan memulai kegiatan pelatihan pengomposan.

20 March 2007

Pengelolaan Sampah di TK1201 Prodi Teknik Kimia ITB

Permasalahan sampah di kota Bandung aku kemukakan dalam Ujian Tengah Semester Teknik Kimia ITB pada hari ini, 20 Maret 2007:

Tahun lalu, untuk beberapa waktu Bandung memiliki masalah sampah akibat dari penutupan beberapa Tempat Pembuangan Akhir Sampah di kota Bandung. Akibatnya seluruh pelosok kota Bandung penuh dengan sampah yang mengotori lingkungan. Sebagai Sarjana Teknik Kimia, anda harus memiliki visi untuk mengantisipasi agar masalah ini tidak terulang lagi. Dari penelitian awal, diketahui bahwa 78% sampah terdiri dari sampah organik, 11% sampah plastik, dan sisanya kertas dan gelas.
Elaborasi langkah-langkah fundamental pemecahan masalah ini. Untuk setiap langkah, berikan contoh yang diambil dari masalah sampah di atas.

Mahasiswa dibiarkan untuk mengembangkan kreatifitasnya dan visinya dalam menjawab masalah yang dialaminya sendiri. Terjadi sebuah diskusi mandiri yang hidup dan terelaborasi dalam jawaban-jawaban kritis yang sebenarnya merupakan angin segar dalam mengejawantahkan pentingnya proses daur ulang sampah. Kesadaran diri dan idealisme mahasiswa terlihat dari jawaban-jawaban terstruktur yang diberikan. Salah satu contoh jawaban itu adalah sbb:

  1. Definisikan Masalah. Terjadi penimbunan sampah di kota Bandung akibat penutupan berbagai TPA di kota Bandung yang menyebabkan kota Bandung menjadi kotor. Dapatkah Bandung membangun sebuah sistem pengolahan sampah terpadu, murah, dan melibatkan seluruh komponen masyarakat Bandung yang sustain?

  2. Kembangkan Solusi-solusi yang Mungkin. (1) Menimbun sampah di daerah lain; (2) Membangun sebuah unit insenerator sampah, untuk membakar sampah dan menghasilkan energi; (3) Pisahkan sampah organik, dan ubah menjadi kompos; (4) Ubah sampah plastik menjadi bahan baku fuel;

  3. Evaluasi dan Urutkan Solusi-solusi tersebut. Solusi (1) baik untuk jangka pendek, tetapi tidak untuk jangka panjang. Disamping itu solusi ini mahal dan tidak menyelesaikan masalah mendasar. Solusi (2) memerlukan biaya investasi yang mahal untuk membuat unit insenerator. Solusi ini sebaiknya dihindari karena dapat memberikan dampak buruk yang lain, yaitu pencemaran udara yang masif. Solusi (3) dan (4) merupakan solusi terbaik yang implementasinya dapat dilakukan secara konsekutif. Yang paling penting solusi ini adalah solusi yang paling murah, sehat, dan dapat mengikut-sertakan masyarakat secara luas.

  4. Kembangkan Detail untuk Solusi Terbaik. Agar solusi ini dapat berjalan dengan baik, perlu ada perencanaan dan perancangan detail unit operasi, seperti misalnya unit (bio)reaktor kompos. Perencanaan harus disertai dengan rancangan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait, sosialisasi kepada masyarakat. Perlu dilakukan perencanaan pelatihan pengomposan pada masyarakat.

  5. Evaluasi Kembali Rencana tsb. Pada tahap ini, harus telah ada grand design tentang pengembangan kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk mengolah sampah.

  6. Implementasikan Rencana.

  7. Cek Hasil Implementasi. Dalam tahap ini, harus ada umpan balik untuk melakukan perbaikan bagi implementasi lanjutan dan pengembangannya.

Ciamik!

19 March 2007

Warga Cisitu: Pilot Project Pengomposan HIMATEK

Karena kesibukanku yang luar biasa sejak akhir tahun 2006 hingga saat ini, untuk sementara aku tidak akan menulis secara reguler di sini. Namun itu tidak berati aku melupakan masalah sampah Bandung begitu saja. Dalam melakukan perencanaan sosialisasi pembuatan kompos kepada masyarakat oleh HIMATEK ITB, Efrat dan Diah kadang kala datang ke kantorku, melaporkan dan mendiskusikan kemajuan yang dialami oleh tim HIMATEK dalam mempersiapkan aksi mereka. Di awal bulan Oktober mereka menaympaikan kepadaku bahwa mereka memilih masyarakat Cisitu RW 11, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong sebagai obyek garapan mereka. Banyak alasan mengapa mereka memilih daerah ini sebagai lokasi aksi pilot ini. Pertama, tentu karena lokasinya yang dekat kampus ITB, sehingga mahasiswa akan dengan mudah melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan mereka. Kedua, di daerah ini sebagian besar rumah memiliki halaman yang relatif luas sehingga merupakan sasaran ideal bagi pembelajaran pembuatn kompos. Tidak terbayang memang, jika masyarakat yang menjadi sasaran adalah masyarakat perumahan yang tidak memiliki halaman.

Di awal Oktober 2006, proses rekrutmen telah dimulai. Animo mahasiswa Program Studi Teknik Kimia ITB untuk mengusung acara ini tidak mengecewakan. Memang, aku dan Pak Subagjo pernah berbicara pada mahasiswa bahwa yang penting adalah menciptakan critical mass yang dapat menjadi agen pelopor kegiatan. Yang menggembirakan adalah, sebagian dari mereka yang direkrut adalah mahasiswa angkatan 2006! Rangkaian kegiatan dimulai dengan membuat reaktor kompos di Bengkel Logam Prodi Teknik Kimia ITB. Sejumlah 20 reaktor dipersiapkan. Tidak banyak memang.

Spanduk yang dipasang ternyata membawa dampak luar biasa. Banyak pihak yang mendatangi HIMATEK dan menanyakan informasi tentang kegiatan ini. Mahasiswa dari ITB dan luar ITB datang menanyakan bagaimana teknik pembuatan kompos yang ditawarkan oleh HIMATEK. Pihak-pihak lain, seperti masyarakat dari RW/Kelurahan lain juga pernah datang dan menanyakan tentang mengapa kegiatan ini tidak dilaksanakan di tempat mereka. Aku senang mendengar bahwa kegaiatn ini mulai bergaung. Aku sadar bahwa hal ini sudah pasti merupakan pemicu semangat anak-anak untuk mulai bekerja.

Bandung Kembali Bersampah?

Sejak seminggu yang lalu, sampah kembali menumpuk di berbagai lokasi di kota Bandung. Walaupun tidak banyak, aku melihat penumpukan samaph ini sangat signifikan. Aku belum tahu, apa sebenarnya yang terjadi. Aku akan mengetahuinya, sebentar lagi.

17 March 2007

Hujan Lumpur

Hujan lumpur!, begitu teriak seorang ibu dari belakang sepeda motor yang dikemudikan suaminya. Saat itu, aku sedang berusaha untuk menyeimbangkan sepeda motorku, yang baru saja kubeli sebulan yang lalu, melewati aliran lumpur deras di bawah jembatan Cimindi. Jalur itu adalah jalurku sehari-hari yang selalu kulalui dari rumah ke kantor, dan sebaliknya.

Hujan yang deras, yang berkelanjutan setiap hari, membawa nuansa tersendiri bagi para pengendara motor. Gorong-gorong yang sempit di sekitar jalan Gunung Batu terpaksa memuntahkan lumpurnya ke jalan, sehingga celana panjang yang baru saja kucuci harus masuk tempat cucian lagi.

Fuif!

16 March 2007

HIMATEK untuk Masyarakat

Sudah lama aku ingin menuliskan cerita ini, namun karena kesibukanku, aku tunda hingga hari ini. Akhirnya, sebuah proyek kecil dibuat dan siap untuk dijalankan. Dua buah spanduk sederhana terpampang di sekitar LABTEK X, Institut Teknologi Bandung di akhir tahun 2006. Di spanduk itu tertulis, “HIMATEK Untuk Masyarakat” melafalkan sebuah makna sederhana yang memberitahu masyarakat akademik sekitar bahwa Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB ternyata bisa berbicara menyambut masalah sosial yang mengemuka di sepanjang tahun 2006; sampah.

Di bulan Oktober 2006, anak-anak yang bersemangat itu melakukan persiapan masif dalam mempersiapkan segala infra struktur yang dibutuhkan. Sumbangan dana seadanya dari Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, TK-ITB, tampaknya mampun memacu semangat mereka. Reaktor-reaktor pengomposan kecil disiapkan, penyuluh-penyuluh dibina, strategi ampuh direncanakan, mereka siap tempur. Pada berbagai kesempatan, beberapa di antaranya, seperti Efrat dan Diah, menemuiku, berdiskusi tentang segala sesuatunya. Pak Subagjo memberi saran-saran dan mendorong dari balik layar. Mbak Melia seperti biasanya menyemangati, dan menjadi corong Lab TRK ketika melakukan pembicaraan Lab TK. Aku mendesiminasikan semangat yang terekam di sela-sela kuliahku. Mereka siap beraksi.