Sampah Bandung: Mampukah TPA Babakan Memikul Beban?
Diambil tanpa ijin dari PR.
PASCALONGSOR TPA Leuwigajah, permasalahan sampah di Kota Bandung seakan tak pernah usai. Penggunaan TPA Jelekong sebagai tempat pembuangan sampah dari ribuan warga Kota Bandung dan Cimahi ternyata tak bertahan lama. Maklum, sama sekali tak ada pengolahan sampah dan ribuan kubik sampah itu hanya ditumpuk begitu saja.
Habisnya masa pakai TPA Jelekong akhir tahun ini melahirkan persoalan baru bagi sampah di Kota Bandung. Masyarakat sekitar TPA Jelekong mengancam akan memblokir jalan menuju TPA jika PD Kebersihan Kota Bandung masih terus melakukan pembuangan sampah ke tempat itu hingga akhir tahun ini. Di sisi lain, gunungan sampah dipastikan akan teronggok begitu saja di tiap sudut Kota Bandung jika tak segera diangkut menuju TPA.
Penanganan sampah di Kota Bandung seakan tak pernah dapat diselesaikan secara paripurna. Rencana pembangunan TPA Citatah lengkap dengan teknologi dan mesin pengolahannya masih juga belum dapat direalisasikan. Padahal, masa pakai TPA Jelekong tinggal dalam hitungan hari.
Munculnya nama TPA Babakan menjadikan tanda tanya besar. Mampukah TPA seluas 10,2 hektare itu menampung sampah dari kota Bandung?
TPA Babakan secara administratif berada di wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Letak TPA ini berbatasan langsung dengan dua desa di Kecamatan Arjasari. Dengan demikian, dampak dari gunungan sampah ini dirasakan langsung oleh warga di dua kecamatan tersebut.
Terdapat beberapa kampung yang berbatasan langsung dengan TPA itu, yakni, Kampung Cicangri dan Karangwulan (Desa Rancakole, Arjasari), Kampung Pasirangin (Desa Ancolmekar, Arjasari), Kampung Kalebuhanbulan, Cibodo, Lewicariu, dan Lembang (Desa Babakan, Ciparay).
TPA ini memanfaatkan Sungai Legokhantap yang alirannya telah mati dalam sebuah lembah dengan kedalaman sekira 50 meter. Mulai dibangun sekira tahun 1989, namun mulai dioperasikan pada 1990.
Semula, TPA Babakan hanya digunakan untuk membuang sebagian kecil sampah dari wilayah Kabupaten Bandung dan hanya belasan truk yang membuang sampahnya ke TPA ini.
Peristiwa longsornya TPA Leuwigajah melahirkan persolan lain. Buangan sampah dari beberapa daerah di Kabupaten Bandung kemudian dialihkan ke TPA Babakan sejak tahun lalu. Volume sampah yang dibuang ke TPA ini pun melonjak. Dari sekira 16 truk per hari, kemudian melonjak hingga sekira 60 truk per hari.
Jalan menuju TPA Babakan dapat ditempuh sekira 15 kilometer dari Banjaran atau sekira 7 kilometer dari arah Ciparay, melalui jalan berkelok, tak mulus, dan menanjak selebar 3,5 meter.
Samad (45), seorang sopir truk pengangkut sampah mengaku sangat kesulitan mengemudikan kendaraannya saat menuju TPA Babakan. Selain rusak dan sempitnya jalan, jalan raya ini juga cukup ramai oleh warga hingga rawan kecelakaan.
Berbeda dengan TPA Jelekong, areal TPA Babakan ini masih terlihat sangat lengang. Saking lengangnya, sama sekali tak ada mesin pengolah sampah, bahkan bangunan kantor TPA sama sekali.
”Kantornya sih ada, tapi dalam keadaan rusak dan tak pernah ada petugasnya. Beberapa kali kantor itu menjadi sasaran kemarahan warga yang dirugikan oleh keberadaan TPA itu,” kata Yoyo (45), Ketua RW 12 Desa Babakan.
Selama dua minggu terakhir, tengah dilakukan pengurukan di sekitar TPA Babakan seluas 6.200 meter persegi dan akan segera dibangun enam buah bangunan termasuk mesin pemilahan sampah, pengolahan, gedung kantor, dan gudang. Rencananya, keenam bangunan itu akan selesai pada Maret 2006 nanti.
Warga sekitar TPA memang merasa dirugikan karena jalan desa perlintasan mereka sehari-hari penuh lumpur dari sampah yang tercecer dari mobil bak sampah. Belum lagi polusi bau sampah, pencemaran air, rusaknya jalan, hingga serbuan lalat.
Sebagai kompensasi, Pemkab Bandung akhirnya memberikan bantuan dana Rp 3,3 juta untuk Desa Babakan, Rp 3 juta untuk Rancakole, dan Rp 1,2 juta untuk Ancolmekar. Kompensasi ini diberikan setiap tiga bulan dan telah berjalan selama satu tahun terakhir. Karena jumlah nominal kompensasi itu terlalu kecil jika dibagikan kepada tiap kepala keluarga, tiap RW memanfaatkannya untuk pembangunan fisik di daerahnya.
”Kalau saja sampah Kota Bandung jadi dibuang ke sini, itu bagaikan membangunkan macan tidur!” kata Cecep Agusjaya (36), warga Kampung Cicangri Arjasari. Maksudnya, ketenangan dan kenyamanan warga sekitar TPA Babakan akan terusik jika makin banyak truk sampah yang lalu lalang di sekitarnya. Menurutnya, gejolak di tengah masyarakat kemungkinan besar akan terjadi jika rencana pembuangan dari Kota Bandung tetap dilakukan.
**
Persoalan TPA memang tak akan pernah usai selama sampah hanya dibuang dan ditumpuk begitu saja. Usulan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kab. Bandung, Nana Priatna, agar Pemkot Bandung segera berkonsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencari solusi sampah, rupanya harus ditanggapi serius.
Jangan sampai, permasalahan lain justru timbul setelah TPA Jelekong ditinggalkan dan semakin meruwetkan persoalan sampah di Kota Bandung.
Padahal, ribuan warga Kota Bandung yang membayar iuran sampah setiap bulannya adalah amanah yang harus diemban Pemkot Bandung. (Deni Yudiawan/”PR”)***
PASCALONGSOR TPA Leuwigajah, permasalahan sampah di Kota Bandung seakan tak pernah usai. Penggunaan TPA Jelekong sebagai tempat pembuangan sampah dari ribuan warga Kota Bandung dan Cimahi ternyata tak bertahan lama. Maklum, sama sekali tak ada pengolahan sampah dan ribuan kubik sampah itu hanya ditumpuk begitu saja.
Habisnya masa pakai TPA Jelekong akhir tahun ini melahirkan persoalan baru bagi sampah di Kota Bandung. Masyarakat sekitar TPA Jelekong mengancam akan memblokir jalan menuju TPA jika PD Kebersihan Kota Bandung masih terus melakukan pembuangan sampah ke tempat itu hingga akhir tahun ini. Di sisi lain, gunungan sampah dipastikan akan teronggok begitu saja di tiap sudut Kota Bandung jika tak segera diangkut menuju TPA.
Penanganan sampah di Kota Bandung seakan tak pernah dapat diselesaikan secara paripurna. Rencana pembangunan TPA Citatah lengkap dengan teknologi dan mesin pengolahannya masih juga belum dapat direalisasikan. Padahal, masa pakai TPA Jelekong tinggal dalam hitungan hari.
Munculnya nama TPA Babakan menjadikan tanda tanya besar. Mampukah TPA seluas 10,2 hektare itu menampung sampah dari kota Bandung?
TPA Babakan secara administratif berada di wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung. Letak TPA ini berbatasan langsung dengan dua desa di Kecamatan Arjasari. Dengan demikian, dampak dari gunungan sampah ini dirasakan langsung oleh warga di dua kecamatan tersebut.
Terdapat beberapa kampung yang berbatasan langsung dengan TPA itu, yakni, Kampung Cicangri dan Karangwulan (Desa Rancakole, Arjasari), Kampung Pasirangin (Desa Ancolmekar, Arjasari), Kampung Kalebuhanbulan, Cibodo, Lewicariu, dan Lembang (Desa Babakan, Ciparay).
TPA ini memanfaatkan Sungai Legokhantap yang alirannya telah mati dalam sebuah lembah dengan kedalaman sekira 50 meter. Mulai dibangun sekira tahun 1989, namun mulai dioperasikan pada 1990.
Semula, TPA Babakan hanya digunakan untuk membuang sebagian kecil sampah dari wilayah Kabupaten Bandung dan hanya belasan truk yang membuang sampahnya ke TPA ini.
Peristiwa longsornya TPA Leuwigajah melahirkan persolan lain. Buangan sampah dari beberapa daerah di Kabupaten Bandung kemudian dialihkan ke TPA Babakan sejak tahun lalu. Volume sampah yang dibuang ke TPA ini pun melonjak. Dari sekira 16 truk per hari, kemudian melonjak hingga sekira 60 truk per hari.
Jalan menuju TPA Babakan dapat ditempuh sekira 15 kilometer dari Banjaran atau sekira 7 kilometer dari arah Ciparay, melalui jalan berkelok, tak mulus, dan menanjak selebar 3,5 meter.
Samad (45), seorang sopir truk pengangkut sampah mengaku sangat kesulitan mengemudikan kendaraannya saat menuju TPA Babakan. Selain rusak dan sempitnya jalan, jalan raya ini juga cukup ramai oleh warga hingga rawan kecelakaan.
Berbeda dengan TPA Jelekong, areal TPA Babakan ini masih terlihat sangat lengang. Saking lengangnya, sama sekali tak ada mesin pengolah sampah, bahkan bangunan kantor TPA sama sekali.
”Kantornya sih ada, tapi dalam keadaan rusak dan tak pernah ada petugasnya. Beberapa kali kantor itu menjadi sasaran kemarahan warga yang dirugikan oleh keberadaan TPA itu,” kata Yoyo (45), Ketua RW 12 Desa Babakan.
Selama dua minggu terakhir, tengah dilakukan pengurukan di sekitar TPA Babakan seluas 6.200 meter persegi dan akan segera dibangun enam buah bangunan termasuk mesin pemilahan sampah, pengolahan, gedung kantor, dan gudang. Rencananya, keenam bangunan itu akan selesai pada Maret 2006 nanti.
Warga sekitar TPA memang merasa dirugikan karena jalan desa perlintasan mereka sehari-hari penuh lumpur dari sampah yang tercecer dari mobil bak sampah. Belum lagi polusi bau sampah, pencemaran air, rusaknya jalan, hingga serbuan lalat.
Sebagai kompensasi, Pemkab Bandung akhirnya memberikan bantuan dana Rp 3,3 juta untuk Desa Babakan, Rp 3 juta untuk Rancakole, dan Rp 1,2 juta untuk Ancolmekar. Kompensasi ini diberikan setiap tiga bulan dan telah berjalan selama satu tahun terakhir. Karena jumlah nominal kompensasi itu terlalu kecil jika dibagikan kepada tiap kepala keluarga, tiap RW memanfaatkannya untuk pembangunan fisik di daerahnya.
”Kalau saja sampah Kota Bandung jadi dibuang ke sini, itu bagaikan membangunkan macan tidur!” kata Cecep Agusjaya (36), warga Kampung Cicangri Arjasari. Maksudnya, ketenangan dan kenyamanan warga sekitar TPA Babakan akan terusik jika makin banyak truk sampah yang lalu lalang di sekitarnya. Menurutnya, gejolak di tengah masyarakat kemungkinan besar akan terjadi jika rencana pembuangan dari Kota Bandung tetap dilakukan.
**
Persoalan TPA memang tak akan pernah usai selama sampah hanya dibuang dan ditumpuk begitu saja. Usulan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kab. Bandung, Nana Priatna, agar Pemkot Bandung segera berkonsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mencari solusi sampah, rupanya harus ditanggapi serius.
Jangan sampai, permasalahan lain justru timbul setelah TPA Jelekong ditinggalkan dan semakin meruwetkan persoalan sampah di Kota Bandung.
Padahal, ribuan warga Kota Bandung yang membayar iuran sampah setiap bulannya adalah amanah yang harus diemban Pemkot Bandung. (Deni Yudiawan/”PR”)***
No comments:
Post a Comment