19 April 2005

Relokasi Korban TPA Butuh Rp 38,662 Miliar

Pikiran Rakyat, 19 April 2005

Nana Priatna,”Itu Hanya untuk Korban di Kabupaten Bandung”

BANDUNG, (PR).-Pemkab Bandung memerlukan dana sekira Rp 38,662. miliar untuk menggantikan tanah, harta benda, bangunan, serta semacam uang kadeudeuh bagi para korban bencana alam longsor Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, yang menimpa warga Kab. Bandung, di Kampung Cilimus Desa Batujajar Timur Kec. Batujajar “Sambil menunggu proses selanjutnya, korban bencana longsor yang sebelumnya di tempat penampungan, kini telah dikontrakkan selama enam bulan, kecuali 26 KK yang masih bertahan,” kata Wakil Ketua Harian Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (PBP) Kab. Bandung Drs. Nana Priatna, Senin (18/4).

Menurut Nana, yang juga Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Bandung, penanganan korban bencana yang memerlukan dana cukup besar tersebut, pada intinya tetap tergantung kepada masyarakat dan persetujuan dari DPRD. Jika dewan nanti menyetujui dari pihak eksekutif, tinggal menindaklanjuti atau melaksanakan. “Sebelum masa kontrakan mereka habis, diharapkan relokasi tersebut sudah bisa diselesaikan,” kata Nana.
Dia juga mengatakan, Pemkab Bandung tidak semata memindahkan korban bencana yang rumahnya tekubur, tetapi juga yang berada di daerah bahaya satu. Mereka juga setelah dipindahkan akan dipikirkan kehidupannya, misalnya dengan memberi pelatihan dan keterampilan.

Diakui Nana, karena yang turut andil membuang sampah di TPA Leuwigajah tersebut terdiri dari Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi tentu saja penanggulangannya pun dilakukan secara bersama-sama pula. Sedangkan pengoordinasiannya di bawah Pemprov Jabar, mengingat musibah longsor ini terjadi lintas batas.

Menyinggung tidak difungsikannya TPA Leuwigajah sejak terjadi musibah, Pemkab Bandung akhirnya memanfaatkan TPA Babakan Ciparay dan Pasir Buluh untuk membuang sampah rumah tangga maupun yang lainnya. Bahkan, turut membantu Pemkot Bandung mengangkut sampah dari wilayah tersebut, khususnya menjelang pelaksanaan peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA).

“Belum tuntas penanggulangan bencana banjir, gempa, dan longsor yang terjadi di wilayah Kabupaten Bandung, menyusul Gunung Tangkuban Parahu dan gempa tektonik di Gununghalu, Rongga, Cihampelas, dan Cililin. Mudah-mudahan setelah itu tidak ada lagi musibah di Kabupaten Bandung ini,” kata Nana.

Disebutkan Nana, atas terjadinya musibah di Gununghalu, Pemkab Bandung telah memberikan bantuan beras sebanyak satu ton, mi instan, serta minyak goreng yang dikirimkan langsung pada Jumat (15/4) malam lalu ke lokasi bencana. Selain itu telah disiagakan pula posko, dapur umum, dan tenda.

“Rencananya dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mengirim tiga tenda. Kita mengupayakan tambahan tenda, karena selama ini masyarakat masih panik, mereka belum mau tidur di rumah masing-masing takut ada gempa susulan,” jelas Nana Priatna.

Tangkuban Parahu
Sementara itu, para pedagang dan wisatawan yang biasa mengunjungi objek wisata Kawah Tangkuban Parahu, diharapkan bersabar dan memaklumi penetapan status kegiatan gunung api itu yang masih dikategorikan siaga (level 3). Bagaimanapun, tidak mudah memutuskan penurunan kembali status menjadi waspada (level 2) atau bahkan aktif normal (level 1).
Kasubdit Mitigasi dan Bencana Geologi Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Surono mengungkapkan itu, ketika dihubungi Senin (18/4) dan ditanya tentang situasi terakhir Gunung Tangkuban Parahu. Ia menyatakan, sampai saat ini DVMBG masih menetapkan keadaan siaga, karena frekuensi gempa-gempa vulkanik masih berada di atas normal.

Pos pengamat gunung api Tangkuban parahu mencatat selama 6 jam terakhir hingga pukul 6.00 WIB kemarin, gempa vulkanik A terjadi 5 kali, dan 8 kali gempa vulkanik B. Sedangkan selama 24 jam sebelumnya, gempa vulkanik B telah terjadi 68 kali, dan enam kali gempa vulkanik A.

"Saya menyadari bagi para pedagang yang selama ini berjualan di sekitar kawah, pasti akan mengalami kerugian. Tapi, semua pihak mesti menyadari risiko besar bila tetap memaksakan berada di radius yang sekiranya tidak aman kalau toh terjadi letusan. Padahal, tidak ada yang bisa memastikan secara pasti kapan penurunan aktivitas akan terjadi," ujar Surono.
Dia sendiri berharap, kejadian itu dan upaya pengosongan kawasan gunung api bisa menjadi bahan pertimbangan untuk tetap menjadikan kawasan sekitar kawah kosong dari aktivitas pedagang maupun parkir kendaraan.

"Mungkin, bisa dipikirkan kemungkinan akses ke atas kawah hanya dilakukan dengan berjalan kaki dan para pedagang ada tempat khusus, tidak di sekitar kawah. Hal itu dilakukan di gunung-gunung api di Jepang, sehingga semakin menambah kemolekan dan kebersihan kawasan wisata gunung api tersebut," paparnya.

Sebelumnya, Direktur DVMBG Yousana O.P. Siagian memaparkan sembilan gunung api di Indonesia sampai sekarang masih dalam status waspada dan siaga. Dari kesembilan gunung tersebut, lima gunung api di antara dalam status waspada dan sisanya empat gunung lainnya dalam status siaga.(A-146/A-64)***

No comments: