30 May 2006

Hari ini, tanggal 30 Mei 2006


Beberapa hari yang lalu, tempat ini dipenuhi oleh tumpukan sampah yang, menurutku, sangat fenomenal. Tinggi, mengerikan, sekaligus berbau busuk. Setelah 3 hari operasi bersih di Bandung, tumupukan sampah di tempat ini, TPS Pasteur mulai menyusut. bahkan kemarin tak sebutir beraspun ada di tempat ini. Namun saat ini, ketika aku lewat di tempat ini, TPS ini kembali mulai dipenuhi oleh sampah yang berdatangan dari daerah sekitarnya.

Tidak seluruh TPS memang bisa ditangani oleh PD Kebersihan Kota Bandung, karena menurut Gubernurpun, butuh 1000 truk untuk membabat habis semua tumpukan sampah di Bandung Raya. Berapa truk sih yang dimiliki oleh PD Kebersihan? Itu sebuah pertanyaan yang bermuara pada, berapa lama sih yang dibutuhkan untuk membabat seluruh sampah di Bandung?

23 May 2006

Sampah Bandung Tetap Dibuang ke Pasirbajing

Kendati masih ada protes dari beberapa anggota masyarakat Pasirbajing Kab. Garut, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan menegaskan, sampah Kota Bandung tetap akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sementara Pasirbajing.

Hal tersebut dikemukakan Danny Setiawan yang ditemui usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Agronesia di Jln. Jakarta, Kota Bandung, Senin (22/5).

“Sikap masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Pasirbajing memang kurang apresiatif terhadap kesulitan masyarakat Kota Bandung. Oleh karena itu, harus dikembangkan pemikiran bahwa antar-kabupaten/kota saling membutuhkan satu sama lain,” ujar Gubernur.

Duh Pak Gubernur, apakah pak Gubernur senag jika ada orang yang mau buang sampah di halaman rumah Bapak?

22 May 2006

Pagar Sampah dan Kompos!

Pro-kontra penangan sampah dengan berlarut-larutnya masalah penentuan TPA untuk sampah kota Bandung menyebabkan tertundanya pengangkutan sampah dari berbagai lokasi di seluruh pelosok kota Bandung. Alhasil, kota Bandung tetap kumuh dan berbau, walaupun Walikota dan Gubernur berjanji untuk membersihkannya menjelang 21 Mei 2006. Contoh paling nyata adalah kondisi pagar sampah yang menjulang tinggi di jalan entah apa, di belakang permandian Karang Setra. Demikian tingginya pagar sampah yang diciptakan oleh tumpukan sampah yang tidak bisa diangkut ini sehingga hampir seluruh penduduk sekitarnya telah mengungsi ke tempat lain. Kendaraan yang akan meliwati daerah ini harus extra hati-hati untuk menutup seluruh bagian kendaraannya kalau tidak mau diserang bau busuk yang luar biasa.

Masih adakah peluang untuk mengubah semua ini? Jika merujuk pada unjuk kerja yang diperlihatkan oleh Pemerintah Kota Bandung dan Dinas Kebersihannya selama ini, patutlah seluruh masyarakat merasa apatis. Padahal dengan sedikit usaha untuk melakukan penyuluhan yang tepat, usaha-usaha pengurangan volume sampah dapat dilakukan dengan mengeliminasi sampah organik menjadi kompos.


Mubiar Purwasasmita
"Alam sudah menganugerahkan sebuah sistem yang sangat baik, dekomposisi alami. Mengapa kita tidak menirunya dengan membuat kompos?"

Garden Organic
"Making compost from garden and household waste is one of the best things any gardener can do. It's easy and costs very little in time or effort."

Sandi Eko Bramono
"Produk kompos juga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat sebagai sumber baru dalam berwirausaha, mengingat kompos memiliki nilai jual sebagai produk pertanian atau perkebunan, serta lebih ramah lingkungan ketimbang pupuk kimia."

Jalan Sari Wangi yang Tidak Wangi


Tanggal 22 Mei 2006. Janji Dada Rosada dan Gubernur Jawa Barat untuk membersihkan Bandung dari sampah paling lambat pada tanggal 21 Mei 2006 tampaknya tidak bisa dilaksanakan. Emangnya gampang? Tengok saja jalan Sari Wangi, di sekitar Sari Jadi, yang bisa membuat kepala bergeleng-geleng. Belum lagi jika menyadari tidak jauh dari tumpukan sampah ini, tidak lebih dari 50 meter, sebuah Sekolah Dasar berdiri. Aduh!

19 May 2006

Membuat Kompos

Seorang teman, CB, bilang kepadaku, "Mbok ya diterangkan bagaimana cara membuat kompos ala kamu, gitu. Agar semua orang percaya kamu itu memang enggak cuman cuap-cuap doang!". Aku pikir, ada baiknya juga. Berikut adalah langkah sederhana membuat kompos yang sangat tidak memerlukan daya yang besar. Sungguh!

1. Siapkan Reaktor Kompos (Komposter)
Ketika aku pindah ke Cimahi sebulan yang lalu, reaktor yang telah kubuat setahun yang lalu kubawa serta. Reaktor ini adalah wadah yang terabut dari PVC, drum berukuran kira-kira 1 m-kubik. Walaupun reaktor komposku terbuat dari drum PVC (seperti yang terlihat pada Gambar di atas), sebenarnya reaktor ini bisa dibuat dari apa saja. hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah, reaktor ini harus memiliki sistem ventilasi yang bagus. Reaksi pengkomposan adalah memang jenis reaksi yang memerlukan udara. Jika reaktor ini tidak memiliki sistem ventilasi yang baik, proses pembusukan yang terjadi juga akan menghasilkan bau busuk akibat dari pembentukan amoniak dan H2S.

2. Persiapan Bahan Organik
Siapkan bahan (atau sampah) organik yang akan dikomposkan. Sampah organik yang disiapkan bisa berasal apa saja, misalnya dari sisa sayuran, nasi, atau potongan-potongan tanaman dari kebun. Agar kompos tidak berbau, hindari memasukkan daging, tulang dan minyak. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor kompos, bahan-bahan tadi sebaiknya dipotogn kecil-kecil agar proses dekomposisinya menjadi lebih cepat dan lebih sempurna.

Proses pembusukan atau dekomposisi memerlukan bakteri pengurai. Jadi, alangkah baiknya jika bahan-bahan tadi dicampur terlebih dahulu dengan sumber bakteri pengurai sebelum dimasukkan ke dalam reaktor kompos. Sumber bakteri pengurai yang paling mudah didapat adalah pupuk kandang (kotoran ternak). Bakteri pengurai yang dapat digunakan untuk membantu proses pengomposan juga dijual di toko-toko penjual pupuk. Salah satunya adalah EM4 (Effective Microorganism 4) yang aku beli di Cihideung seharga Rp. 15000,- sebotol berukuran 1 liter.

3. Siram dan Aduk
Agar proses pengomposan berjalan dengan sempurna, media harus mengandung kira-kira 50% air. Jadi jangan lupa untuk selalu menyiram media kompos ini setiap hari dengan air secukupnya. Bila perlu, bolak-balik media kompos setiap hari agar proses aerasi berjalan sempurna. Selama proses pengomposan, sering kali lalat menjadi masalah yang menjengkelkan. Oleh sebab itu, kuusahakan agar setiap lubang di reaktor komposku kututup dengan kawat kasa. Bila bau tak sedap keluar, tambahkan air dan EM4, dan bau segera menghilang. Jika proses ini berjalan dengan baik, setelah 5 hari volume sampah yang dimasukkan akan menyusut kira-kira menjadi hanya 25% dari volume awalnya. Jadi untuk skala rumah tangga, reaktor kompos berukuran 1 m-kubik sudah lebih dari cukup.

4. Panen
Kompos siap dipanen setelah diproses kira-kira 2-3 minggu, bergantung pada tahap pemrosesnya. Pada reaktor komposku, sengaja kubuat sebuah sistem sederhana sehingga proses pemanenan kompos dilakukan dari dasar reaktor. Kompos yang diperoleh adalah lumpur hitam yang mengandung air kira-kira 50%. Sehingga, untuk mendapatkan kompos kering, lumpur tadi harus dijemur. Biasanya, lumpur yang kuperoleh langsung kupakai sebagai media tanaman di kebunku. Jadi tidak perlu dijemur dahulu.

Mudah, kan? Sederhana dan jauh lebih sehat. Sejak setahun yang lalu, aku tidak pernah lagi membuang sampah organik. Sampah organik yang kuhasilkan, kupakai sendiri.

Moga-moga CB puas! :-)

SBY dan Sampah

Apa hubungan SBY dan sampah? Menarik untuk disimak bahwa menurut rencana, SBY akan berkunjung ke Bandung pada tanggal 29 Mei 2006. Dan, sim salabim, Gubernur Jawa Barat mengultimatum para Walikota Bandung, Kabupaten bandung dan Kabupaten Cimahi untuk menyelesaikan masalah sampah yang menggunung palig lambat tanggal 20 Mei 2006! Jika hingga tanggal tersebut para Walikota ini tidak bisa mengatasinya, masalah sampah akan diambil alih oleh Gubernur. Jadi SBY adalah kata sakti yang bisa membuat kecut siapa saja. SBY adalah mantra mumpuni yang sanggup menggerakkan syaraf malu siapa saja, termasuk Gubernur Jabar, yang dengan dalihnya mempertahankan martabat kota Bandung yang bermartabat mengultimatum para Walikota untuk melibas seluruh sampah yang tercecer sejak dua bulan terakhir ini.

Sontak jreng, sebuah truk sampah tiba-tiba muncul di Dago Atas untuk membersihkan sampah yang telah menumpuk di median jalan sejak sebulan terakhir ini. Jika SBY tidak berencana berkunjung ke Bandung, apakah sampah-sampah itu akan terangkut?

Tarik Ulur Masalah Sampah Bandung

Pemerintah Kota Bandung masih berupaya untuk menyelesaikan polemik yang muncul akibat amburadulnya pengelolaan sampah kota Bandung. Warga Pasirbajing yang terus berupaya menolak pembuangan sampah Bandung merupakan salah satu mengapa masalah sampah Bandung hingga kini masih terus tak terselesaikan. PR melaporkan hari ini bagaimana tarik ulur itu menyebabkan Pemerintah Kota melirik kembali TPA Jelekong yang jelas-jelas tidak layak pakai lagi.

Upaya Pemkot Bandung mencari lahan untuk tempat pembuangan akhir (TPA) terus dilakukan. Pembersihan tumpukan sampah di berbagai penjuru kota dan tempat pembuangan sementara (TPS) dilakukan dengan menimbun sampah di sejumlah titik di wilayah Kota Bandung.
Bahkan, TPA Jelekong Kab. Bandung yang masa aktifnya berakhir 31 Desember 2005, kini dilirik lagi sebagai salah satu alternatif. Namun, masyarakat sekitar TPA masih trauma dengan dampak yang ditimbulkan dari pembuangan sampah selama sepuluh tahun terakhir.
”Kami merasa dirugikan selama 10 tahun, setiap malam harus menghirup bau sampah, air jadi tercemar, kolam-kolam kering,” ujar Eddy Suryana, warga RW 4 Kp. Cilayung, Kel. Wargamekar, Kec. Baleendah, Kab. Bandung, Kamis (18/5).

Hari ini tampak masyarakat di sekitar Jalan Ganesha - Tamansari bersiap-siap menunggu truk-truk pengangkut sampah yang dijanjikan Dada Rosada untuk mengangkut sampah di titik-titik pembuangan sementara. Dada mengatakan bahwa sampah yang menggunung di berbagai lokasi akan diangkut paling lambat pada tanggal 21 Mei 2006. pertanyaannya adalah, apakah janji Dada realistik?

Usaha-usaha itu tampaknya memang telah dilaksanakan di beberapa tempat strategis, seperti misalnya sebagian kecil sampah di Jalan Pasteur telah terangkut. Tetapi jangan lupa, penyelesaian sporadis seperti ini sering kali tidak menyelesaikan masalah besar yang sebenarnya telah mengakar.

15 May 2006

PR Hari Ini

  • Sampah Menumpuk, Waspadai Leptospirosis :: Tumpukan sampah di 189 tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Bandung, selain mengundang lalat penular penyakit diare, difteri, dan tifoid, juga telah meningkatkan populasi tikus. Masyarakat perlu mewaspadai kehadiran binatang pengerat ini karena bisa menularkan penyakit leptospirosis yang gejalanya mirip flu.
  • Sampah Harus Hilang Paling Lambat 20 Mei :: Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, memberikan ‘warning’ kepada Bupati Bandung, Wali Kota Bandung, dan Wali Kota Cimahi agar 20 Mei mendatang, sampah yang menumpuk di Kota Bandung dan Cimahi sudah terangkut ke tempat pembuangan yang telah disepakati bersama.
  • Akses ke Jangkurang Lebih Sulit :: UPAYA mengatasi bertumpuknya sampah di Kota Bandung mengerucut pada dua buah lokasi yang rencananya akan dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Selain lokasi Pasir Legok Nangka di Desa Ciherang Kec. Nagreg Kab. Bandung, pihak Pemkab Garut telah menawarkan sebuah lokasi yang lebih luas di Blok Pasirmalang dan Legok Kerak Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Garut.
  • Naha Jauh-jauh Miceun Runtah Kadieu?” :: IRING-IRINGAN rombongan Bupati Garut serta jajarannya, Senin (8/5) lalu, membuat heran sejumlah warga Kampung Ciheuleut Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Garut. Keheranan mereka tak lain karena tak biasanya rombongan pejabat lengkap dengan unsur muspida lainnya, datang ke kampung mereka yang berada jauh di balik bukit dan jauh dari pusat keramaian.
  • Awalnya, Cuma TPA Sampah dari Garut :: RENCANA pembangunan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Blok Pasirmalang dan Legok Kerak Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Bandung, sebenarnya bukan untuk menampung sampah dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Cimahi, namun, hanya untuk sampah dari wilayah Kab. Garut, sebagai pengganti TPA Pasirbajing yang hampir habis masa pakainya.

Jembatan Cimindi yang Kotor


Tepat di bawah Jembatan Cimindi, jembatan pada jalur utama jalan yang menghubungkan Bandung dan Cimahi, sampah mulai menggunung. Jalur di bawah jembatan inipun sarat dengan lalu lintas tiga arah, Bandung, Cimahi dan Gunung Batu/Pasteur. Bau busuk bukan hal yang luar biasa lagi di lokasi ini.
Kira-kira 500 meter dari jembatan Cimindi ke arah Barat, seonggok besar sampah yang mulai mengganggu lalu lintas Jalan Raya Cilember menambah citra kumuh kota Bandung. Jalan ini adalah jalan utma yang menghubungkan Bandung dan Cimahi. Jika penumpukan sampah sudah tak terkendali, dikhawatirkan lalu lintas akan terhambat seperti yang saat ini terjadi di jalan Pasteur. Memang, solusi manusiawi untuk menanggulangi masalah sampah di kota Bandung harus segera ditemukan.

Mengpa bukan kompos?

11 May 2006

Gunung Sampah di Gunung Batu

Setiap hari, aku selalu meliwati Jalan Gunung Batu, baik ketika pergi ke kantor dipagi hari, ataupun kembali ke rumah pada sore harinya. Perjalananku akhir-akhir ini terganggu oleh tumpukan sampah menggunung di dua lokasi yang berbeda di Jalan Gunung Batu. Di salah satu lokasi, tumpukan sampah bahkan dekat dengan pasar swalayan Borma, dan terlihat dari jalan tol. Tampak asap mengepul menutup jalan, sebagai andikasi bahwa pengelola TPS telah tidak bisa lagi menunggu menumpuknya laju pertumbuhan gunungan sampah disana. Solusinya? Bakar!

Namun masalah yang telah muncul tidak bisa begitu saja diabaikan dan dinegasikan. Penumpukan sampah yang sudah tidak terkendali harus dihentikan. Salah seorang pembicara dalam sebuah talk show berpendapat bahwa paradigma menimbun harus segera diubah menjadi mengolah. Sesungguhnyalah, mengolah sampah menjadi bahan-bahan yang lebih berguna merupakan satu-satunya solusi cerdas masalah pengelolaan sampah di Bandung.
Aku bermimpi, suatu waktu kelak, setiap rumah di Bandung memiliki reaktor kompos yang mengelola sampah organik rumah tangga menjadi kompos. Langkah ini tidak memerlukan effort yang besar. Jika hal ini terjadi, tidak ada lagi cerita tentang penumpukan sampah di Bandung. Yagn ada adalah Bandung yang asri dan bersih. Yang ada adalah tanah Bandung yang semakin lama semakin kaya. Yang ada adalah, .... mimpi?

Menyeramkan: Sampah Bandung

Tumpukan sampah di kota "BERMARTABAT", Bandung, semakin tak memberi ruang bagi nilai-nilai manusiawi. Tumpukan itu telah menutup sebagian badan jalan Pasteur. "Menyeramkan!", kata keponakanku yang melihat itu semua. Ketika solusi yang manusiawi tidak kunjung diperoleh, apa boleh buat, bau busuk yang menyengat akan terus menjadi konsumsi sehari-hari para manusia yang beraktifitas di sana.

Namun horor itu tidak dan jauh dari selesai. Horor demi horor datang menerjang sendi-sendi kehidupan masyarakat Bandung. Simak apa yang dilakukan para wakil rakyat kita di Bandung:


Setelah menyatakan keprihatinannya terhadap masalah penumpukan sampah di Kota Bandung dan Kota Cimahi, DPRD Kab. Bandung ramai-ramai mengikuti kegiatan outbound di Cikole, Lembang, Kab. Bandung. Menurut Kasubag Protokol dan Humas DPRD Kab. Bandung, Erlan Darmawan, kegiatan ini memang sudah diagendakan sebelumnya dan sudah disetujui dalam Rapat Panmus DPRD.

”Ini sebagai salah satu kegiatan penyegaran manajerial,” ungkapnya ketika ditemui di kantornya, sesaat sebelum menyusul ke Lembang, Kamis (12/5). Rencananya, outbound kali ini berlangsung selama dua hari sampai hari ini. Para peserta terdiri dari 45 anggota DPRD dan staf Sekretariat DPRD menginap di salah satu hotel di Lembang.

Dodol! Memang, jika wakil rakyat saja tidak peduli, siapa yang akan peduli? Menyeramkan! Sekaligus, menyedihkan.

Sehari setelah aku melihat penumpukan sampah yang sudah tidak manusiawi itu, aku melihat sebuah penutup plastik berwarna oranye menutupi tumpukan sampah itu. Tentu, itu dimaksudkan untuk menutupi pemandangan tak sedap akibat sampah yang menggunung, karena bau busuk tak sedap tetap saja menyebar dan melekat di udara sekitar jalan Pasteur.

Tampaknya usaha-usaha seperti ini memang harus diusahakan sendiri oleh masyarakat, karena masih banyak tumpukan sampah di TPS-TPS yang lain. Baunya? Tidak kalah!

Menyeramkan!

Sayangnya, pendidikan dan pengetahuan masyarakat akan kebersihan dan pentingnya menjaga imagi belum mencapai taraf yang diinginkan. TPS di Jalan Pasteur telah ditutup, dan masyarakat dihimbau untuk tidak membuang sampah di TPS tersebut. Apa yang terjadi? Hanya 50 meter dari TPS tersebut, tumpukan sampah baru telah menginisiasi sebuah tempat pembuangan sampah sementara super darurat yang sudah pasti akan membuat sesak nafas orang-orang akan liwat di sana.

Hanya membayangkannya saja, bulu kudukku berdiri. Menyeramkan!

01 May 2006

Tik tik tik, waktu berlalu, sampah terus menumpuk.

Bandung sakit. Ibarat sebuah sistem pemroses, sendi-sendi unit pembentuk sistem pemroses global sedang tidak berkineja dengan baik. Begitulah Bandung saat ini. Sistem pengelolaan sampah yang merupakan salah satu unit terdepan kinerja kota sedang sakit parah. Hingga saat ini belum ada kesepakatan, mau dikemanakan sampah kota kita?

Wali Kota Bandung, Dada Rosada, telah tampak bingung dan berkesan "menyerah". Dalam orasinya dengan Ketua RT-RW sekota Bandung, ia mempersilahkan warga untuk berdemo masalah sampah kota.

Wali Kota Bandung, Dada Rosada, mempersilakan jika warga atau siapa saja yang hendak mendemo pemkot terkait tentang penanganan masalah sampah. Akan tetapi, dia meminta masyarakat yang demo turut membantu pemkot menangani sampah.
Kang Dada, telah banyak usul dan opini yang disampaikan masyarakat untuk menyelesaikan masalah pengelolaan sampah di Bandung. Mulai dari usulan untuk mengubah paradigma keliru yang berorientasi menimbun sampah menjadi paradigma mengolah sampah, hingga desakan masyarakat agar Pemerintah Kota konsisten memberlakukan Peraturan K3 yang telah dikeluarkan telah disampaikan. Sekarang mah, tinggal bagaimana pemerintah dan para wakil rakyat mengartikulasikan keinginan masyarakat itu kan?