15 December 2005

Bandung: Sampah di Mana-mana!

Sehubungan dengan situasi darurat di TPA Jelekong yang sudah penuh, tampaknya pemerintah memilih untuk tidak mengangkut sampah yang menumpuk di beberapa TPS di dalam kota. Tampak sampah membludak menggunung di berbagai lokasi tempat pembuangan sementara. Tumpukan sampah ini pasti mengganggu masyarakat sekitarnya. Belum lagi jika fasilitas umum yang fungsinya terganggu akibat tumpukan sampah ini.

Saat ini, Bandung SANGAT IDENTIK dengan sampah.

Usaha untuk mengubah 85% bagian yang berupa sampah organik menjadi kompos merupakan salah satu solusi praktis yang paling memadai. Karena selain murah, usaha pengomposan sampah organik adalah salah satu usaha untuk menyelamatkan unsur hara tanah kita.

Fitri Oktarini menulis tentang hal ini di Tempo Interaktif.
Simaklah:

Kompos, Salah Satu Jalan Keluar Problem Sampah
Kamis, 25 November 2004 14:57 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sampah rumah tangga, menyumbang tidak sedikit dari sekitar 6000 ton total produksi sampah per hari di ibukota Jakarta. Jika setiap rumah mampu mengelola sampahnya dengan baik, akan sangat membantu mengatasi problem sampah di Jakarta. Caranya?

Peneliti dan ahli lingkungan Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) Henky Sutanto mengatakan sebenarnya sampah rumah tangga bisa diubah menjadi kompos yang berguna untuk tumbuh-tumbuhan di pekarangan rumah sendiri.

Sampah basah (organik) bekas makanan-atau minuman sehari-hari dipisahkan dari sampah kering (anorganik) seperti kaleng, plastik, kertas. Sampah basah itu kemudian ditumpuk dalam sebuah lubang kecil di pekarangan rumah. Dalam jangka waktu tertentu bagian paling bawah dalam tumpukan tersebut bisa diangkat kemudian ditebarkan ke tanaman sebagai pupuk kompos.

Pengolahan sampah menjadi kompos, yang bisa dimanfaatkan memperbaiki struktur tanah, untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dan dapat mengurangi ketergantungan pada pemakaian pupuk mineral (anorganik) seperti urea. Selain mahal, urea juga dikhawatirkan menambah tingkat polusi tanah. Ada juga cara lain untuk mengurangi volume sampah. Dengan cara dibakar. Tetapi pembakaran sampah menghasilkan dioksin, yaitu ratusan jenis senyawa kimia berbahaya seperti CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF (chlorinated dibenzo furan), atau PCB (poly chlorinated biphenyl).

Jika senyawa yang berstruktur sangat stabil itu hanya dapat larut dalam lemak dan tidak dapat terurai ini bocor ke udara dan sampai kemudian dihirup oleh manusia maupun hewan melalui udara. Dioksin akan mengendap dalam tubuh, yang pada kadar tertentu dapat mengakibatkan kanker.

Lalu, bagaimana dengan rumah dengan pekarangan yang sempit ? Misalnya di kompleks perumahan. Menurut Henky hal yang serupa bisa juga dilakukan dalam lingkungan kompleks. Sampah dari masing-masing rumah dikumpulkan dalam satu lokasi di dalam kompleks, yang dikhususkan menjadi Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sampah kering dan sampah basah dipisahkan. Sampah basah kemudian ditumpuk. Dalam jangka waktu dua bulan, akan menjadi kompos. Kompos itu, bisa dibagikan ke setiap rumah yang membutuhkan pengganti pupuk untuk tanaman. Dengan begitu, persoalan samapah di lingkungan sekitar bisa teratasi secara kolektif.

Fitri Oktarini

No comments: