09 October 2005

Masyarakat Bandung dengan Sampah yang Menjengkelkan

Menjengkelkan sekali ketika melihat sampah berserakan di mana-mana, terlebih jika hal itu terjadi persis di sebelah tong sampah yang sudah di cat "hijau-kuning-merah", seperti yang terjadi di kampusnya orang pintar, ITB! Orang pintar memang tidak selalu memiliki kepedulian pada kebersihan, tetapi jika hakekat sehat yang membawa keseimbangan lahir dan batin tidak pernah singgah di kampus ini, itu keterlaluan.
Bung! Kalau membuang sampah dengan semestinya saja tak becus, enggak usah mengaku sebagai orang intelek dah! Masyarakat Bandung memang memiliki masalah, dan masalah yang paling menjengkelkan memang adalah masalah kebersihan. Duh!

3 comments:

Anonymous said...

Sebagai mahasiswi Teknik Lingkungan ITB, saya juga prihatin dengan tindakan membuang sampah yang tidak sesuai dengan tempatnya di kampus saya. Memang susah kelihatannya membuang sampah pada tempat yg sudah dikhususkan untuk jenis2 sampahnya. Sekalipun mahasiswa ITB, yg harusnya memberikan contoh baik pada masyarakat Bandung. Namun, perlu diketahui bahwa tempat sampah yg dipisah2kan untuk sampah plastik, kertas, dan organik tersebut, nantinya ketika sampahnya diambil oleh petugas, AKAN DISATUKAN KEMBALI alias dicampurkan lagi sampah2 plastik, kertas dan organik itu. Jadi sebetulnya percuma saja dipisahkan tempat2 sampah itu, kalau nantinya akan disatukan lagi sampah2nya. Dengan kata lain, pengelolaan sampah yg dilakukan (seharusnya oleh pemerintah)tidak menunjang usaha pemisahan sampah tersebut. Jadi, bukan cuma salah Kami saja dong, yang disebut sebagai ORANG 'PINTAR' oleh Saudara, salahkan juga sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Pemerintah!!!

Harry Makertia said...

Hari ini adalah hari istimewa bagiku. Bayangkan, telah setahun lebih aku menulis dan mengritik ketidak-berdayaan masyarakat Bandung pada budaya membuang sampah seenak udel. Tetapi hari ini, salah seorang masyarakat Bandung bereaksi. Aku merasa bahagia melihat salah seorang masyarakat kampus bereaksi ketika aku menulis sesuatu yang absurd di lingkungan ITB, tong sampah yang sama sekali tidak berguna.

Satu hal, kawan. Pemimpin kita dan jajaran di pemerintah daerah tidak akan bereaksi responsif terhadap keluhan masayarakat akan sampah. Aku apatis pada titik vokal pada bagian ini. Pemerintah sudah tidak memiliki dana yang memadai untuk mengelola sampah yang sudah menjadi masalah berkarat di bumi parahyangan ini. Lantas, mengapa bukan kita saja yang bergerak? Jangan berharap pada pemerintah yang seakan-akan lebih senang mengurusi pilkada?

ARU said...

iya betul sy setuju klo mulai dari diri kita sendiri, mengutip kata aa gym (3M) mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri mulai dari sekarang.....

Sebenernya masyarakat kita juga udah pinter pinter untuk memisahkan mana sampah basah, sampah kering apalagi misahin antara plastik-botol ama kertas atau organik....terbukti hari ini ketika pelayan dirumahku yang udah berumur sekitar setengah abad untuk memisahkannya....ga masalah..hanya apa nanti dipisahkan atau ga pada saat pengambilan sampah diluar kehendak kita. Ada baiknya juga (kata mas hary)setelah memisahkan sampah sampah tersebut kita membuat kompos (dengan catatan dengan hati yg ikhlas, karena dengan hati yg ikhlas maka timbul rasa memiliki)

kita tunggu kebijakan pemerintah saja yang memisahkan antara sampah basah ama kering, kebetulan temanku cerita bahwa universitasnya menawarkan crusher alat pemotong sampah untuk digunakan di TPS, shg bisa langsung dibuat kompos, tapi pihak pemkot (ga jelas siapa orgnya) menolak dengan alasan sudah terikat kontrak ama suatu pengusaha.

klo masalah biaya sih sy pikir tidak bisa dijadikan alasan n bukan masalah bagi bandung yg bertebaran pengusaha2 factory outlet (pajaknya pasti gede kan), wong ngebiayain persib aja bisa ko...

thanks mas hary blognya bagus.......banyak yg masih peduli ko ama sampah...hanya klo kebanyakan bingung juga, tangan dan kaki cuma satu pasang...