23 May 2005

Masyarakat Peduli, Masyarakat Tak Peduli

Image hosted by Photobucket.com


Seorang teman memberikan muka cemberutnya ketika aku bertemu dengannya. "Dipikir-pikir, dikemanakan ya retribusi sampah yang dikumpulkan dari penduduk. Kok hingga kini masih saja banyak sampah dan tampaknya pemerintah tidak peduli dengan kebersihan kota.", katanya sambil melemparkan pantatnya, duduk disebelahku. "Mestinya KPK tidak hanya meng-obok-obok KPU saja.", tambahnya, sama sekali tidak melepaskan muka cemberutnya. Diskusi tentang retribusi sampah hari itu berakhir seperti biasanya. Selera makanku hilang sebagian, karenanya.

Dalam perjalananku pulang ke rumah, aku meliwati daerah jalan Taman Sari, dan klaim sahabatku bahwa uang retribusi sampah sama sekali tidak berguna dalam meningkatkan pelayanan pemerintah pada kebersihan kota berubah menjadi sebuah keniscayaan ketika aku melihat sampah berserak di belakang ITB. Aku berhenti sejenak di sana, dan termenung. Dan kekagetanku seakan-akan menjadi-jadi ketika aku diajak untuk melihat gunung sampah di dekat pelataran parkir SABUGA. Waduh, ternyata daerah elite seperti ITBpun tidak berdaya jika dihadapkan pada masalah sampah.

Siapa yang salah?

Merenung bukan kegiatan favoritku, tetapi hari itu aku dipaksa merenung ketika aku melihat daerah Simpang yang masih tetap semrawut, kotor, dan tidak terurus. Sampah plastik dan kertas bertebaran di mana-mana. Onggokan sampah berbau menumpuk tepat di bawah sebuah tulisan "Dilarang Membuang Sampah di Sini, Kecuali Anjing". Apakah seluruh kesalahan itu harus ditaruh seluruhnya di pundak pemerintah, sementara ternyata dengan kasat mata, kita bisa melihat bahwa masyarakat ternyata juga memegang peranan utama mengapa seluruh masalah sampah ini mengemuka? Serentetan pertanyaan mendasar lantas muncul, dan lidahku kelu, ketika aku sama sekali dihadapkan pada pilihan-pilihan sederhana.

  • Pemerintah sudah tak punya daya, apakah kita akan terus mengharapkan sesuatu darinya, padahal sebenarnya pengelolaan sampah keluarga dan masalah kebersihan kota adalah masalah sikap peduli atau tidak peduli dari seluruh komponen masyarakat.
  • Kalau aku sudah membayar retribusi sampah, apakah lantas aku berhak membuang sampah seenak udelku?
  • Apakah kinerja pemerintah yang tidak optimal akhir-akhir ini dapat menghentikanku untuk menjadi komponen masyarakat yang cerdas dan berbudaya?

Masyarakat yang peduli akan isu-isu sosial selalu menjadi sebuah senjata fenomenal bagi pemberdayaan bangsa, dengan atau tanpa dorongan pemerintah. Percaya atau tidak?

Aku sih percaya aja.

17 May 2005

Masyarakat Mengelola Sampah?


Mengapa tidak? Jika 80% sampah organik dikelola secara mandiri oleh masyarakat, Bandung tidak akan bermasalah seperti sekarang ini. Sistem daur ulang sampah organik dengan proses pengomposan adalah alternatif yang sangat berprospek. Sudah saatnya setiap komponen masyarakat yang peduli, termasuk di dalamnya pemerintah, masyarakat akademis, dan LSM, mulai bersama-sama berteriak, "KOMPOS!".


Empat Pemda Harus Segera Rehabilitasi TPA Leuwigajah

Setelah tiga bulan sejak bencana longsor di TPA Leuwigajah, belum ada langkah-langkah kongkret untuk merehabilitasi TPA Leuwigajah. Bahkan pembicaraan untuk mengganti TPA Leuwigajah-pun tidak terdengar lagi. Rapat-rapat dan pertemuan dalam rangka membicarakan masalah ini telah banyak dilakukan, namun hingga kini, seluruh masalah ini masih berkisar pada masalah-masalah yang bersifat marginal. Permasalahan pokok seperti:

    • bagaimana management pengelolaan sampah di daerah Bandung dan sekitarnya tidak pernah tersentuh.
    • pemberdayaan, pelatihan dan pembelajaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah malah terlupakan.
    • bagaimana memberlakukan Perda K3 yang berpotensi untuk tidak dapat dilaksanakan secara efektif malah terabaikan.

Empat Pemda Harus Segera Rehabilitasi TPA Leuwigajah: "Munculnya alasan bahwa tidak segera ditanganinya TPA itu karena TPA itu sudah dikelilingi police line, hal itu dibantah Enri.
Seharusnya, rehabilitasi itu segera dilaksanakan. Tapi, kok mereka beralasan police line. Padahal, saya berulang-ulang ke sana, nggak ada itu police line. Mahasiswa saya masuk berulang-ulang sampai ke dalam, nggak ada masalah, ungkap Enri."

Ganti Rugi Leuwigajah Rp 56 M

Proses tuntutan ganti rugi TPA Leuwigajah masih terus digodok, walaupun kemudian tidak bisa dieksekusi segera. Besarnya ganti rugi yang mencapai Rp 56 miliar, menyebabkan diskusi berlangsung alot. Tim teknis penanganan longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah Provinsi Jabar mengajukan dana ganti rugi kepada Gubernur Jabar untuk korban sebesar Rp 56 miliar. Besarnya dana ganti rugi tersebut akan dipikul empat pemerintah daerah yakni Pemprov Jabar, Pemkot Bandung dan Cimahi serta Pemkab Bandung.

Ganti Rugi Leuwigajah Rp 56 M: "Menyikapi besarnya nilai ganti rugi yang akan diajukan, Adib Zain menyatakan, Komisi A tidak menerima atau menolak besaran ganti rugi tersebut. Pihaknya hanya meminta masyarakat yang menjadi korban untuk bisa memahami kemampuan keuangan pemda."

16 May 2005

Bunga-bunga KAA Kini Mengering

Bunga-bunga KAA Kini Mengering: "ADA yang berserloroh, seandainya KAA digelar setiap bulan, julukan Bandung 'Parijs van Java' akan kembali bersinar. Momentum KAA, setidaknya menjadikan warga Bandung lebih berdisiplin, minimal tidak membuang sampah ke Sungai Cikapundung (apalagi waktu itu tentara berjaga-jaga di sana). Bukan cuma warganya yang mendadak disiplin, Pemkot Bandung dan Pemprov Jabar pun 'tergopoh-gopoh' mempercantik wajah kota. Puluhan miliar dana dikucurkan untuk memperbaiki trotoar, mengecat lampu jalan, memperindah taman hingga menutupi gedung kosong menggunakan kain raksasa."

Jembatan Cimindi Berubah Fungsi

Kemarin, saya berkendaraan dari Cimahi ke Bandung meliwati Jembatan Cimindi. Tidak perlu menjadi seorang pengamat profesional untuk mengetahui bahwa masyarakat Bandung saat ini sudah menjadi masyarakat yang tidak lagi memiliki minat untuk memiliki kota yang asri dan bersih. Jembatan Cimindi telah berubah fungsi menjadi tong sampah bagi masyarakat sekitarnya, yang menandakan masyarakat sudah tidak lagi berminat untuk memiliki lingkungan yang resik.

Hari ini Pikiran Rakyat menayangkan gambar tentang Jembatan Cimindi yang berubah fungsi itu. Tidak salah rasanya jika Pemerintah Daerah harus memulai dengan sungguh-sungguh untuk memulai teladan bagi masyarakat agar sadar bahwa hanya orang bodoh dan tidak tahu malu saja yang mau mengotori kotanya sendiri.

12 May 2005

Beberapa Opini Tentang Bandung dan Sampah


Semu::Di Bandung sekarang sedang dilkakukan perbaikan besar2an, pembersihan besar2an, pemercantikan besar2an. Semua rumput di pinggir2 jalan dipangkas, jalan2 diaspal ulang, trotoar yang udah ancur dibangun lagi, pohon2 dipangkas supaya rapi. Dan gw benci semua diatas!

Runtah di Leuwigajah::Di imah, kuring miceun runtah kurang-leuwih sakibik alias sameter kali sameter kali sameter lamun dipress atawa dipadetkeun. Eta teh dina jero sabulan.

Manajemen Sampah Telan Korban::Sungguh tragis peritiwa yang terjadi. Dan perlu kita mengakui bahwa Kita memang menjadi bangsa yang selalu terlambat bertindak. Mobilitas Lambat.!!

Lombok dan Sampah::Bagi orang seperti saya yang pernah melihat tumpukan sampah Bandung, Lombok merupakan daerah yang cukup bersih. Ingatan akan Lombok merupakan kenangan indah bagi saya.

HMTL WASSER UK::Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan UK.

Grafitti dan Kebodohan


Aku pernah menulis tentang asrinya Taman Ganesha di depan ITB. Memang, banyak sementara orang yang tidak peduli dengan hal-hal seperti ini. Mereka tidak peduli apakah yang mereka lakukan adalah sebuah kelakuan bodoh dan tidak bertanggung jawab. Sebuah taman burung yang jarang kita temui di Bandung, Taman Ganesha, malah dikotori oleh orang-orang bodoh yang merasa bahwa dunia ini hanya miliki mereka.

Mimpiku kali ini adalah, kapan ya Perda K3 akan diberlakuakn di Bandung?

10 May 2005

Promote Composting


Orang cerdas tahu manfaat pengomposan.

Sampah: Tanggung Jawab Moral?


Gambar ini memperlihatkan situasi pada hari Minggu yang lalu di sekitar Lapangan Gazibu Bandung. Pedagang kaki lima yang tetap tidak mau kehilangan kesempatannya untuk berjualan, tetap membuka tenda di kawasan itu, walaupun saat itu kawasan itu digunakan oleh SCTV untuk acara Karnaval SCTV. Sebenarnya sih senang juga melihat kegiatan publik dalam menciptakan event khas seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat kaki lima pada setiap hari minggu di sekitar Gedung Sate dan Lapangan Gazibu. Di Eropa pun kegiatan ini tidak dilarang, sepanjang kegiatan itu terkonsentrasi di kawasan tertentu, legal, tidak mengganggu kepentingan publik, dan yang paling penting masyarakat kaki lima harus memiliki tanggung jawab moral dalam menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan.

Tapi apa yang terjadi di kawasan Lapangan gazibu dan Gedung Sate saat itu? Kawasan itu penuh sampah yag dibuang di mana-mana seenaknya. Tidak ada sama sekali tanggung jawab moral masyarakat untuk sekedar "malu" untuk membuang sampah sembarangan.

Jika malupun sudah tak ada, mati saja lah!

09 May 2005

Proses Hukum Masalah TPA Leuwigajah Dimulai

Satu Berkas Kasus TPA Sudah ke Kejaksaan: "Polres Cimahi masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana pada musibah longsor Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah Cimahi, yang merenggut lebih dari seratus jiwa dan materi warga Kp. Pojok, Kel. Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi dan Kp. Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kec. Batujajar, Kab. Bandung. Bahkan, Polres sudah menyerahkan berkas perkara salah satu tersangka, yakni Drs. AG, Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung ke Kajaksaan Negeri Bale Bandung."

Tidak Jelas: TPA Pengganti TPA Leuwigajah

Terbersit sebuah berita bahwa Bandung akan menjadi Lautan Sampah kembali jika masalah TPA pengganti TPA Leuwigajah tidak segera diselesaikan. Aku sempat kaget ketika teman-teman diskusiku sempat berujar bahwa tidak ada tempat lagi untuk lokalisasi pembuangan sampah kota Bandung. Setelah TPA Pasirimpun dan TPA Cicabe dinyatakan over-loaded, pemerintah kota tampaknya mulai gerah dan panik membayangkan bahwa Bandung kembali dibayang-bayangi oleh kemungkinan mengalami masalah serupa dengan masalah yang dihadapi menjelang KAA yang lampau, bersampah-ria. Pikiran Rakyat melansir bahwa Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kabupaten bandung dan Pemerintah Kota Cimahi masih berkutat dalam diskusi tak berujung masalah pembelian tanah TPA Citatah sebagai pengganti TPA Leuwigajah.

07 May 2005

Kumuhnya Jalan Soekarno Hatta


Tumpukan sampah yang sudah semakin tak sedap di pandang mata di dekat Jalan Soekarno Hatta.

Daerah di Jalan Soekarno Hatta di sekitar Makro dekat Pasar Induk Gede Bage akhir-akhir ini menjadi kumuh karena orang sekitar daerah tersebut membuang sampah seenaknya. Tengoklah daerah sekitar 200 m dari Makro ke arah Timur, di bahu jalan sebelah Utara sebelum Jembatan yang melintas rel kereta api, tumpukan sampah sudah mulai terlihat berserakan yang membuat daerah sekitarnya menjadi kumuh dan tak sedap dipandang. Yang membuat keadaan menjadi semakin menyedihkan adalah, masyarakat yang agaknya tidak peduli tentang hal ini. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab?

Beli Lahan TPA Citatah Dianggarkan Rp 3 Miliar

Pemda, dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Pemerintah Kota Cimahi harus menyediakan anggaran sebesar 3 miliar rupiah untuk membeli lahan di Citatah. Masalah ini harus segera ditindak lanjuti kalau tidak mau melihat Bandung kembali menjadi lautan sampah. Walaupun hingga kini belum ada kontroversi yang muncul, Pemerintah seyogyanyalah telah melakukan sosialisasi dan mengkomunikasikan hal ini kepada seluruh masyarakat, disamping tentu memikirkan langkah-langkah jangka panjang dalam hal pengelolaan sampah. Mengapa tidak menganjurkan masyarakat untuk melakukan kegiatan pengomposan?

Baca: Beli Lahan TPA Citatah Dianggarkan Rp 3 Miliar: "Pemerintah Kota Bandung menyiapkan anggaran Rp 3 miliar untuk pembelian tanah masyarakat yang akan menjadi lokasi TPA Citatah. Pemkot juga akan menawarkan pengelolaan bersama kepada Pemerintah Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi."

03 May 2005

Usut Tuntas Kasus Leuwigajah

BANDUNG, (PR).-
Setelah menggugat Gubernur Jabar, Wali Kota Bandung, Wali Kota Cimahi, Bupati Kab. Bandung dan Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung sebesar Rp. 4,1 triliun, kini giliran jajaran Kepolisian Resor Cimahi jadi sasaran tuntutan 41 kepala keluarga (KK) ahli waris korban longsor sampah TPA Leuwigajah. Ahli waris menuntut jajaran Polres Cimahi memroses hukum Direktur PD Kebersihan Kota Bandung, Kepala Dinas Kebersihan Kab. Bandung dan Cimahi sebagai tersangka , yang kini berstatus tahanan luar karena jaminan.

"Kami mendesak Polres Cimahi menyelesaikan kasus TPA Leuwigajah, karena setelah dua bulan melakukan proses ternyata tidak kunjung ada perkembangannya. Kami menduga kepolisian memetieskan kasus itu," ujar Anwar, salah seorang ahli waris kepada "PR", Senin (2/5) kemarin.

Dikatakan Anwar, peristiwa longsornya gunung sampah TPA Leuwigajah 21 Februari lalu, yang menewaskan 147 warga di empat kampung Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar, Kab. Bandung akibat kelalaian sistim pengelolaan. Buktinya, Polres Cimahi menetapkan Dirut PD Kebersihan Kota Bandung Drs. Awan Gumelar sebagai tersangka, disusul Kepala Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung Ir. Sudirman.
Selain Dirut PD Kebersihan Kota Bandung dan Kadis Kebersihan Kab. Bandung, waktu itu (Sabtu, 26/2) Kapolres Cimahi AKBP. Irwanto, S.H., juga menegaskan empat tersangka lainnya dari 14 saksi yang dimintai keterangan.
Rencananya terhadap para tersangka akan dikenai pasal 359 KUH Pidana jo Pasal 43 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dengan ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara
Dipetieskan?
Lambannya langkah polisi menyelesaikan kasus itu, dinilai Anwar beserta ahli waris lainnya dan sejumlah LSM, karena Polres Cimahi memetieskan kasus TPA Leuwigajah. Artinya kasus yang sudah dilidik dengan menghadirkan tim dari Mabes Polri yang diwakili Bagian Intel Khusus Penanganan Bencana Alam AKBP Soleh Hidayat, dan Dr. Dadang, M.Si., M.Sc., saksi ahli dari Departemen Lingkungan Hidup RI didampingi Umar S.E., dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, prosesnya tidak akan dilanjutkan alias “delapan enam” .
Selain mendesak agar jajaran Polres Cimahi menuntaskan kasus TPA Leuwigajah, ahli waris juga menuntut agar aparat kepolisian menyelidiki mengenai dugaan penyelewengan uang bantuan Rp 1,85 miliar.
Karena berdasarkan hasil investigasi warga serta LSM peduli korban musibah longsor TPA Leuwigajah, antara uang yang diterima dengan yang didistribusikan ke korban atau ahli waris selisihnya mencapai Rp 1,2 miliar.
Saat sejumlah ahli waris menelusuri dan mempertanyakan, pihak Satkorlak mengatakan, sisa bantuan itu di antaranya dipergunakan untuk menyewa alat berat Rp 6 juta/unit/minggu. "Itu kami masih menganggap wajar, yang tidak wajar saat kami menerima bocoran kalau uang sebesar Rp 1 miliar dipinjam dulu oleh pihak kabupaten, entah untuk apa," ujarnya .(A-87)***

Citatah Menjadi Pengganti TPA Leuwigajah

Lahan perkebunan palawija dan kelapa seluas 10 hektar di Desa Citatah Padalarang telah ditetapkan sebagai pengganti TPA Leuwigajah. Memang tidak ada kontroversi tentang hal ini. DPR tenang-tenang saja, aman tentram dan damai. Tampaknya seluruh komponen masyarakat telah mengerti pentingnya TPA bagi Bandung Raya. Apalagi memang lokasi rumah penduduk memang cukup jauh dari lokasi TPA yang ditetapkan. Kita lihat lah!

Lahan di Citatah Menjadi Pengganti TPA Leuwigajah: "Pemerintah Kota Bandung memastikan akan menggunakan lahan seluas 10 hektare di Desa Citatah Kec. Padalarang Kab. Bandung sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) sampah selain TPA Jelekong, Kab. Bandung. Kepastian itu diambil setelah program penanganan sampah darurat ke TPA Cicabe dan Pasir Impun Kec. Cicadas, berakhir 30 April lalu."