Bakar-bakaran di Hutan Pinus Cikole
Jalan pintas, itu adalah pilihan obyektif bagi sebagian besar orang Indonesia ketika menghadapi masalah. Entah, sekecil apapun masalah itu, pertanyaan pertama yang muncul adalah, "Adakah jalan pintas?". Begitu juga ketika kita dihadapkan pada bagaimana mengelola sampah yang ada. Tidak terkecuali jika sampah itu adalah sampah organik yang ada di Hutan Pinus Cikole, yang seharusnya dapat dibiarkan saja dan membusuk secara alami.
Jelang musim panas ini mendadak memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mulai main bakar-bakaran. Kejadian di Cikole ini adalah hanya salah satu dari fenomena bakar-bakaran yang mendadak marak akhir-akhir ini. Look, di sepanjang jalan dari Bandung ke Lembang, beberapa tempat telah tertutupi asap yang berasal dari kegiatan bakar sampah seperti ini.
Bukan saja karena asap yang dihasilkan akan menyebabkan berbagai masalah, misalnya memburuknya kualitas udara, atau dapat menyebabkan ISPA, tetapi juga menghilangkan kesempatan tanah di sekitarnya mendapatkan pasokan nutrisi. Membakar biomassa seperti ini secara langsung mengurangi kesuburan tanah karena nutrisi yang seharusnya dapat dikembalikan ke dalam tanah, terbakar dan menjadi arang.
Akan jauh lebih baik jika sampah organik ini ditanam dalam tanah. Pada lahan yang luas di Hutan Pinus ini, dapat dibuat beberapa buah lubang untuk menampung sampah organik. Setelah lubang ini penuh, tutup, dan buat lagi lubang di tempat lain. Lubang pertama dapat digali kembali untuk memanen kompos yang terbentuk akibat proses pembusukan sampah organik pertama. Begitu seterusnya..., yang untung ya kita-kita juga. Bukan saja tanah menjadi tetap subur, tetapi juga bebas asap.
No comments:
Post a Comment