18 May 2008

Menjaga Kesuburan Tanah dengan Auto-Composting

"Tampak kotor dong!", begitu reaksi temanku ketika aku menerangkan konsep Auto-Composting kepadanya. Tetapi ketika dia melihat pot-pot bunga di belakang rumahku, ia malah berkomentar, "Wih artistik juga tuh!"
Apa itu Auto-Composting? Ini hanya sebuah nama doang. Tapi AC ini sebenarnya adalah kegiatan mengembalikan kembali nutrisi yang telah diubahnya menjadi biomassa kepadanya. Jadi, dedaunan, tangkai pohon, dan sebagainya, dikembalikan lagi ke tanah di pot itu, dan dibiarkan membusuk secara alami. Pengomposan ini tidak membutuhkan wadah khusus, karena blesss langsung ditaburkan di pot.
Aku memiliki pohon mawar yang kutanam di pot. Setiap hari aku memotong rantingnya, memotong bunganya yang telah mengering, mengembalikannya ke pot itu. Kubiarkan daundan ranting itu mengering dan terdegradasi di sana secara alami. Tidak ada yang terbuang sia-sia. Kekurangan nutrisi masih ditambahkan secara reguler dari luar dengan pemupukan, leaves-spray, dlsb. Namun sekarang tentu volumenya berkurang karena tanah praktis tidak mendapat pasokan nutrisi alami dari dirinya sendiri.
Bukan hanya pot bunga saja yang kuperlakukan seperti itu. Di pojok rumah, di kebun belakang aku memiliki pohon sirih yang dulu kuperoleh dari Mas Subagjo. Sirih ini kutanam di sebuah pot besar. Dauh dan ranting sirih yang telah menua aku umpankan kembali ke dalam pot. Tentu tak lupa kusiram terus, sehingga kelembabannya terjaga yang akan memberikan kondisi optimum bagi proses pengomposan sendiri ini. Kini sirih ini telah tumbuh dengan subur, tinggi merambat di tembok belakang rumahku. Terkadang, malah tumbuh terlalu cepat. Sehingga aku terkadang terpaksa memotong cabang yang terlalu panjang dan terlalu cepat tumbuh.
Konsep ini kugunakan di sebagian besar pot tanaman hias di rumahku. Agar tampak artistik, sebaiknya daun dan ranting yang akan dikomposkan dipotong kecil-kecil. Tidak saja akan menambah keartistikan, tetapi juga akan mempermudah proses degradasinya menjadi kompos. Cobalah!

2 comments:

Anonymous said...

Suami saya udah beberapa bulan ini mencoba composting sampah dapur di rumah. Udah agak lama sih, tapi so far belum terlalu sukses hasilnya, karena ternyata rada lama juga utk dapet hasil kompos yg bagus.

Harry Makertia said...

Memang betul Mbak, membuat kompos butuh waktu. Oleh sebab itu, biasanya agar komposnya cepat jadi, perlu ditambah mikroorganisme pengurai (MOL). Buat aja sendiri, saya biasanya membuatnya dengan mencampur blender pisang yang sudah tua dengan air kelapa. Biarkan 3-4 hari, campuran itu akan berbau wangi seperti anggur. Nah percikkan MOL ini pada sampah gundukan sampah. Jangan lupa untuk menjaga kelembabannya.