30 December 2005

PD Kebersihan Kota Bandung Tidak Realistis

Tarif Kebersihan Bakal Naik

Belum lagi masalah sampah dan kebersihan di Kota Bandung beres, Awan Gumelar, Direktur Utama PD Kebersihan Kota Bandung mengumumkan bahwa tarif retribusi sampah akan dinaikkan pada tahun 2006. Alasan klasik yang dikemukakanpun sama sekali aneh. Awan menilai retribusi sampah yang Rp 3000 - Rp 4500 perbulan itu terlalu kecil. Katanya, masih banyak pihak yang tidak membayar retribusi sampah ini.

Nah, jika itu masalahnya, mengapa solusinya justru menaikkan tarif retribusi sampah? Langkah realistis dan elegan justru adalah mengupayakan bagaimana agar pihak-pihak yang saat ini tidak membayar retribusi sampah, mau melaksanakan kewajibannya untuk membayar retribusi sampah. Apalagi jika presentase para pemangkir ini ternyata cukup besar. Dari 1400 mitra penagihan, hanya 200 mitra saja yang beroperasi! Duh.

Sosialisasi Perda K3

Ketika aku liwat jalan Pasteur, persis di perempatan sebelum masuk ke Gerbang Tol Pasteur, kulihat papan besar yang bertuliskan informasi tentang Perda K3. Pada papan informasi tersebut disebutkan bahwa denda sebesar Rp. 5.000.000,- akan dikenakan pada siapa saja yang membuang sampah sembarangan dan merokok di tempat umum. Sosialisasi Perda K3 sudah mulai dilakukan. Namun apakah tindak lanjut penegakan Perda ini akan dilakukan? Kita tunggu, dan kita awasi.

28 December 2005

SKB Sampah Ditandatangani

Karena ini berita penting, seluruh text saya tayangkan di sini. Tentu, tanpa ijin dari PR ;-).

BANDUNG, (PR).-Untuk mengatasi permasalahan sampah di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Cimahi, Garut, dan Sumedang, pada Selasa (27/12) siang kemarin, telah ditandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) pembentukan wadah pengelolaan sampah bersama di ruang rapat basement Gedung Sate.

Kesepakatan bersama ini berdasarkan acuan kesepakatan pengelolaan sampah bersama yaitu SKB kerja sama pengembang dan pengelola infrastruktur wilayah metropolitan Bandung pada 13 Juli 2004, dan nota kesepahaman 7 Maret 2005 tentang pengelolaan sampah di metropolitan Bandung. Selain itu, juga berdasarkan SK pembentukan tim Perumus Greater Bandung Waste Management Coorporation (GBWMC) pada 13 Mei 2005, dan kesepakatan dalam tim perumus pembentukan GBWMC.

Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat, Drs. H. Nu'man A. Hakim, tujuan pembuatan SKB antar provinsi dan kabupaten/kota ini adalah untuk mempercepat proses pengelolaan sampah bersama, terkait mengenai pendirian GBWMC. Ia juga menuturkan bahwa permasalahan sampah ini memerlukan keterlibatan semua pihak. “Hal ini pada dasarnya memang kewenangan daerah otonomi. Namun, sampah ini memerlukan keterlibatan semua pihak maka diperlukan kerja sama dan keterlibatan dalam bentuk kesepakatan di tingkat korporasi,” kata Nu’man.
Nu’man juga mengatakan bahwa pertemuan ini juga dimaksudkan untuk menentukan tempat dan prosesnya seperti apa. “Ini baru tahap awal. Januari depan diharapkan akan ada badan usahanya. Empat bulan mendatang diharapkan ada penanganan yang bagus,” ujarnya.
Senada dengan Nu’man, Wali Kota Bandung, H. Dada Rosada mengatakan bahwa hal ini merupakan program pemerintah provinsi dalam rangka penanganan sampah regional, gabungan untuk tempat dan pengelolaannya.

Awal pembentukan pengelolaan sampah bersama ini dititikberatkan pada pengelolaan TPA (tempat pembuangan akhir). TPA wilayah Barat dan wilayah Timur. Sesuai dengan bahan yang didapatkan “PR”, pembangunan ini diprioritaskan pada pembangunan TPA di wilayah timur. Baik secara fisik, administrasi, maupun sosial ekonomis karena TPA wilayah Timur lebih memiliki kelayakan dibandingkan dengan wilayah Barat.

Untuk sistem pengolahan sampahnya sendiri, dari hasil studi kelayakan didapatkan bahwa dalam 10-15 tahun pertama teknologi di TPA secara teknis dapat dikatakan paling layak. Dikaitkan pula dengan kemampuan ekonomi masyarakat di Metropolitan Bandung, antara lain sistem sanitary landfill, composting, dan daur ulang. TPA nantinya juga akan dilengkapi dengan sistem penampungan antara (SPA).

TPA darurat

Untuk mengantisipasi penumpukan sampah di Kota Bandung pascapenutupan TPA Jelekong akhir bulan ini, pemkot masih melakukan pembicaraan dengan Pemkab Bandung, Sumedang, dan Garut.

“Untuk tempatnya, kalau tidak Sumedang, Garut, ya Kabupaten Bandung,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pemkot dalam waktu dekat akan mengajukan surat kepada Bupati Garut, meminta agar tempat pembuangan sampah Garut diizinkan untuk dipergunakan dalam beberapa hari.

Selain itu, pada Selasa (27/12) pemkot bersama dengan Pemkab. Bandung meminta rekomendasi dari Menteri Lingkungan Hidup, bahwa dalam keadaan darurat bisa diberikan izin untuk melakukan pembuangan tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) untuk sementara waktu. “Jika sampai 1 Januari surat rekomendasi tersebut belum ada, paling sampah menumpuk di depan-depan rumah kita dulu. Sementara mau membuang ke mana? yang pasti di TPS menumpuk. Tapi, kita juga akan berupaya mengangkut, “ kata Dada .

Sedangkan anggota Komisi C DPRD Kota Bandung, Adang Suhyatna mengatakan bahwa dari pertemuan kemarin dengan Wali Kota Bandung, telah diberitahukan bahwa pemerintah Kota Garut telah siap untuk menampung dan dijadikan tempat pembuangan sampah sementara, dengan catatan pemkot masih berusaha mencari tempat di Kota Bandung.

Menurut dia, awal Januari 2006 nanti TPA Pasir Impun akan diperlebar untuk menangkal tumpukan-tumpukan sampah.

“Sampai saat ini dewan belum pernah bertemu lagi dengan konsorsium sampah, PT Brill sejak penandatanganan MOU,” ujarnya. Ia menegaskan, dirinya optimis bahwa permasalahan sampah ini dapat diatasi melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh pemkot. (CW-11/CW-3)***

27 December 2005

Perda K3 akan Disahkan April 2006

Perda K3 akan diberlakukan mulai bulan April 2006. Itu berarti seluruh prangkat hukum dan usaha-usaha untuk melangkah ke sana sudah siap. Aat Safaat Hodijat anggota DPRD Kota Bandung mengatakan bahwa pemberlakuan Perda K3 ini mungkin akan terhambat karena masalah sampah di kota Bandung yang njelimet!

Kendala K3, tidak Ada TPS

BANDUNG, (PR).-Tidak tersedianya sarana tempat pembuangan sementara (TPS) sampah di lingkungan perumahan, menjadi salah satu kendala pelaksanaan Peraturan Daerah No. 3/2005 tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) yang akan disahkan April mendatang. Karenanya, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menata dan memperbaiki sarana serta prasarana penunjang, demi terlaksananya pelaksanaan K3 dan mewujudkan Bandung sebagai kota jasa "Bermartabat".

Berita selanjutnya...

21 December 2005

Warga Tolak TPA Citatah

Tampaknya keinginan pemerintah untuk mengalokasikan sampah ke Desa Citatah mendapat hambatan karena penolakan warga. Warga Citatah khawatir bahwa TPA Citatah yang sedang direncanakan untuk dibangun akan mencemari lingkungan di sekitarnya. Terdapat empat buah desa di sekitar TPA Citatah yang harus diperhitungkan ketika pemerintah membangun TPA di lokasi ini.

Warga setempat melayangkan surat penolakan yang ditandatangani oleh 40 tokoh msyarakat kepada DPRD Kabupaten Bandung.

Pikiran Rakyat menuliskan bahwa:

Kota Bandung dan Kota Cimahi telah mengusulkan tiga lokasi untuk dijadikan sebagai TPA alternatif di Desa Citatah. Hal itu diharapkan bisa mengganti TPA Jelekong yang akan berakhir masa penggunaannya 31 Desember ini.

Seorang pejabat teras Pemda sempat nyeletuk bahwa penentuan lokasi TPA tidak memerlukan amdal. Wih! Kontan, seorang anggota DPRD Kab. Bandung bersuara keras.

Secara terpisah, anggota Komisi C DPRD Kab. Bandung, H. Asep Anwar,
memprotes pernyataan salah satu pejabat teras di Kab. Bandung, yang menyebutkan TPA Cipatat bisa digunakan, sekalipun tanpa amdal.

”Saya menyesalkan statemen amdal itu. Padahal, tanpa amdal, pembangunan TPA Cipatat tidak boleh dilaksanakan. Tentunya, pemerintah harus memberikan contoh yang baik soal tertib perizinan. Jangan sampai terulang Kasus Leuwigajah kedua,” katanya.

20 December 2005

Anak-anak dan Komposting

Apa perbedaan anak Indonesia dan anak Amerika? Tidak ada bedanya, kecuali tampak bahwa anak-anak Amerika memiliki begitu banyak waktu luang untuk mengalihkan perhatiannya pada hal-hal berguna, seperti misalnya pengomposan. Dalam sebuah situs, Kids and Composting, anak-anak Amerika diberikan pengalaman berharga, bagaimana mengubah sampah menjadi emas.

Composting is the living recycling process that turns nature's trash into treasure garbage into gold, so to speak. It's catching on throughout the country as a way to reduce garbage output and enhance the health and vitality of the earth's soil.



Sejak dini, anak-anak diberi pengetahuan dan pengalaman bagaimana nikmatnya menjaga unsur hara tanah dan menyelami arti dari zero garbage.

These experiences with the natural world are even more important for youngsters in today's "virtual reality" climate, where childhood threatens to become more and more simulated.

TPA Babakan Ganti TPA Jelekong

TPA Jelekong Ditutup 31 Desember 2005
Soal TPA Babakan Pemkot Tunggu Izin

BANDUNG, (PR).-Pemerintah Kota Bandung masih menunggu izin tertulis dari Pemerintah Kabupaten Bandung soal penggunaan TPA Babakan. Sementara itu, TPA Jelekong akan ditutup total setelah masa pakainya habis pada 31 Desember 2005.

“Sampai saat ini saya belum menerima surat formal dari Bupati Bandung soal izin penggunaan TPA Babakan. Tapi, paling tidak, akhir Januari kami sudah memiliki TPA baru,” kata Wali Kota Bandung Dada Rosada, usai mengikuti upacara 31 tahun PDAM Kota Bandung, Senin (19/12).
Menurutnya, kurun waktu Desember ini digunakan oleh konsorsium PT Bandung Raya Indah Lestari (PT BRIL) untuk kegiatan pembebasan lahan. Dengan sejumlah persiapan, lahan baru tersebut diharapkan dapat digunakan mulai akhir Januari 2006.

Dari tiga alternatif lahan yang dikantongi PT BRIL, menurutnya, pemkot memastikan lahan seluas 10 hektare di Desa Citatah, Kecamatan Cipatat Kab. Bandung. Pembuangan sampah dengan sistem sanitary landfill akan digunakan selagi konsorsium mempersiapkan pembangunan gedung pengolahan sampah.

Berita selanjutnya.

17 December 2005

Kota Kotor Indonesia

Pemerintah mengumumkan 6 kota terkotor di Indonesia. Kota-kota tersebut adalah:

  1. Depok
  2. Tangerang
  3. Palembang
  4. Bandar Lampung
  5. Batam
  6. Bogor

Kalau aku ditanya, for sure, Bandung akan masuk dalam jajaran elite ini.

16 December 2005

Pengomposan: Manusiawi

Seorang teman membuat sebuah unit pengomposan sederhana di halaman rumahnya. Unit pengomposan ini terdiri dari rangka besi yang diselubungi kawat kasa untuk mencegah datangnya lalat dan plastik di bagian luarnya. Bahan yang akan dikomposkan dimasukkan dari bagian atas. Kompos matang bisa diambil dari bagian bawah. Menurutnya, sejak September 3 bulan yang lalu, unit komposternya ini tidak pernah penuh, walaupun komposnya tidak pernah diambil. Pengomposan memang sebuah usaha yang sangat manusiawi, karena selain mereduksi jumlah sampah organik yang dibuang, juga emmaksa unsur hara tanah tidak terbuang percuma.
Berbau? Tidak, karena katanya, proses pengomposan ini tidak akan berbau sepanjang sampah yang dibuang ke dalamnya tidak mengandung tiga hal: daging, tulang dan minyak.

15 December 2005

TPA Liar di Tanah Baru Depok Ditutup

TEMPO Interaktif, Depok:Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Depok, menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Liar yang terletak di Rw 10, Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Beji seluas empat hektar yang bersebelahan dengan Perumahan Villa Mutiara Cinere.

Kepala Satpol PP Depok Asep Sumihardja, menyatakan, menutup di TPA liar itu dengan cara membuat papan besar yang betuliskan "TPS Ini Ditutup." Papan dengan ukuran 100 x 50 centimeter itu terpampang di depan pintu masuk TPA yang tertutup pagar seng. "Kami sudah membuat papan itu dan melakukan patroli keliling setiap hari,"kata Asep, Kamis (15/12). Menurut Asep, patroli keliling akan selalu dilakukan untuk mengantisipasi masuknya truk sampah ke TPA liar.

Sampah Bandung: Mampukah TPA Babakan Memikul Beban?

Diambil tanpa ijin dari PR.



PASCALONGSOR TPA Leuwigajah, permasalahan sampah di Kota Bandung seakan tak pernah usai. Penggunaan TPA Jelekong sebagai tempat pembuangan sampah dari ribuan warga Kota Bandung dan Cimahi ternyata tak bertahan lama. Maklum, sama sekali tak ada pengolahan sampah dan ribuan kubik sampah itu hanya ditumpuk begitu saja.

Habisnya masa pakai TPA Jelekong akhir tahun ini melahirkan persoalan baru bagi sampah di Kota Bandung. Masyarakat sekitar TPA Jelekong mengancam akan memblokir jalan menuju TPA jika PD Kebersihan Kota Bandung masih terus melakukan pembuangan sampah ke tempat itu hingga akhir tahun ini. Di sisi lain, gunungan sampah dipastikan akan teronggok begitu saja di tiap sudut Kota Bandung jika tak segera diangkut menuju TPA.

Penanganan sampah di Kota Bandung seakan tak pernah dapat diselesaikan secara paripurna. Rencana pembangunan TPA Citatah lengkap dengan teknologi dan mesin pengolahannya masih juga belum dapat direalisasikan. Padahal, masa pakai TPA Jelekong tinggal dalam hitungan hari.

Munculnya nama TPA Babakan menjadikan tanda tanya besar. Mampukah TPA seluas 10,2 hektare itu menampung sampah dari kota Bandung?

TPA Babakan secara administratif berada di wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Letak TPA ini berbatasan langsung dengan dua desa di Kecamatan Arjasari. Dengan demikian, dampak dari gunungan sampah ini dirasakan langsung oleh warga di dua kecamatan tersebut.

Terdapat beberapa kampung yang berbatasan langsung dengan TPA itu, yakni, Kampung Cicangri dan Karangwulan (Desa Rancakole, Arjasari), Kampung Pasirangin (Desa Ancolmekar, Arjasari), Kampung Kalebuhanbulan, Cibodo, Lewicariu, dan Lembang (Desa Babakan, Ciparay).
TPA ini memanfaatkan Sungai Legokhantap yang alirannya telah mati dalam sebuah lembah dengan kedalaman sekira 50 meter. Mulai dibangun sekira tahun 1989, namun mulai dioperasikan pada 1990.

Semula, TPA Babakan hanya digunakan untuk membuang sebagian kecil sampah dari wilayah Kabupaten Bandung dan hanya belasan truk yang membuang sampahnya ke TPA ini.
Peristiwa longsornya TPA Leuwigajah melahirkan persolan lain. Buangan sampah dari beberapa daerah di Kabupaten Bandung kemudian dialihkan ke TPA Babakan sejak tahun lalu. Volume sampah yang dibuang ke TPA ini pun melonjak. Dari sekira 16 truk per hari, kemudian melonjak hingga sekira 60 truk per hari.

Jalan menuju TPA Babakan dapat ditempuh sekira 15 kilometer dari Banjaran atau sekira 7 kilometer dari arah Ciparay, melalui jalan berkelok, tak mulus, dan menanjak selebar 3,5 meter.
Samad (45), seorang sopir truk pengangkut sampah mengaku sangat kesulitan mengemudikan kendaraannya saat menuju TPA Babakan. Selain rusak dan sempitnya jalan, jalan raya ini juga cukup ramai oleh warga hingga rawan kecelakaan.

Berbeda dengan TPA Jelekong, areal TPA Babakan ini masih terlihat sangat lengang. Saking lengangnya, sama sekali tak ada mesin pengolah sampah, bahkan bangunan kantor TPA sama sekali.

”Kantornya sih ada, tapi dalam keadaan rusak dan tak pernah ada petugasnya. Beberapa kali kantor itu menjadi sasaran kemarahan warga yang dirugikan oleh keberadaan TPA itu,” kata Yoyo (45), Ketua RW 12 Desa Babakan.

Selama dua minggu terakhir, tengah dilakukan pengurukan di sekitar TPA Babakan seluas 6.200 meter persegi dan akan segera dibangun enam buah bangunan termasuk mesin pemilahan sampah, pengolahan, gedung kantor, dan gudang. Rencananya, keenam bangunan itu akan selesai pada Maret 2006 nanti.

Warga sekitar TPA memang merasa dirugikan karena jalan desa perlintasan mereka sehari-hari penuh lumpur dari sampah yang tercecer dari mobil bak sampah. Belum lagi polusi bau sampah, pencemaran air, rusaknya jalan, hingga serbuan lalat.

Sebagai kompensasi, Pemkab Bandung akhirnya memberikan bantuan dana Rp 3,3 juta untuk Desa Babakan, Rp 3 juta untuk Rancakole, dan Rp 1,2 juta untuk Ancolmekar. Kompensasi ini diberikan setiap tiga bulan dan telah berjalan selama satu tahun terakhir. Karena jumlah nominal kompensasi itu terlalu kecil jika dibagikan kepada tiap kepala keluarga, tiap RW memanfaatkannya untuk pembangunan fisik di daerahnya.

”Kalau saja sampah Kota Bandung jadi dibuang ke sini, itu bagaikan membangunkan macan tidur!” kata Cecep Agusjaya (36), warga Kampung Cicangri Arjasari. Maksudnya, ketenangan dan kenyamanan warga sekitar TPA Babakan akan terusik jika makin banyak truk sampah yang lalu lalang di sekitarnya. Menurutnya, gejolak di tengah masyarakat kemungkinan besar akan terjadi jika rencana pembuangan dari Kota Bandung tetap dilakukan.

**

Persoalan TPA memang tak akan pernah usai selama sampah hanya dibuang dan ditumpuk begitu saja. Usulan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kab. Bandung, Nana Priatna, agar Pemkot Bandung segera berkonsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencari solusi sampah, rupanya harus ditanggapi serius.

Jangan sampai, permasalahan lain justru timbul setelah TPA Jelekong ditinggalkan dan semakin meruwetkan persoalan sampah di Kota Bandung.

Padahal, ribuan warga Kota Bandung yang membayar iuran sampah setiap bulannya adalah amanah yang harus diemban Pemkot Bandung. (Deni Yudiawan/”PR”)***

Bandung: Sampah di Mana-mana!

Sehubungan dengan situasi darurat di TPA Jelekong yang sudah penuh, tampaknya pemerintah memilih untuk tidak mengangkut sampah yang menumpuk di beberapa TPS di dalam kota. Tampak sampah membludak menggunung di berbagai lokasi tempat pembuangan sementara. Tumpukan sampah ini pasti mengganggu masyarakat sekitarnya. Belum lagi jika fasilitas umum yang fungsinya terganggu akibat tumpukan sampah ini.

Saat ini, Bandung SANGAT IDENTIK dengan sampah.

Usaha untuk mengubah 85% bagian yang berupa sampah organik menjadi kompos merupakan salah satu solusi praktis yang paling memadai. Karena selain murah, usaha pengomposan sampah organik adalah salah satu usaha untuk menyelamatkan unsur hara tanah kita.

Fitri Oktarini menulis tentang hal ini di Tempo Interaktif.
Simaklah:

Kompos, Salah Satu Jalan Keluar Problem Sampah
Kamis, 25 November 2004 14:57 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sampah rumah tangga, menyumbang tidak sedikit dari sekitar 6000 ton total produksi sampah per hari di ibukota Jakarta. Jika setiap rumah mampu mengelola sampahnya dengan baik, akan sangat membantu mengatasi problem sampah di Jakarta. Caranya?

Peneliti dan ahli lingkungan Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) Henky Sutanto mengatakan sebenarnya sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri.

Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos.

Pengolahan sampah menjadi kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah. Ada juga cara lain untuk mengurangi volume sampah. Dengan cara dibakar. Tetapi pembakaran sampah menghasilkan dioksin, yaitu ratusan jenis senyawa kimia berbahaya seperti CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF (chlorinated dibenzo furan), atau PCB (poly chlorinated biphenyl).

Jika senyawa yang berstruktur sangat stabil itu hanya dapat larut dalam lemak dan tidak dapat terurai ini bocor ke udara dan sampai kemudian dihirup oleh manusia maupun hewan melalui udara. Dioksin akan mengendap dalam tubuh, yang pada kadar tertentu dapat mengakibatkan kanker.

Lalu, bagaimana dengan rumah dengan pekarangan yang sempit ? Misalnya di kompleks perumahan. Menurut Henky hal yang serupa bisa juga dilakukan dalam lingkungan kompleks. Sampah dari masing-masing rumah dikumpulkan dalam satu lokasi di dalam kompleks, yang dikhususkan menjadi Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sampah kering dan sampah basah dipisahkan. Sampah basah kemudian ditumpuk. Dalam jangka waktu dua bulan, akan menjadi kompos. Kompos itu, bisa dibagikan ke setiap rumah yang membutuhkan pengganti pupuk untuk tanaman. Dengan begitu, persoalan samapah di lingkungan sekitar bisa teratasi secara kolektif.

Fitri Oktarini

10 December 2005

Wali Kota Ingin TPA Citatah Beroperasi Januari 2006

Wali Kota Bandung, H. Dada Rosada, ingin TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah) Citatah segera beroperasi pada Januari 2006. TPA Citatah ini dimaksudkan sebagai pengganti TPA Jelekong yang telah habis masa berlakukanya bulan ini.
Sehubungan dengan habisnya masa berlaku TPA Jelekong sebagai tempat pembuangan sampah Kota Bandung dan sekitarnya, akhir-akhir ini tampak terlihat timbunan sampah di berbagai sudut kota. Sampah-sampah tersebut memang tak bisa terangkut karena TPA Jelekong telah tidak bisa menampung tambahan sampah kota. Akibatnya, bau tak sedap mulai tercium di berbagai TPS di berbagai sudut kota. Hal ini tampak terlihat di TPS Parakan Saat, TPS Jalan Jend Sudirman, TPS Taman Sari, TPS, Jalan Terusan Jakarta, dan di beberapa TPS lainnya.