26 June 2007

Buatlah Kompos dari Sampah Rumah Tangga Anda

Berapa banyak sampah sih yang diproduksi oleh orang Bandung? Menurut beberapa sumber, laju produksi sampah kota orang Bandung saat ini telah mencapai 25 ton/jam. Sebuah angka yang menakutkan, memang!
Jadi, anjuran untuk mengurangi volume sampah harus kita perhatikan dengan serius. Anjuran ini disertai juga dengan kesadaran diri untuk tidak membuang sampah seenaknya. Yang paling sederhana adalah, mengapa kita tidak mengolah sendiri sampah yang seharusnya kita buang itu? Buatlah kompos. Jangan membuang sisa makanan.

23 June 2007

PLTSa: Maju Kena Mundur Kena

Lokasi geografis Bandung yang berada di "Cekungan Bandung" memberikan karakteristik khas. Hal ini kemudian memberikan beberapa konsekuensi tertentu bagi manajemen lingkungan kota Bandung. Dampak yang tidak menguntungkan dari sisi geografis ini telah mengubah cara pandang para praktisi teknologi proses dan pemerhati lingkungan bagi usaha-usaha pengembangan daerah.
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi Kementerian Lingkungan Hidup Ir. Isa Karmisa Adiputra, kualitas udara di Cekungan Bandung telah begitu rendahnya, sehingga keasaman hujan di daerah ini telah sangat tinggi. "Bahkan, tingkat keasamannya sudah seperti orange juice," ujarnya. Menurut catatan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, pH air hujan di Bandung telah mencapai angka 3,85, padahal pH normal adalah sekitar 5,6 saja.
Hal ini semua disebabkan karena gas buang yang teremisikan ke udara tidak bisa lepas dari daerah ini karena kondisi geografis Cekungan Bandung yang memang dikelilingi oleh pegunungan. Kabut dan awan yang tetap berada di Cekungan Bandung yang disebabkan oleh emisi gas buang ini bahkan teramati oleh satelit. Artinya, emisi gas buang yang terperangkap di Bandung akan selalu berada di daerah ini. Jika laju penambahan emisi gas buang ini tidak dikurangi, konsentrasi emisi gas buang di Cekungan Bandung akan terus bertambah dan dapat mengakibatkan rusaknya iklim tradisional Bandung, bukan saja karena hujan asam dan polusi udara, tetapi juga niaknya temperatur global kota Bandung yang telah mulai terasa akhir-akhir ini.
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) memang akan dapat menanggulangi masalah sampah di kota Bandung. produksi sampah di kota Bandung telah mencapai angka 25 ton/jam, sebuah laju produksi akumulasi sampah yang memang harus segera diatasi. Apakah PLTSa adalah jawabannya?
Well, PLTSA juga ditengarai akan menambah parah kualitas udara yang telah saya uraikan di atas yang nota bene sudah parah ini. Dalam artikelnya, "PLTSa: Alternatif Solusi Masalah Sampah", Ari Darmawan Pasek mengatakan bahwa PLTSa telah digunakan di berbagai negara. Ia bahkan menunjuk beberapa negara maju yang telah memproduksi tenaga listrik dengan memanfaatkan PLTSa, seperti Belanda, Jepang, Amerika, Singapura, dan Malaysia. Dioxin yang dihasilkan dari unit PLTSa dikurangi hingga di bawah ambang batas, dan diemisikan ke udara. Kandungan dioxin yang teremisikan bisa mencapai 37 gram per tahun. So, menurut Ari, pasti amanlah.
Namun, Ari Darmawan Pasek lupa, bahwa kondisi geografis lokasi di mana unit PLTSa itu dibangun mungkin tidak sama dengan kondisi geografis Bandung. Lebih-lebih jika kita berbicara tentang Belanda dan Singapura yang topografi daratannya memang flat, tidak dikelilingi oleh pegunungan, sehingga gas buang tidak akan terakumulasi di areal ini. Sehingga, ketika kita berbicara masalah unit PLTSa di Bandung, unit ini akan menjadi sebuah monster penghasil dioxin yang secara perlahan-lahan akan mengurangi kualitas hidup di kota Bandung!
Apa itu dioxin? Menurut The Alliance For A Clean Environment:

The name of a group of persistent very toxic chemicals. Dioxin is the nastiest, most toxic man-made organic chemical;(dioxin's toxicity is second only to radioactive waste).

Dioxin Health Effects

  1. Dioxin is a powerful hormone-disrupting chemical. It exhibits serious health effects when it reaches as little as a few parts per trillion in your body fat.
  2. There is NO "threshold" dose - the tiniest amount can cause damage, and our bodies have no defense against it.
  3. Dioxin modifies the functioning and genetic mechanism of the cell by "attaching" to a protein in the cell, much like a key fitting into a lock.
  4. Dioxin accumulates in the fat cells. It is not metabolized by humans.
  5. Dioxin causes a wide range of effects: potent cancer causing agent; damages the immune system, leading to increased susceptibility to infectious disease; reproductive and developmental effects; miscarriages and birth
    deformity; and Nervous System Disorders.
Sebuah dilema yang harus kita pikirkan bersama. Namun, jika saya ditanya masalah ini, saya akan menjawab bahwa saya menginginkan Bandung yang tetap asri; Bandung yang bebas dari masalah sampah dan dioxin. Mungkinkah? SANGAT MUNGKIN!

21 June 2007

Hingar Bingar PLTSa

Sejak digelindingkannya ide Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), yang akan diadopt oleh Bandung, hingar bingar PLTSa telah menjadi pokok pembicaraan para praktisi rekayasa (minimal) di Bandung. Berikut beberapa remah-remah yang mungkin menarik untuk disimak:

  • Amdal PLTSa Perlu Libatkan Masyarakat :: BAK halilintar di hari terang muncullah berita pada "PR" terbitan 5 Juni 2007, halaman 2: "Dada Ngotot PLTSa Dibangun Juli". Inti berita ialah Pak Wali Kota minta agar tim feasibility study (FS) ITB secepatnya menyelesaikan Amdal sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dapat mulai dibangun bulan Juli, minimal peletakan batu pertamanya.
  • Risiko PLTSa :: PROFESOR Tchobanoglous, pakar persampahan di Universitas California, Amerika Serikat menulis: unfortunately, few of the full-scale plants that have been built have proved to be successful. Although economic has been the major reason for their demise, some energy-conversion plants have failed because of technical difficulties.
  • PLTSa: Alternatif Solusi Masalah Sampah :: PEMBANGKIT Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), ”sanitary landfill, composting”, atau 3R merupakan alternatif teknologi penanganan sampah yang keberhasilan implementasinya bergantung tidak hanya pada aspek keunggulan teknologi masing-masing tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek lainnya seperti aspek ekonomi, politik, sosial, dan legal.
  • PT BRIL Buka Peluang Warga Bekerja di PLTSa :: Meski operasional pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di wilayah Gedebage, Kota Bandung, berbasiskan teknologi tinggi, PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL), membuka peluang bagi warga sekitar untuk bekerja di lingkungan PLTSa berkapasitas 7 megawatt itu.
  • Ratusan orang berunjuk rasa tolak pembangunan PLTSa :: Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Bandung, ITB, dan Gedung Sate, Senin (30/4).
  • Demo Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ke ITB :: Senin, 30 april 2007 momen sejarah yang tidak bisa dilupakan buat ITB. Hari itu masyarakat mendemo ITB tentang rencana pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
  • Aliansi Rakyat Tolak PLTSa Datangi ITB :: Sekitar 300 warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak PLTSa dan Koalisi Masyarakat Bandung Bermartabat mendatangi DPRD Kota Bandung dan DPRD Jawa Barat, Senin (30/4). Mereka menolak rencana pembangunan PLTS di dekat permukiman.
  • KNPI Kab. Bandung Dukung PLTSa Gedebage :: Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Kab. Bandung secara tegas mendukung rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang akan dibangun Pemkot Bandung di daerah Gedebage.
  • Walikota Bandung Bersyukur Masyarakat Mulai Menerima Rencana Pembangunan PLTSa

Stasiun Kereta Api Bandung

Jika anda datang ke Bandung dengan Kereta Api dari Jakarta, sekitar 300 meter sebelum masuk stasiun Bandung, di sebelah kanan rel kereta api terdapat TPS yang penuh dengan onggokan sampah yang, duileh baunya!. Sampah ini telah beberapa hari ini terakumulasi sehingga benar-benar merusak pemandangan. bukan saja tidak sehat, tetapi juga aneh, karena tidak jauh dari sana terdapat pusat perbelanjaan yang relatif anyar, (....hyperpoint?) saya lupa namanya.
Kok bisa ya, tempat yang seyogyanya dipelihara kebersihannya, karena nota bene stasiun KA adalah pintu gerbang bagi personifikasi Bandung, yang secara langsung menggambarkan bagaimana masyarakat Bandung memperlakukan kotanya. Orang luar yang datang ke Bandung dengan menggunakan kereta api, ketika melihat situasi ini, akan berpikir, "Buset! Ngapain aku ke Bandung?"

20 June 2007

Bebersih

Swiiirrr, tiba-tiba truk sampah berbau busuk meliwati saya. Saya yang sedang mengendarai sepeda motor tak bisa tidak, menghirup udara busuk yang ditinggalkan truk sampah yang penuh dengan sampah busuk kota Bandung. Dengan terpaksa, saya harus menghentikan sepeda motor saya di sebuah lokasi yang enak, untuk sekedar memberikan waktu yang cukup agar truk sampah itu cukup jauh, sehingga bau busuk tidak lagi menyengat.
Memang, akhir-akhir ini, TPS-TPS tampak bebenah. Sampah yang beberapa waktu yang lalu memenuhi tempat ini, mendadak menghilang. Suasana yang agak manusiawi mendadak hadir di sekitar masyarakat Bandung. Sampai kapan? Entah. Yang pasti, pembersihan ini seyogyanya harus disertai dengan kampanye masif kepada seluruh masyarakat Bandung, bahwa aktivitas reduce, reuse dan recycle sampah memang memerlukan kesadaran komprehensif. Sampah kota yang telah berjubel, memang harus mendapatkan perhatian khusus. Walaupun TPS Jalan Bengawan, misalnya, saat ini telah mulai ramping, masyarakat sekitarnya saya yakin masih berpikiran apatis. Sampai kapan previllage mendapat udara bersih ini dapat dinikmati oleh mereka? Sekali lagi, entah. Ketidak pastian yang sudah menjadi ciri hidup masyarakat Indonesia.
Ooopps, saya sudah terlambat, dan harus segera ngeloyor lagi.

15 June 2007

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Tabik kepada Prof Otto Soemarwoto, karena tulisan beliau saya copy bulet-bulet ke blog saya. Hal ini karena apa yang dikemukakan oleh beliau harus saya sosialisasikan kepada seluruh pemerhati sampah di Bandung. Simaklah:

Amdal PLTSa Perlu Libatkan Masyarakat
Oleh PROF. OTTO SOEMARWOTO

BAK halilintar di hari terang muncullah berita pada "PR" terbitan 5 Juni 2007, halaman 2: "Dada Ngotot PLTSa Dibangun Juli". Inti berita ialah Pak Wali Kota minta agar tim feasibility study (FS) ITB secepatnya menyelesaikan Amdal sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dapat mulai dibangun bulan Juli, minimal peletakan batu pertamanya.
Sebelumnya saya mohon maaf kepada Pak Wali Kota jika ada hal-hal yang tidak berkenan di hati Pak Wali Kota. Saya bukan oponen Pak Wali Kota. Bahkan dapat dikata pendukung, meskipun diam-diam, tidak vokal. Saya melihat ada keseriusan pada Pak Wali Kota dalam menangani Kota Bandung yang kita cintai. Dulu sewaktu Pak Wali Kota diangkat menjadi wali kota, sebagian besar jalan di Bandung rusak berat. Kini, telah dapat diubah menjadi sebagian besar baik. Taman baru mulai dibangun. Akan tetapi, saya terkejut dengan berita tersebut.
Fungsi Amdal adalah bagian studi kelayakan yang melibatkan masyarakat, khususnya kelayakan lingkungan hidup. Setelah draf Amdal selesai, masyarakat diberi kesempatan untuk mempelajari draf tersebut dan memberikan pendapatnya, termasuk pendapat menolak. Jadi, draf itu belum tentu diterima meskipun ITB yang membuatnya.
Jika tim Amdal jujur, tim harus berangkat dengan niat apakah PLTSa itu layak lingkungan hidup. Jadi, tidak boleh ditentukan dulu bahwa PLTSa itu layak lingkungan hidup. Bisa ya, bisa tidak. Bisa juga layak dengan syarat tertentu. Syarat itu dapat teknis mesin PLTSa, dapat juga syarat sosial- budaya-ekonomi. Amdal yang baik mencakup studi sosial budaya-ekonomi masyarakat sebagai bagian integral studi. Tidak perlu ada studi sosial-budaya-ekonomi khusus.
Studi dimulai dari apa tujuan PLTSa. Sebagai alternatif tunggal ataukah sebagai sebuah komponen dalam pengelolaan sampah? Jika sebagai komponen, bagaimana kedudukannya dalam sistem pengelolaan sampah? Dari segi teknis, adakah jaminan tidak akan terbentuk dioksin, juga bila ada gangguan mesin? Bahan pembentuk dioksin ada dalam sampah, yaitu plastik. Bahan organik tumbuhan juga dapat membentuk dioksin. Dioksin itu kontroversial, meskipun semua orang setuju, dioksin adalah toksik. Kontroversinya ialah ada yang menyatakan karsinogenik dan tidak ada batas aman (no safe level). Kadar sangat rendah pun sangat berbahaya. Ada yang menyatakan, di bawah kadar tertentu, dioksin tidak berbahaya. Pemerintahan di Eropa dan Amerika Serikat mengambil sikap prinsip kehati-hatian (precautionary principle).
Jika ada dioksin, meskipun dalam kadar sangat rendah, pabrik ditutup. Sewaktu pakan ternak di sebuah negara di Eropa terkontaminasi dioksin, semua hasil peternakan (susu, keju, dll.) Eropa harus ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Indonesia termasuk negara yang terkena dampak ini.
Dioksin bukan satu-satunya zat pencemar yang terbentuk. Amdal harus menyajikan zat apa saja yang terbentuk mulai dari pengumpulan sampah sampai pembakaran. Jadi, mulai dari dalam air lindi, pengumpulan sampah, sampai pada yang ada dalam asap yang keluar dari cerobong asap. Bagaimana pengolahan air lindi dan air buangan pada umumnya? Ke mana dialirkan?
Siapa dan di mana mereka yang akan terdedah (exposed) pada air buangan dan air lindi? Mesin akan membutuhkan air. Dari mana air akan diambil? Dari sungai atau/dan dari tanah? Akankah terjadi persaingan air antara pabrik dan penduduk di sekitar pabrik serta di cekungan Bandung pada umumnya? Yang keluar dari cerobong asap ke mana distribusinya?
Kerusakan mesin selalu dapat terjadi. Juga selalu ada kemungkinan terjadi kecelakaan. Jika mesin rusak atau ada kecelakaan, zat berbahaya apa yang dikeluarkan ke lingkungan hidup? Siapa yang terdedah, di mana dan berapa banyaknya? Apa yang harus dipersiapkan oleh rumah sakit untuk menangani keadaan darurat, termasuk persiapan paramedis, dokter, dan peralatannya untuk menangani keadaan darurat itu?
Misalnya, jika terjadi ledakan yang menyebarkan dioksin, rumah sakit, paramedis, dan dokter, harus tahu tindakan apa yang harus diambil. Jadi, Amdal harus mengkaji tindakan darurat apa yang tersedia untuk mengatasi masalah ini? Jangan sampai terjadi seperti di Bhopal, India. Rumah sakit, paramedis, dan dokter, kebingungan, tindakan apa yang harus diambil terhadap para korban kebocoran zat racun dari pabrik.
Terdapat pula kemungkinan ada hambatan dalam pengangkutan sampah. Misalnya, karena unjuk rasa penduduk. Atau karena banjir. Bandung adalah daerah rawan banjir. Mungkin juga karena cash flow pemilik pabrik terganggu. Jika terjadi hambatan dan sampah menumpuk di Bandung, adakah tindakan darurat untuk mengatasi penumpukan sampah, sehingga Bandung tidak menjadi kota terkotor lagi? Kecuali malu, juga tidak nyaman dan tidak sehat, karena bau dan lalat.
Contoh di atas bukanlah daftar isi lengkap Amdal. Hanya sekadar ilustrasi. Masyarakat berkepentingan. Oleh karena itu, masyarakat harus diminta pendapatnya tentang draf Amdal. ITB tidak dapat dipesan untuk membuat Amdal yang menyatakan PLTSa itu layak lingkungan hidup. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) kota dan provinsi pun tidak dapat dipesan untuk menyetujui draf Amdal ITB yang diajukan padanya.
Saya sebutkan juga BPLHD provinsi, karena emisi pabrik tidak terbatas di Kota Bandung, melainkan juga Kabupaten Bandung. Bahkan dapat lebih luas, tergantung dari kekuatan dan pola angin. Air lindi dan buangan distribusinya mungkin juga tidak terbatas pada wilayah Kota Bandung. Masyarakat tidak pula dapat dipesan untuk menyatakan bahwa PLTSa adalah layak lingkungan hidup, agar bulan Juli peletakan batu pertama dapat dilakukan.
Amdal bukanlah penghambat pembangunan. Amdal, BPLHD, dan masyarakat, juga tidak dapat dipesan untuk tidak menyetujui PLTSa. Fungsi Amdal ialah untuk membantu mencapai hasil pembangunan yang optimal dan mendukung pembangunan berkelanjutan. Amdal yang baik tidaklah mudah. Prosesnya juga panjang. Kecuali, memang kalau mau dipesan dan diatur bahwa Amdal itu sekadar untuk membenarkan PLTSa. Ini dapat cepat, tapi berbahaya.
Sekali lagi Pak Wali, saya bukanlah oponen Bapak. Artikel ini mohon dianggap sebagai masukan bagi Bapak. Juga bagi masyarakat untuk mengetahui hakikat dan fungsi Amdal. Upami aya kalepatan, mugi dihapunten. ***
Penulis, Guru Besar (Emeritus) Unpad, pakar ekologi.

Konsern

Pada dekade terakhir ini, perhatian kita pada praktek-praktek pembuangan limbah, baik tiu limbah industri, maupun limbah rumah tangga yang dimanifestasikan oleh limbah kota, telah meningkat dan menjadi semacam gerakan laten yang diterima ataupun tidak, menasional. Pengaruh dari tekanan ini telah menjadi sebuah kerangka penting dalam mengembangkan manajemen sampah, terutama manajemens ampah kota Bandung. Namun tampaknya, pemerintah kota masih mencoba untuk mengambil langkah sophisticated dan masih mengenyampingkan cara-cara tradisional dan berdana rendah dalam mengelola sampah. Landfill masih menjadi primadona pengelolaan sampah di Bandung, walaupun wacana ke arah penerapan pembakaran langsung (dengan unit incineratori) telah mengemuka. Beberapa studi dan proposal penelitian yang menggunakan cara-cara "baru", seperti studi minimisasi sampah sejak awal, penggunaan kembali sampah, perlakuan fisik/kimia/biologi, stanilisasi kimia/metoda solidifikasi, mulai dilirik oleh para pakar/ilmuwan yang konsern terhadap masalah sampah yang dihadapi oleh Bandung. Maraknya studi-studi seperti ini, membuka peluang pengembangan dan pembangunan proses pembelajaran masayarakat secara desentralisasi. Masalah sampah, memang konsern kita semua.

08 June 2007

Revitalisasi TPA Bandung dan Konsep Pengelolaan Sampah Bandung

Pemerintah Kota Bandung berencana untuk melakukan revitalisasi TPA Sari Mukti yang terletak di Kecamatan Cipatat, kabupaten Bandung. Revitalisasi ini berupa perbaikan infrastruktur dan pebangunan fasilitas pembuatan kompos di areal TPA. Proses revitalisasi ini akan berlangsung selama 3 tahun. Anggaran yang disediakan dari APBD sekitar 22 milyar rupiah. Sebuah langkah kongkrit yang menggembirakan. Apalagi jika revitalisasi ini juga akan meliputi perbaikan dan pembangunan fasilitas pengelolaan sampah modern di TPA Leuwigadjah.
Namun sebenarnya yang lebih penting adalah, bagaimana Pemerintah memberikan ruang kepada proses pendidikan manajemen sampah sederhana kepada seluruh masyarakat, sehingga filosofi reduce, reuse dan recycle menjadi pola hidup masyarakat yang mengakar. Karena selama ini, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah terkesan setengah-setengah. Tidak ada usaha masif yang menusuk dalam kepada perubahan pola pikir secara kolektif.
Gambar di atas saya curi dari Pikiran Rakyat. Pengelolaan sampah di Bandung masih terus mengandalkan usaha-usaha tradisional yang mengedepankan pemerintah sebagai ujung tombaknya. Pengelolaan sampah tidak dimulai dari akar rumput, tidak ada usaha-usaha pengelolaan sampah dalam skala rumah tangga. Mungkin sudah saatnya setiap individu komponen masyarakat mulai menyadari bahwa pengelolaan sampah di skala rumah tangga merupakan konsep progresif yang secara langsung dapat mengatasi masalah makro pengelolaan sampah di Bandung.

Lagi-lagi Insinerator

Mumpung saya sedang berbicara tentang insinerator, saya menemukan sebuah penelitian tentang insinerator kaitannya dengan aspek perancangan di Digilib ITB. Penelitian ini berjudul ARSITEKTUR PERALATAN INSINERATOR SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH YANG DISESUAIKAN DENGAN KONDISI KOTA BANDUNG, yang dilakukan oleh Sdr. Lukman Abdurachman dari Teknik Sipil ITB.

Simak:

Sampah perkotaan merupakan masalah besar bagi pemerintah kota, karena jurnlahnya terus bertambah sesuai pertumbuhan penduduk, sedangkan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) semakin terbatas. Data Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung tahun 2004 menunjukkan jumlah sampah sekitar 7500 m3/hari, atau setara dengan 1875 ton/hari (dengan asumsi berat jenis sampah sebesar 0.250 ton/m3)
Tahun 2003, BPPT melalui Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan membuat metoda pengelolaan sampah terpadu, dengan rnelakukan proses daur ulang untuk sampah anorganik dan pengkomposan untuk sampah organik, sehingga sisa sampah setelah proses tersebut sebesar 18% atau setara dengan 1350 m3/hari (337.5 ton/hari).
Sisa sampah dapat direduksi lagi untuk menghilangkan sampah secara total dengan menggunakan mesin insinerator, sebagai proses reduksi volume sampah yang paling efektif, yang dapat membakar sampah padat menjadi abu sehingga volumenya tereduksi mencapai 10-20%
Penelitian ini difokuskan pada desain peralatan insinerator yang sesuai dengan kapasitas sampah Kota Bandung yang mampu memenuhi tantangan claim hal kualitas produk yang terkait erat dengan kebutuhan konsumen (customer needs), desain peralatan dengan kualitas yang baik, serta biaya investasi yang diperlukan.
Perhitungan secara kuantitatif menggunakan analisa konjoin sebagai alat pengukuran konsumen, analisis klaster sebagai alat pengelompokan konsumen, Quality Function Deployment sebagai alat untuk menghasilkan nilai target spesifikasi karakteristik teknis, serta metode Pengembangan Produk Generik dalam penentuan arsitektur produk.
Hasil penelitian menunjukkan peralatan insinerator yang layak digunakan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah 5 buah insinerator dengan kapasitas masing-masing sebesar 80 ton perhari. Biaya investasi untuk membuat satu buah incinerator tersebut sebesar Rp. 9.822.000.000,- dengan biaya operasional sebesar Rp. 3.000.000,- perhari.

05 June 2007

Insinerator Cocok bagi Pengelolaan Sampah Bandung?

Kalau anda ke Bandung lewat jalan tol Pasteur, sekitar 1 km dari pintu tol, di sebuah TPS di sebelah kiri jalan tol terdapat sebuah insenerator yang akhir-akhir ini bekerja secara terus menerus. Asap tebal mengepul dari bagian atas insenerator, putih kehitaman, menarik perhatian pengemudi yang kebetulan meliwati ruas jalan tol itu.

Insenerator memang sempat menjadi salah satu opsi unit pengelolaan sampah di Bandung. Sampah dibakar, volumenya menyusut atau bahkan hilang, masalah penumpukan sampah terselesaikan. Bahkan ada yang kemudian dilengkapi dengan unit pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan panas hasil pembakaran sampah itu. Namun, sekali lagi, benarkah pengelolaan sampah dengan membakarnya di insenerator adalah opsi yang baik untuk Bandung?

Banyak yang melihat bahwa proses ini adalah solusi yang baik. Sampah hilang, dapat listrik. Namun para pakar lingkungan justru mempertanyakan proses ini. Emisi gas yang ditimbulkannya akan menjadi masalah besar bagi Bandung yang nota bene terletak di cekungan Bandung. Gas buang yang teremisikan dari unit-unit pembakar sampah ini tidak akan pernah hilang dari atmosfir kota Bandung Raya. Dan emisi gas itu akan membentuk lapisan rumah kaca yang akan secara progresif meningkatkan temperatur ambien.
Perdebatan tentang hal ini masih terus berlangsung, dan hingga sekarang belum ada titik temu bagaimana sebaiknya Bandung bersikap.